“Aku gak mau nikah lagi.” Eve sudah dipindahkan ke ruang rawat biasa. Pagi ini Eve bangun lebih siang ketimbang biasanya. “Kenapa?” sambil mengupas apel, Willis bertanya. Eve mengusap-usap perutnya, mempertimbangkan: haruskah dia mengikuti rencana Willis yang katanya semesta wajib tahu pernikahan enam bulan lalu mereka pernah terlaksana hingga menghasilkan buah hati? “Kayaknya aku bakal jadi mahasiswa abadi kalau kayak gini caranya,” gumam Eve mengabaikan obrolan mereka sebelum ini. Willis mengeryit, dia menaruh pisaunya, lalu menyodorkan Eve sepiring buah yang telah dipotong-potong. “Kamu niat ngajakin aku ngobrol gak, sih?” Eve menoleh. “Suapin!” Willis mendengkus, terkadang dia merasa tidak nyambung bila bicara dengan Eve. Lalu Willis dengan telaten menyuapi potongan buah itu ke m