Sejak sarapan pagi, Ando makin aneh. Sepanjang perjalanan dia senyum terus. Tasha sampai heran dan bengong menatapnya.
"Apakah efek obat bubuk putih di masukan ke minuman Ando kemarin masih belum hilang, kah?" pikir Tasha.
"Tuan, sedang gak sakit, kan? Kenapa dari tadi senyum terus?" Tasha mulai buka suara di mobil.
Ando pun menoleh dan malah menggeleng. "Gak ada apa-apa, memang kenapa kalau aku senyum terus? Apa ada larangan RUU untuk gak boleh senyum?" timpal Ando berikan kepada Tasha.
Tasha mengeluh diam. "Gak sih, cuma Tasha takut ada yang salah dengan otak Tuan. Soalnya dari kemarin Tuan marah soal Nyonya menurunkan jabatan Tuan menjadi Office Boy. Jadi otak Tuan gak berfungsi, makanya Tasha heran."
Ando juga heran dengan dirinya. Dia ingat Veranda mengancam akan menurunkan jabatannya. Apalagi hari ini tugas dia adalah membereskan semua pekerjaan Tasha di rumah. Kenapa dirinya memilih ke kantor. Apakah Ando tetap bersikeras tidak mengikuti perintah dari Veranda.
Tasha juga sebenarnya hari ini menemani mertuanya ke mal. Akan tetapi mertuanya malah mendadak pergi ada sesuatu hal jauh lebih penting daripada belanja. Sekarang malah dirinya berada di mal bersebelahan dengan suaminya.
Sampai di gedung besar, dengan nama logo di atas titik gedung. WG. Tasha keluar dari mobil, kemudian mendongak sembari memperhatikan sekitar dalam gedung tersebut.
Ando masuk dengan wajah angkuh, beberapa orang menghormati Ando serta dengan Tasha. Tapi Tasha malah senyum menyapa orang-orang tengah membungkuk. Tasha seperti gadis kampungan pertama kali dia menginjak gedung begitu besar.
Ando berhenti, hingga Tasha menabrak punggungnya. Ando menatap tajam pada Tasha. Tasha malah mundur dan menunduk. Ando menarik tangan Tasha dan Tasha tercegah dalam bengong.
Orang-orang yang ada di sana, cuma memperhatikan sikap dua orang tengah masuk ke lift. "Tuan," Tasha memanggil Ando.
Tapi Ando tidak menggubris panggilan itu. Seakan dia benar-benar tuli. "Tuan Ando!" Tasha berusaha melepaskan tangan dari Ando. Tapi genggaman Ando makin kuat. Buat Tasha sedikit meringis.
Lift berhenti angka tertuju telah tiba, Ando keluar sembari memegang Tasha tanpa dilepas. Tasha bisa apa, mengikuti langkahnya. Tasha masih bloon melihat sekitar lorongan dan ruangan tertutup tersebut.
Di sana Ando berdiri satu ruangan di mana Veranda sedang berbincang-bincang dengan seseorang. Lalu orang tersebut hendak untuk meninggalkan ruangan itu. Veranda menatap tajam pada Ando tapi wajah garang itu berubah setelah apa di lihatnya ada menantu di sini juga.
"Ando mau gadis pendek ini jadi sekertaris pribadi ku!" ucap Ando menekankan pada Veranda.
Tasha tertarik ke depan, dia terlihat kesakitan pada tangannya. Veranda yang melihat pun dengan cepat memukul dengan majalah ada di samping mejanya.
Ando langsung melepas genggamannya. Tasha lega. Tasha kaget tangannya merah. "Mama!" pungkas Ando.
"Kalau mau menyakiti istri kamu bukan cara seperti ini?!" tuding Veranda memegang tangan Tasha yang merah itu.
Ando yang dengar tuduhan dari Veranda. Ikut memperhatikan tangan Tasha. "Ando gak sengaja, soalnya tangan dia terlalu kecil, jadi susah di genggam," balas Ando kembali ke sikap menjengkelkan.
Tasha bisa apa untuk membela. "Sengaja kamu bilang. Alasan kenapa kamu mau Tasha jadi sekertaris mu?" tanya Veranda. Kali ini dia benar-benar serius untuk mendengar alasan dari mulut putranya.
Ando pun diam sambil berpikir. "Ya, daripada dia di rumah saja, lebih baik dia belajar mengenal dunia perkantoran. Biar nanti aku perlu apa, dia gak pusing. Seperti kemarin, dia hampir buat aku terlambat hadir rapat karena baju yang sering aku pakai, dia sampai menjemur tanpa bilang. Apalagi cari motif yang serupa saja dia gak tau, jadi kalau dia jadi sekertaris pribadi aku. Dia gak harus sering disalahin terus," jawabnya.
Veranda yang dengar jawaban putranya. Memang ada benar pikirnya. "Tanpa kamu minta, Mama memang mau angkat Tasha jadi sekretaris mu. Walau Tasha jadi sekertaris, bukan berarti kamu bisa bebas melakukan semau mu. Karena Mama tetap akan memantau dan mengawasi setiap apa yang kamu lakukan di sini," kata Veranda menegaskan dan mengingatkan lagi pada Ando.
Veranda bukan tidak tau watak di otak Ando. Veranda sangat mengenal sisi buruk dimiliki oleh Ando. Bahkan seorang sekertaris yang Veranda pekerjakan juga bisa menyerah seperti Linda, tentunya. Linda sudah lama bekerja di bawah tekanan Veranda bahkan Ando.
Linda sampai meminta Veranda untuk menurunkan jabatannya menjadi staf biasa. Dirinya tidak sanggup dibawah Ando. Apalagi sikap Ando sering kali membuat Linda harus berulang kali meminta maaf kepada klien yang dijanjikan.
"Mama tenang saja, aku gak akan menekan Tasha. Atau memberi pekerjaan berat. Bukannya Mama menginginkan aku selalu berbaik pada Tasha. Apalagi Tasha bukan orang luar. Dia kan istri aku. Jadi aku tentu harus menjaga dan memberi keringanan untuk dia, iya, kan, Tasha Sayang?" senyum Ando pada Tasha.
Tasha yang lihat senyuman Ando, semakin buat dirinya ilfil. Tasha tidak tau maksud senyuman itu. Seakan firasat akan datang menghampiri nya. "Iya, Tuan Ando," jawab Tasha pelan.
Ando yang senyum tadi langsung berubah seram. "Panggil aku, Ando. Kenapa panggil Tuan? Memang kamu siapa? Kamu itu istri aku, jadi, kalau kamu ada di samping ku. Kamu panggil aku Ando. Kalau ada tamu yang datang atau staf lain, kamu panggil aku, Pak Ando. Aku ini bukan majikan kamu," ucapnya sekali lagi mengingatkan pada Tasha.
Tasha yang reflek mendengar sikap bicaranya pun. Dengan pelan dia mengangguk. "Maaf, An-Ando," jawabnya gugup.
Veranda menarik seulas senyum. Senang bisa melihat putranya mulai bersikap manis pada Tasha. Obat yang dia berikan kemarin benar-benar mujarab. Veranda berharap ada keajaiban untuk menantunya. Veranda akan terus mengontrol putranya agar bisa terus seperti ini.
"Baiklah, Mama harus kembali ke pekerjaan lebih penting lagi. Ada beberapa kolega asing datang. Tasha, baik-baik di sini. Jika ada masalah dan tidak kamu pahami. Kamu bisa tanyakan kepada Linda. Linda akan membantu pekerjaan mu," ucap Veranda bersiap untuk meninggalkan ruangan tersebut.
Linda yang dari tadi diam, melihat wajah seorang gadis yang cantik itu menarik seulas senyum. Linda baru tau kalau gadis itu adalah istrinya Ando. Sementara wajah Ando yang Linda lihat, hanyalah akting belaka. Linda sangat hafal betul sikap dan tata bicara Ando.
"Linda, bimbing Tasha pekerjaan yang selama ini kamu kerjakan. Saya harap kamu terus awasi Ando. Saya tau dia hanya berakting, saya percayakan kamu," ucap Veranda, sekaligus berbisik kecil memerintah kepada Linda.
Linda mengangguk dan beri hormat kepada pemilik perusahaan tersebut. Ketika Ando melihat ibunya telah menjauh dari ruangan. Dia pun hendak duduk sembari mengangkat kedua kakinya di atas meja kerjanya. Lalu dia menatap Tasha masih diam seperti orang begok.
"Pijitin dulu kaki ku," pinta Ando.