"Aku menyesal nikah sama suami sifat Gay," ngeluh Tasha sambil main pipet di gelas sudah meleleh es nya.
"Sabar, semua butuh proses," hibur Lely sembari menepuk pelan bahunya.
Tasha mendengkus, "Sabar mulu katamu, padahal aku sudah bela-belain biar dia gak kena hukuman sama ibunya sendiri. Eh, tiba di kantornya. Terus dia bilang ke ibunya, kalau dia mau jadikan aku sekretaris pribadinya. Senang dong saat itu, apalagi dia juga bilang ke ibunya, akan mengakui aku itu istrinya bukan pembantu, tapi ...."
"Tapi?"
"..., tapi, dia malah minta aku pijitin kakinya?! Omongan dia gak bisa dipercayai, aku menyesal menuruti perintahnya," ngeluh Tasha kemudian.
Kali ini Tasha benar-benar sudah kesal pada Ando. Apalagi di kantor, dirinya seperti pesuruh sana sini. Apalagi Ando dengan seenak jidat meminta tolong pada Tasha buat minuman untuk tamunya. Ya, tamu teman lamanya.
Apalagi sikap Ando benar-benar keterlaluan, bahkan dia pengin banget keluar dari sarang ular itu. Seakan wajah Tasha itu benar-benar seperti pembantu.
Tak berapa lama ponsel Tasha berdering. Tasha cuma mempelototi ponsel di meja. Nama sangat jelas di layar ponselnya. TUAN ANDO. Lely yang lihat pun memandang temannya.
"Kenapa gak di angkat, dia pasti khawatir sama kamu," tegur Lely.
"Biarin, aku malas mengangkatnya. Palingan dia minta aku kembali ke kantor, terus suruh perintah hal gak pantas lagi," ucap Tasha memilih menenggelamkan wajahnya di dua tangan dia lipat.
Ponsel Tasha terus berdering hingga nada itu berhenti sendiri. Lely menghela. Dia juga tidak bisa menghibur temannya satu ini. Kadang Lely juga sependapat dengan pemikiran Tasha. Posisi Tasha memang memperhatikan. Apalagi Ando juga keterlaluan padanya. Memang Tasha itu siapa? Sosok pembantu siap ditindas.
Kembali ke kantor, Ando mendecih beberapa kali. Melihat layar ponsel nama tertera Tasha. Tidak ada satu pun panggilan telepon diangkatnya.
"Ke mana sih, tuh, orang?! Pekerjaan belum kelar, main pergi saja. Ada niat kerja gak sih?!" ngomel Ando.
Linda yang ada di meja kerjanya, hanya menggeleng. Siapa juga bisa tahan, sikap Ando kayak gitu. Pasti dong seorang gadis seperti Tasha merasa kecewa. Telegram berdering.
"Ya, Halo, Pak. Ada yang bisa saya bantu?" jawab Linda cepat.
"Sediakan mobil, aku mau keluar. Kalau ada yang mencariku, bilang saja aku ada urusan," ucap Ando kemudian, dan mengakhiri percakapan.
Linda sudah hafal sikap nada bicara di telepon. Pastinya Ando kesal pada Tasha. Linda pun menjalankan tugasnya. Beberapa kemudian Ando keluar dengan wajah sangat tidak bersahabat. Dia pun hendak menoleh menatap Linda.
"Mobilnya sudah di depan lobi, Pak," ucap Linda sebelum Ando bertanya. Ando tidak membalas dia langsung memilih melangkah ke lantai utama.
Hari telah hampir sore, Tasha pun bersiap untuk pulang. Dia tidak akan kembali ke kantor Ando. Dia sudah tidak semangat lagi. Dia lebih menyukai di rumah. Melakukan pekerjaan seperti biasa.
"Sudah mau balik?" tanya Lely. Tasha mengangguk.
"Gak mau tunggu Ando jemput?" tanya Lely lagi.
Tasha berhenti memasukan ponsel ke tasnya. "Maksud mu?"
"Tadi aku telepon ke kantor Ando. Meminta Ando jemput kamu di sini. Setidaknya selesaikan secara pribadi. Kamu bisa jelaskan semua rasa kekesalanmu padanya. Keluhan mu. Setidaknya dia mengerti," kata Lely.
Tasha melanjutkan masukan ponsel ke tas. Dia malah mengacuhkan kebaikan Lely. Tetap saja rasa harga diri Tasha sudah tidak dihargai lagi.
"Percuma, dia gak akan mungkin jemput aku. Mending aku pulang menggunakan taksi daripada menunggu sampai besok malam juga gak akan datang," ujarnya kemudian.
Lely cuma mendengar dan memperhatikan sikap Tasha. Lely mengerti, akan sulit.
****
Sampai di rumah, Tasha masuk. Dia memilih ke kamar, melihat di dapur tidak ada hal yang akan dia lakukan. Moodnya saat ini tidak mendukung. Saat dia hendak mengangkat kaki pada anak tangga pertama. Sumber suara itu mengagetkannya.
"Darimana saja kamu?"
Tasha tertegun ketika suara itu menggema di telinga sangat tajam. Tasha menoleh, di sana Ando sudah dari tadi menunggu kepulangannya. Niatan Ando tadi memang cari udara segar. Tapi rasa gundahnya memilih kembali ke rumah.
Dia takut jika ibunya, Veranda mengetahui bahwa dia mengingkari janji sebagai seorang suami untuk si gadis pendek itu. Ando tau, bahwa Veranda lebih peduli pada Tasha daripada dirinya.
"Jalan-jalan," jawab Tasha singkat. Kemudian dia melanjutkan langkah kaki pada anak tangga.
Suasana hati Tasha kali ini sedang tidak ingin berdebat. Dia benar-benar mau tenangkan diri. Jikalau Ando mengajak ribut. Lebih baik Tasha memilih diam. Percuma dia tidak akan bisa menang dengan perang mulut dengan suami yang egois seperti Ando.
"Jalan-jalan apa mau selingkuh? Sebenarnya niatan kamu itu mau kerja apa gak sih?" komplain Ando bangkit dari duduknya yang dari tadi menunggu hingga pantatnya pegal.
"Terserah Tuan, mau katain Tasha gimana, Tasha hari ini lagi malas perang mulut dengan Tuan. Permisi, Tasha mau ke kamar dulu," ujar Tasha berlalu menaiki anak tangga secara terburu-buru. Tasha tak beri Ando memprotes kata-kata padanya.
"Kamu!"
Ando hanya memandang punggung Tasha telah menjauh dari penglihatannya. Ando ingin menegur gadis pendek itu. Tetapi niatan itu dia urungkan. Ando merasa gadis pendek itu sedikit aneh apalagi pengucapannya sedikit ketus.
Ando pun kembali ke duduknya, kemudian mengambil dibuka channel. Dia akan duduk diam sembari mencari suasana hati yang kalut.
Sudah tiga menit, Ando mengganti channel televisi tidak ada satu pun channel yang membuat dirinya tertarik. Dia terus memikirkan gadis pendek itu setelah usai percakapan tadi.
Dia pun bangun dari duduk dan memilih ke kamar untuk melihat Tasha.
Tasha sedang posisi menyamping, dirinya tidur. Tasha begitu pulas. Ketika Ando buka pintu kamar, dia hanya memandang punggung seorang gadis tengah tertidur sangat lelap.
Lagi-lagi Ando kembali menutup pintu. Niatan dia pengin gangguin gadis itu. Tapi lihat posisi tidurnya, Ando malah memilih turun dari sana. Dia ke dapur dan buka kulkas.
Hari telah petang, Tasha merasa badannya sudah ringan. Dia pun bangun dan melihat sekitar kamarnya. Baru kali ini, dia merasa hidupnya tidak di ganggu oleh siapa pun. Dia pun turun dari tempatnya, dan mengikat rambut. Setelah itu saat dia buka pintu kamar untuk keluar. Dia mencium sesuatu yang tidak asing banget. Lalu dia melihat arah dapur. Tasha menemukan warna putih tebal di sana. Segeralah dia turun.
"Kebakaran! Kebakaran!" Tasha dengan panik segera mengambil selang di mana dia selalu tersedia.
Ando terbatuk-batuk melihat pancinya mengeluarkan asap tebal. Dengan cepat Tasha membuka jendela kecil untuk asap itu segera keluar dari sana.
"Tuan sedang apa?!" Tasha bertanya pada Ando. Tasha panik bukan main. Baru pertama kali Tasha melihat Ando berada di dapur.
Ketika dia melihat isi panci itu, daging telah gosong. Tasha berpikir sejenak, apakah Ando mencoba untuk masak sendiri? pikir Tasha.
"Aku lihat kamu tidur, jadi gak berani bangunin kamu. Makanya aku berniat buat masak. Masak biar kamu gak repot asyik buatin makan malam buat aku. Bukankah, tugas aku itu menggantikan dirimu?" jawab Ando, masih belum berhenti batuk yang menyengat ke hidungnya.
Tasha tertegun mendengarnya. "Segitu, kah, dia lakukan atas perintah dari Nyonya?" batin Tasha.
"Tuan bisa bangunin Tasha. Kalau Tuan lapar," ucap Tasha melunak.
Ando menarik napas dalam-dalam, dia sudah normal tidak seperti tadi. Benar-benar menyiksa. "Ya sudah, beresin semua. Kita makan di luar saja," ujarnya kemudian, lalu dia meninggalkan dapur, tinggal Tasha seorang diri.
Saat Tasha akan bereskan dapur, Tasha tercegah yang dia lihat. "YA TUHAN, TUAN ANDO!"
****
AYO! MANA LOVE & KOMENNYA. MAAF LAMA UPDATE. SIBUK DI DUNIA REAL. FULL JOB. HEHEHE....