Azka menghela napas panjang, menahannya sesaat sebelum melepaskannya dengan amat perlahan. Nyata benar alangkah dia berusaha mengundang kesabaran serta ketenangan. Ketenangan yang dia tahu, tengah ‘diacak-acak’ oleh suatu kekuatan yang tak kasat mata. “Kenapa begini sih? Apa kemampuanku yang menurun? Kurang konsentrasi? Atau apa? Tapi masa begitu? Kemarin-kemarin lancar saja,” gerutu Azka sendirian. Jari-jarinya mengetuk-ngetuk setir mobilnya dengan irama tertentu. Ia berpikir keras, menimbang-nimbang sejumlah pilihan yang terhampar di depannya. ‘Minta tolong. Enggak. Minta tolong. Enggak. Kasih tahu. Enggak. Kasih tahu. Enggak. Libatkan. Enggak. Libatkan. Enggak,’ pikir Azka berulang-ulang. Namun sekelebatan bayangan Ryn yang