22. Kesan Pertama

1490 Words
            “Sebelah kiri itu bangunan untuk asrama putra, nah kalau yang sebelah kiri ini baru bangunan untuk asrama putri. Tapi, kalo Kinan mau lebih mudah bedainnya, bangunan asrama putri itu warna biru dan yang warna putih itu asrama putra.”             Kinan mangut-mangut mengerti ketika Ibu Ana menjelaskan beberapa hal kepadanya, sekarang ini mereka bertiga—dengan Mama Anti juga, sedang berada di bagian belakang yang menghadap langsung pada dua bangunan saling berhadapan yang merupakan bangunan milik asrama kartapati. Tadi Kinan langsung menyetujui ketika Ibu Ana mengajaknya untuk langsung melihat asrama, selagi masih ada mamanya Kinan mau-mau saja, karenaa jika sampai bertemu dengan penghuni lain dia bisa sedikit mengatasi rasa canggungnya jika ada sang mama di dekatnya.             Kinan memperhatikan setiap bagian yang ada di hadapannya saat ini, gadis itu tidak bisa berbohong kalau asrama ini benar-benar bagus dan terlihat sangat amat bersih. Walaupun tempat kos Kinan yang sebelum-sebelumnya juga sama bersihnya, namun entah mengapa kelihatannya berbeda saja dengan asrama kartapati. Asrama ini lebih terlihat enak dipandang dan membuat orang-orang akan betah tinggal di tempat seperti ini.             “Ayo, lanjut lagi,” ujar Ibu Ana yang memimpin jalan ke arah kanan, mereka akan mendatangi asrama putri.             Selama perjalanan itu Ibu Ana terus-menerus memberitahu beberapa hal yang mereka lihat, dia bahkan memberitahu bahwa taman kecil yang berada di tengah-tengah antara perbatasan asrama putra dan putri itu seringkali dijadikan tempat bersantai oleh para penghuni jika sedang bosan berada di dalam asrama mereka.             “Asrama putra udah penuh kamarnya, ada total enam anak di sana. Dan di asrama putri sisa satu kamar yang kosong, kamarnya sempat ditempatin sama Tarisa selama satu tahun dan nggak dibolehin sama dia buat disewain sama siapa-siapa,” kata Ibu Ana memberitahu.             “Loh, tapi sekarang aku mau nyewa kamarnya apa enggak apa-apa, Bu?” tanya Kinan langsung khawatir, dia baru tahu tentang kabar itu karena sang papa tidak memberitahunya sebelumnya. Jika Kinan mengambil kamar anak dari Ibu Ana, apa nantinya gadis kecil itu tidak akan marah padanya?             Tapi tadi ketika mereka bertemu Tarisa terlihat biasa saja dan justru menyapanya dengan ramah? Kinan jadi bingung sendiri.             “Enggak apa-apa, Kinan. Jangan khawatir karena Bapak sudah izin dulu sama Tarisa sebelumnya. Sekarang juga dia udah jarang nginep di kamar yang di asrama karena lagi sibuk sama semua pelajaran di kelas dua belas, Tarisa udah bilang kalo kamarnya boleh disewain lagi kalo memang mau disewain, jadi kamu jangan khawatir, ya,” jawab Ibu Ana dengan ramah, Kinan juga dapat merasakan usapan lembut dari Ibunya di punggungnya tanda menenangkan Kinan yang mudah khawatir ini.             “Oke, kalo gitu, Bu.” Kinan tersenyum kecil.             Mereka akhirnya sampai di depan pintu asrama putri. Bangunan bertingkat dua itu akan menjadi rumah baru Kinan untuk tiga bulan ke depan. Kinan memperhatikan bagian depannya, pintu utama masih tertutup rapat dan di bagian depan ada rak sepatu yang berisi beberapa pasang sandal dan sepatu di sana.             Bagian depan asrama putri juga terlihat bersih dan rapi sehingga Kinan jadi senang melihatnya, dengan begini saja dia sudah bisa menebak bahwa orang-orang yang tinggal di dalam sini sepertinya orang-orang yang cukup menjunjung tinggi kebersihan.             “Kayaknya hari ini ada Rea di rumah, tadi pagi Ibu sempat ketemu dia di dapur soalnya.”             Ibu Ana langsung mengetuk pintu utama asrama dan memencet belnya beberapa kali. Entah mengapa Kinan jadi deg-degan sendiri karena sebentar lagi dia akan bertemu dengan seseorang yang akan menjadi teman asramanya. Entah siapa yang akan keluar dari pintu tersebut dan seperti apa rupanya yang pasti Kinan sangat gugup sekarang.             Kinan memang seperti ini setiap kali bertemu dengan orang baru, dia akan mudah gugup dan bingung harus melakukan apa. Bahkan sekarang tanpa sadar Kinan sudah meremas bagian ujung baju milik mamanya karena kegugupan yang sedang melanda. Sang mama hanya mengusap tangan anak gadisnya itu untuk menenangkan karena dia tahu sekali bahwa Kinan amat sangat gugup saat ini.             Setelah beberapa kali membunyikan bel dan mengetuk pintu akhirnya Kinan bisa mendengar suara langkah kaki dari dalam sana disusul dengan suara teriakan ‘sebentar!’ yang cukup keras. Tidak membutuhkan waktu lama sampai akhirnya pintu itu terbuka dengan sempurna dan Kinan langsung bisa melihat penampakkan seorang gadis yang membukakan pintu tersebut.             “Ibu Ana ...?” Gadis itu menatap Kinan dan mamanya bergantian dengan bingung. “Maaf, Bu, tadi Rea lagi cuci baju makanya kurang dengar. Kenapa, Bu?”             Oh, ini yang namanya Rea, pikir Kinan dalam kepalanya sambil memperhatikan gadis itu.             “Ini Rea, ada penghuni baru yang bakalan nempatin kamarnya Tarisa. Sekarang Ibu mau kasih tau beberapa hal tentang asrama. Ayo, sini kamu kenalan dulu sama dia,” ujar Ibu Ana pada Rea, gadis itu mengerjap cepat namun langsung membuka pintu lebih lebar dan keluar dari dalam asrama untuk berhadapan langsung dengan Kinan yang terlihat gugup.             Rea yang lebih dulu mengulurkan tangannya. “Oreana Gantari, tapi bisa panggil Rea aja.”             Kinan pun turut menyambut uluran tangan itu. “Kelana Kinanti, panggil Kinan aja,” balasnya dan langsung melepaskan tautan tangan mereka, Kinan sangat gugup sehingga dia menghindari kontak mata yang terjadi di antara dirinya dan juga Rea.             Kinan melirik ketika Rea berkenalan dengan mamanya dan sang mama sempat berkata bahwa mohon bantuannya untuk menjaga Kinan yang akan menyewa kamar di asrama ini selama beberapa bulan ke depan. Rea pun hanya tersenyum ramah dan berkata bahwa dia siap untuk melakukan apa yang mamanya katakan tadi.             “Ibu, memangnya kamar Tarisa udah boleh disewain, ya?” tanya Rea setelah sesi perkenalan itu habis. Gadis itu memang penasaran sedari tadi maka dari itu pertanyaannya langsung dia ajukan begitu saja walaupun masih ada Kinan dan mamanya di hadapan gadis itu saat ini.             “Udah, Rea. Bapak sama Ibu memang belum bilang, tapi nanti bakalan dikasih tau kok ke yang lain juga.”             Rea mangut-mangut mengerti, dia sempat melirik Kinan sekali lagi dan ketika tatapan mereka bertemu Rea langsung menyunggingkan senyum ramah namun Kinan membalasnya dengan senyuman yang amat canggung dan langsung membuang pandangannya ke arah lain untuk menghindari kontak matanya dengan Rea.             “Pindahannya sekarang? Ada yang bisa aku bantu kah untuk pindahan barangnya?” Pertanyaan Rea barusan membuat Kinan langsung menatap ke arah gadis itu dengan tatapan tak percaya.             Jujur saja Kinan cukup kaget dengan respons cepat tanggap yang Rea berikan barusan. Padahal selama ini ketika Kinan menempati beberapa tempat berbeda di saat ada lomba di kota lain, dia tidak pernah menemukan penghuni yang seramah Rea apalagi sampai mau menawarkan bantuan untuk membawakan barang di saat mereka baru saja bertemu dan berkenalan.             Penghuni di tempat-tempat yang sebelumnya bahkan ketika diajak berkenalan hanya mengangguk saja dan menyebutkan nama setelah itu mereka akan masuk ke kamar masing-masing seolah-olah tidak ada yang terjadi sebelumnya. Tidak ada yang pernah menawarkan bantuan seperti Rea sekarang, maka wajar saja jika Kinan kaget luar biasa.             Rea juga selalu tersenyum ketika tidak sengaja bertemu tatap dengan Kinan, padahal Kinan sebisa mungkin menghindari tatapannya dari gadis itu tetapj dia tetap saja diperhatikan.             “Enggak apa-apa Rea, kamu bisa lanjut aja cuci bajunya. Nanti ada Bapak sama Ibu yang dan kedua orangtua Kinan juga yang bisa bawakan barangnya, yang penting kamu udah kenalan duluan sama Kinan. Anak-anak lain belum pada pulang, ‘kan?”             Rea menggeleng kecil. “Belum, Bu. Paling sebentar lagi sih, Rea juga kebetulan nggak ada kelas hari ini dan libur kerja makanya seharian bisa di asrama.”             “Iya udah kalo gitu, kamu kalo mau lanjut lagi mencucinya silakan.”             Rea tersenyum sembari mengangguk, lalu dia berpaling pada Kinan. “Salam kenal, Kinan! Nanti kita ngobrol, ya. Aku mau cuci baju dulu sebentar,” kata gadis itu dengan ceria yang hanya bisa Kinan tanggapi dengan anggukan kecil karena dia masih belum terbiasa menghadapi sikap Rea yang terlalu friendly seperti itu, atau lebih tepatnya Kinan belum pernah bertemu dengan orang-orang seperti Rea. Kinan juga memperhatikan ketika Rea memberikan sapa singkat kepada Mamanya dan juga Ibu Ana untuk kembali pamit masuk ke dalam tanpa menutup pintu.             Jujur saja, Kinan merasa senang dan juga takut di saat bersamaan. Sifat Rea yang ramah seperti itu sangat berbanding terbalik sekali dengan Kinan. Kinan sangat senang karena ada kemungkinan bahwa gadis itu yang akan membuka pembicaraan lebih dulu ketika mereka mengobrol nanti, sebab Kinan adalah tipe orang yang tidak bisa membuka pembicaraan. Namun, di sisi lain Kinan juga jadi takut jika dia tidak bisa mengimbangi sifat gadis itu ataupun para penghuni lainnya.             Bagaimana jika seandainya nanti Kinan lebih pasif dan sulit untuk mengakrabkan diri?             Hanya hal itu saja yang Kinan takutkan tentang dirinya sendiri.             Tapi, untuk keseluruhan hal yang ada di asrama ini nyatanya benar-benar melambung tinggi sekali dari ekspektasinya. Asrama ini bahkan sangat-sangat nyaman sampai Kinan sendiri bingung bagaimana harus menjelaskan perasaan bahagianya saat ini. Dimulai dari bangunannya yang sungguh bagus, pemiliknya yang baik dan bahkan sampai penghuninya yang sangat ramah.             Kesan pertama Kinan tentang asrama ini benar-benar amat sangat bagus dan Kinan sekali karena papanya sudah membawa dirinya ke tempat ini. Semoga saja untuk ke depannya juga Kinan bisa merasa lebih nyaman dan jika bisa dia juga ingin mengakrabkan diri dengan para penghuni yang lain.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD