Bangunan putih dua lantai itu masih terang saat Carina sampai. Rumah siapa lagi kalau bukan rumah sahabat baiknya, Syaquilla. Melihat lampu yang masih menyala, Carina tahu kalau wanita beranak satu itu belum tidur. Carina meraih ponsel dari dalam tas nya dan menghubungi nomor sahabatnya. Syaquilla langsung mengangkat panggilannya pada deringan kedua.
"Assalamualaikum." Sapa Syaquilla dengan suara halusnya.
"Waalaikumsalam. Kamu dirumah La?"
"Iya, kamu dimana? Udah balik ke Indo?" tanyanya. Ya, hanya Syaquilla kerabatnya di Indonesia yang tahu mengenai kepergian Carina ke Turki selama sebulan ini.
"Udah. Ada titipan dari Granny juga buat kamu." Jawab Carina. "Uncle ada?"
"Gak ada. Uncle lagi ada seminar di Bali." Jawab Syaquilla lagi.
"Ya udah, buka pintunya!" perintahnya sebelum menutup telepon. Dan sepertinya Syaquilla menyadari maksud ucapan Carina. Karena tak lama setelahnya terdengar suara gemerincing kunci saat gembok pintu pagar dibuka dan muncullah wanita berhijab berparas cantik di baliknya.
Syaquilla membuka pintu pagar semakin lebar. Carina memasukkan mobilnya ke halaman rumah sahabatnya itu. Ia meraih tas tangannya dan berjalan masuk bersamaan dengan Syaquilla yang sudah kembali mengunci pagar rumahnya. "Uncle ke Bali. Kamu ditemenin siapa?" tanyanya penasaran.
"Ada Ilker sama Akara." Jawab wanita itu seraya merangkulkan lengan mungilnya pada pinggang Carina.
Ilker adalah adik Syaquilla dari ibu sambungnya, Caliana. Yang merupakan tante Carina. Sementara Akara adalah putra dari adik sepupu ayah Syaquilla, Lucas. Yang menikah dengan Gisna, sahabat dari ibu sambungnya.
Mereka masuk lewat pintu penghubung garasi yang langsung menuju dapur. Tampak langsung olehnya kedua remaja berbeda empat belas bulan itu tengah menonton tayangan animasi yang ada di TV. Saat Carina mengucap salam, keduanya menyambut Carina dengan senyum cerah seraya mencium punggung tangannya bergantian. "Mana Fali?" tanya Carina pada Akara. Fali, kepanjangan dari Falisha adalah kakak kembar dari Akara. Gadis mungil yang kecerewetannya melebihi terompet tahun baru. Yang jahilnya lebih diatas rata-rata namun bisa membuat orang rindu.
"Fali ditinggal di rumah." Jawab Akara singkat.
Baiklah, jika kembar beda kelamin itu berpisah. Itu tandanya kedua kembar itu sedang tidak akur. Semua orang di keluarga sudah paham akan hal itu.
Carina kini menoleh pada Syaquilla. "Dimana Baby Ay?" tanyanya. Syaquilla menunjuk kamarnya yang setengah terbuka. Memperlihatkan balita gemuk yang tengah tertidur dengan mulut setengah terbuka. Carina menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan lelah. "Kirain masih bangun." Keluhnya, yang membuat Syaquilla terkekeh.
"Dia kecapean, udah banyak bertingkah di depan dua uncle nya." Jawab Syaquilla santai. Carina hanya bisa mengangguk pasrah. Syaquilla kemudian berjalan menuju pantry, dan Carina memilih untuk mengikutinya. "Mau minum apa?" Tawar sahabatnya itu.
"Pasti gak ada soda?" tanya Carina. Syaquilla menggeleng. "Es kopi aja." Pintanya. Syaquilla mengangguk. Wanita itu kemudian menyalakan kompor dan meletakkan panci di atasnya. Menuang sedikit air dan mendidihkannya.
Sambil menunggu air mendidih, Syaquilla mengambil gelas dan kopi instan yang ada di lemari. Menuangkannya dan menyeduhnya dengan air panas sampai seperempat gelas. Mengaduknya dan meletakkan banyak es batu ke dalamnya sebelum kembali menambahkan air dingin dan memberikannya pada Carina. "Pesanan anda siap, Nona." Ujarnya dengan gaya seorang pelayan café, membuat Carina terkekeh.
"Terima kasih, Mba. No tips ya." Jawab Carina dan meyeruput es kopinya pelan.
"Kapan kamu balik?" Tanya Syaquilla lagi setelah Carina meletakkan gelas minumannya.
"Kemarin." Ucapnya datar. Jemarinya yang ramping menyusuri permukaan gelas. "Aku mampir dulu ke rumah Granny, nginep disana dan baru balik kesini tadi." Lanjutnya. Syaquilla hanya mengangguk seraya menyeruput kopinya sendiri.
"Gimana kabar keluarga disana?" tanya Syaquilla lagi. Carina tahu itu sekedar basa-basi, karena Syaquilla adalah tipe family lovers yang selalu berhubungan dekat dengan keluarganya. Namun ia tetap menjawab.
"Everyone is good. Healt and happy." Kekehnya. Syaquilla turut tertawa. Carina membuka tas nya dan menyerahkan sebuah kotak pada Syaquilla. "Buat dedek Ayla." Ucapnya. Syaquilla membuka kotak itu dan melihat sebuah topi rajut berinisialkan A berwarna merah muda. "Granny bikin sendiri katanya."
Syaquilla tersenyum dan mencium topi rajut berbahan katun s**u itu dengan penuh syukur. Dia pernah memiliki topi seperti ini. Berinisialkan hurufnya sendiri. dan bahkan sampai saat ini ia masih menyimpannya meskipun sudah tak muat lagi. "Ayla pasti suka." Ucapnya. Carina hanya mengangguk setuju.
Carina meninggalkan Syaquilla dan memilih untuk masuk ke kamar dimana bocah cantik itu berada. Ia kemudian membaringkan tubuhnya di sisi kanan tubuh balita itu, memiringkan tubuhnya seraya menyangga kepala dengan telapak tangannya dan melihat wajah si balita yang teramat cantik itu. Jemari lentiknya terangkat dan menyentuh pipi balita itu dan lalu terkekeh geli setiap kali melihat balita itu menepis tangannya menunjukkan ketidaksukaannya.
"Ada apa?" Syaquilla mengikutinya dan duduk di sisi lain tempat tidur. Mata sendunya menatap langsung ke arah Carina. Jelas Syaquilla tahu ada yang salah dengan Carina. Jika tidak, mana mungkin sahabatnya itu datang malam-malam seperti ini dan menemui Ayla. Carina selalu menjadikan Ayla semacam obat yang bisa menyembuhkan segala macam luka di hatinya.
"Aku menyerah." Jawab gadis itu lirih. Syaquilla mengerutkan dahi seketika. Caina mengangkat bahu dengan gerakan tak acuh. "Aku ikuti aja apa maunya ayah." Lanjutnya. Ia kemudian mengubah posisi tidurannya menjadi terlentang. Memandang kosong ke arah langit-langit kamar. Syaquilla memilih diam, membiarkan sahabatnya itu untuk mengeluarkan isi kepalanya. "Rasanya bosan juga kalau aku terus lari, tapi gak ada tujuan sama sekali. Mungkin inilah waktunya aku menetap." Ucapnya dengan nada sedih yang terselip diantara setiap kalimat.
Syaquilla masih memandanginya dengan tatapan sendunya. "Bismillah, Rin." Bisik sahabatnya itu. "Tidak ada orangtua yang mau anaknya menderita. Tidak ada orangtua yang menginginkan hal yang buruk bagi anaknya." Lanjutnya. "Mungkin dia memang jodoh yang terbaik buat kamu, siapa yang tahu." Jawab Syaquilla tanpa ragu.
"Meskipun gak ada cinta?" mata Carina kini memandang Syaquilla.
"Apa yang kamu sukai, belum tentu baik bagimu. Dan apa yang tidak kamu sukai, bisa jadi itu yang terbaik bagimu." Jawab Syaquilla, mengutip salah satu isi dari Al-Qur'an yang ia tahu. "Mungkin saat ini 'belum' ada cinta. Tapi setelah kalian bertemu, siapa tahu?" Syaquilla mencoba meyakinkan sahabatnya. "Aku gak bisa komentar tentang urusan hati, Rin. Aku gak bisa meramalkan masa depan juga. Tapi yakinlah bahwa Allah akan membuka hati kamu perlahan-lahan jika dia memang jodoh kamu.
Kenali dia lebih dalam. Jangan cari kekurangannya, karena kalau kita terus mencari kekurangannya, yang ada kita malah akan semakin tidak menyukainya. Tapi cari semua kelebihan yang ada dalam dirinya. InsyaAllah, semua akan berakhir indah pada waktunya. Bukankah dulu kamu juga bilang gitu sama aku?" tanya Syaquilla lagi.
Carina meringis mendengarnya. Dulu, kalimat itu seolah kalimat terbijak yang bisa ia ucapkan pada sahabatnya. Tapi sekarang? Ia merasa itu menjadi semacam bumerang yang meluluhlantakkannya secara perlahan.
Carina menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan. Harus ia akui bahwa sebenarnya ia merasa iri pada sahabat-sahabatnya.
Meyra, sahabat masa kecilnya itu telah berhasil mendapatkan pujaan hatinya. Berakhir bersama dengan pria yang dicintainya meskipun ia melewati semuanya dengan banyak kesulitan dan rasa sakit hati yang bertubi-tubi.
Lalu Syaquilla, pada akhirnya dia juga menikah dengan pria yang dicintainya selama separuh hidupnya. Meskipun dengan penuh perjuangan dan drama di dalamnya. Tapi akhir bahagia berhasil sahabatnya itu capai.
Sementara Carina?
Mimpinya harus kandas bahkan sebelum dimulai. Bukannya dia tidak memiliki seseorang yang ia cintai. Sejak lama, ada seseorang yang ia sematkan dalam hatinya. Sama seperti kedua sahabatnya yang memendam cinta. Carina pun sama. Namun berbeda dengan kedua sahabatnya. Sejak awal, ia tahu bahwa hubungan antara dia dan pria itu tak mungkin. Pertanyaannya, kenapa Tuhan masih membiarkan perasaan itu menetap di dadanya?
"Mungkin memang sebaiknya begitu." Carina akhirnya bersuara. "Setidaknya aku akan mencoba. Ya siapa tahu dia setampan Ben Barnes saat dia menjadi Prince of Caspian dulu." Kekehnya.
Meskipun diucapkan dengan gaya bergurau. Syaquilla tahu, kesedihan lebih mendominasi hati sahabatnya.
___________________________________
Yang belum lihat visualnya bisa cek di IG Restianirista.Wp ya...
yang belum tap ♥️ jangan lupa tap dulu ❤️ nya...