Rocky berjalan mengikuti Blade ketika pemuda itu akan meninggalkan kediamannya. Pemuda itu sadar jika Rocky tengah mengikutinya namun Blade berusaha untuk tidak peduli. Bukan ia takut, Blade hanya tidak ingin mencari masalah. Namun tidak demikian halnya dengan Rocky. Malam ini rasanya ia sedang ingin mencari masalah. Ia meraih bahu Blade dan menariknya kasar, membuat pemuda itu terpaksa berhenti dan membalik badan.
“Ada apa?” tanya Blade tenang.
“Apa hubunganmu dengan Ivy?” tanya Rocky sambil menatap tajam pada Blade.
“Sebelum kujawab, kenapa tidak kau dulu yang memberitahu apa hubunganmu dengan Ivy?” balas Blade tetap tenang.
“Sial!” umpat Rocky geram kemudian. “Jawab saja!”
Jika bukan berkaitan dengan Ivy, Rocky tidak akan pernah menunjukkan sisi dirinya yang seperti ini. Ia yang selama ini terkenal ramah, tidak pernah terlihat emosi ketika terlibat dengan musuh sekalipun.
Blade tersenyum samar dan menjawab berani. “Aku punya hak untuk tidak menjawab.”
Rasanya Rocky ingin kembali memaki, namun ia sadar hal itu percuma. Blade kelihatannya bukan tipe orang yang dapat digertak. Akhirnya dengan terpaksa ia menjawab. Mengemukakan hal yang selama ini tidak pernah lagi diucapkan. “Aku kakaknya.”
Begitu Rocky menjawab, Blade menepati perkataannya. Ia juga memberikan jawaban. “Aku temannya.”
“Teman seperti apa?” cecar Rocky. Teman macam apa yang saling berpelukan di tengah jalan? Teman macam apa yang hampir berciuman di dapur rumah sang perempuan?
“Kenapa tidak tanyakan sendiri pada Ivy?” tanya Blade heran.
Rocky mengembuskan napas kencang. Berusaha menahan emosi yang mengancam akan kembali meledak.
Melihat Rocky diam saja, Blade segera berpamitan. “Kalau tidak ada lagi yang ingin kau tahu, aku pergi.”
“Jangan macam-macam dengan Ivy,” ujar Rocky penuh peringatan sebelum Blade berlalu.
Blade tersenyum lebar lalu berujar, “aku berniat serius dengannya.”
Setelah menyaksikan sendiri Blade pergi dengan motornya, Rocky berjalan tergesa kembali ke dalam lalu langsung menuju tangga.
“Kau mau ke mana?” cegat Aaron sigap yang sejak tadi duduk menunggu Rocky di tangga.
Rocky menepis tangan Aaron dengan tergesa. “Menyusulnya ke kamar.”
Dari suara Rocky, Aaron tahu sahabatnya itu masih sangat marah. Emosinya masih tinggi dan bisa kembali meledak kapan saja.
“Jangan sekarang.” Aaron menahan d**a Rocky dan menggeleng tidak setuju. “Tenangkan dulu dirimu. Kalau kau menemuinya sekarang, kalian hanya akan berakhir saling memaki lagi.”
“b******k!” Entah sudah berapa kali Rocky memaki malam ini. Ia mengacak rambutnya dengan kasar kemudian meninju pegangan tangga. Namun dalam hati ia mengakui kebenaran kata-kata Aaron. “Aku benar-benar lelah menghadapi anak itu!”
“Ikutlah bersamaku,” pinta Aaron serius. “Aku tidak tenang meninggalkanmu di sini.”
“Aku ingin ke Riverside Point,” putus Rocky tanpa dipikir.
“Aku temani.” Meski terkejut dengan tujuan yang Rocky pilih, namun Aaron tidak akan meninggalkan sahabatnya itu.
Bukan hanya Aaron yang terkejut, Javier yang memang sedang berada di Riverside Point juga sama terkejutnya melihat kemunculan Rocky di sana. Pasalnya, Rocky begitu membenci hal-hal yang berbau dunia hiburan malam. Jika tidak terpaksa, sebisa mungkin Rocky akan selalu menghindari tempat-tempat semacam itu.
“Ada apa dengan Rocky?” Javier berbisik pada Aaron setelah memastikan jarak mereka cukup jauh dari Rocky.
“Lebih baik jangan bertanya apa-apa padanya,” ujar Aaron cepat. “Berikan saja dia minuman. Kurasa itu akan membantu.”
“Ivy?” tebak Javier langsung.
Aaron mengangguk sambil mengembuskan napas lelah. “Memangnya apa lagi yang bisa membuat dia jadi sekusut ini.”
“Ada apa lagi kali ini?” tanya Javier heran.
“Anak itu membawa seorang laki-laki dan Rocky menemukan mereka sedang …, kau tahu sendirilah.”
“Di kamar?”
“Di dapur. Di atas meja.” Aaron sampai meringis ketika menceritakannya. "Perlu kuceritakan dengan rinci?"
Cepat-cepat Javier mengangkat tangan untuk mencegah Aaron. "Tidak perlu."
Aaron terkekeh geli melihat reaksi Javier. Padahal yang sebenarnya, ia juga tidak melihat jelas apa yang terjadi di antara Ivy dan Blade. Lagi pula, kedua orang itu tidak sempat melakukan adegan apa-apa karena Rocky keburu menggelegar dan mengejutkan keduanya.
“Lebih baik kita duduk sebelum dia curiga,” ajak Aaron. Ia tahu sekali adat buruk Rocky akan keluar jika suasana hatinya sedang kacau.
Javier setuju dengan ajakan Aaron dan mereka duduk menemani Rocky. Berusaha terlihat biasa saja, mengobrol santai dan membahas hal-hal umum.
"Aku ingin minta bantuan kalian," ujar Rocky setelah cukup lama.
"Katakan saja," sahut Javier cepat. Terlalu cepat bahkan.
"Tolong cari tahu siapa pemuda yang sedang dekat dengan Ivy. Aku ingin tahu latar belakangnya." Urusan mencari latar belakang orang, itu keahlian Javier. Sementara urusan melacak dan membuntuti orang, Aaron nomor satu.
"Apa yang akan kau lakukan?" tanya Aaron waspada.
"Aku belum tahu. Tergantung seperti apa informasi yang berhasil dikumpulkan tentang anak itu," jawab Rocky jujur. Ia memang belum memikirkan lebih jauh akan tindakan yang perlu diambilnya.
"Rocky, boleh aku bertanya sesuatu?" ujar Javier hati-hati.
"Hm?"
"Sebenarnya, apa alasan kau melakukan semua ini pada Ivy?"
"Maksudmu?"
Sebenarnya Javier tidak ingin mengatakannya, meski ia sudah lama memendam pertanyaan ini. Namun rasanya hal itu perlu diungkapkan. Rocky perlu tahu jika pola hubungannya dengan Ivy tidak sehat.
"Sampai kapan kau akan memperlakukannya seperti ini? Sampai kapan kau berpikir akan bisa menjaganya? Ivy sudah dewasa, dan ia berhak memiliki kehidupannya sendiri."
Cukup lama Rocky terdiam, hingga akhirnya ia memberikan jawaban. "Sampai dia bisa menjalani hidup dengan benar dan menemukan seseorang yang mampu menjaganya dengan baik."
***
Sejak Aaron memintanya untuk ke kamar, Ivy hanya terduduk di atas tempat tidur. Perasaannya begitu berkecamuk. Ada kesal, marah, juga sedih. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, dan tidak ada satu orang pun yang berada di sisinya untuk merayakan momen itu. Jangankan merayakan, memberi ucapan saja tidak. Alih-alih mendapat ucapan selamat ulang tahun, Ivy malah mendapat hardikan tajam yang menyakitkan. Jika bukan karena Aaron yang menahannya, Ivy pasti sudah pergi meninggalkan tempat ini.
Hal yang terjadi malam ini, benar-benar di luar rencana Ivy, dan ia sama sekali tidak bermaksud membuat Rocky marah. Ia tidak dengan sengaja mengundang Blade ke kediaman Rocky. Petang tadi, pemuda itu tiba-tiba menghubunginya dan mengatakan sudah berada di luar kediaman Rocky. Blade memang tahu tempat tinggal Ivy karena pernah mengantarnya beberapa kali.
Blade datang dengan kue dan hadiah ulang tahun untuk Ivy. Melihat maksud baik pemuda itu, Ivy tidak tega mengusirnya. Belum lagi hatinya tersentuh dengan perhatian dari Blade. Akhirnya setelah menimbang-nimbang sejenak, Ivy mempersilakan Blade masuk dan berniat mengajaknya makan malam. Tragedi terjadi ketika Ivy sedang memasak.
Percikan minyak panas dari penggorengan mengenai area sekitar mata Ivy dan membuat gadis itu menjerit. Blade yang sedang membantu Ivy memasak, cepat-cepat membawa gadis itu menjauh dari kompor dan mendudukkannya di atas kitchen island. Ketika Blade sedang memeriksa mata Ivy, saat itulah Rocky tiba-tiba datang dan mengamuk.
Kata-kata kejam yang terlontar dari bibir Rocky sangat melukai perasaan Ivy malam itu. Ini bukan kali pertama Rocky menghardik Ivy dengan kata-kata pedas, sudah terlalu sering bahkan. Tapi biasanya, Ivy memang berbuat salah.
Entah Rocky sedang memergokinya di kelab malam, atau sedang berpesta bersama pemuda tidak jelas. Lain waktu Rocky pernah memergoki Ivy sedang berciuman dengan preman di gang sempit dengan kondisi busana yang nyaris terlepas. Wajar jika Rocky mengamuk dan memakinya. Tapi malam ini berbeda. Ivy tidak berbuat hal-hal nakal yang pantas mendapat amukan sekasar tadi. Hatinya sungguh terluka.