Scent of Petrichor 7a

1034 Words
“Kau sedang apa di sini?” tanya Aaron heran ketika ia masuk ke ruang baca dan menemukan Rocky tengah berbaring santai di sofa. Memang bukan hal yang mengherankan kalau Rocky sering muncul di kediaman Aaron, tapi yang aneh adalah pria itu mengurung diri sendirian. Biasanya Rocky akan selalu membuat keramaian di kediaman Aaron, entah sibuk mengajak sahabatnya beradu argumen sepanjang waktu, atau sibuk berbincang seru dengan Zea, membicarakan aib sang suami. "Tidak boleh aku di sini?" balas Rocky dingin. "Hei, aku hanya bertanya!” seru Aaron terkejut mendengar balasan Rocky. “Heran saja melihatmu diam di sini sendirian." "Aku sedang malas melakukan apa-apa." "Aneh sekali. Kalau begitu kutinggal dulu." Aaron yang tadinya hendak mengerjakan sesuatu di ruang baca, memilih membatalkan niatnya. Sepertinya Rocky sedang membutuhkan ruang untuk sendiri. Baru saja ia hendak menutup pintu, tiba-tiba Aaron teringat sesuatu. "Rocky, bukankah hari ini ulang tahun Ivy?" "Hm." Rocky hanya bergumam malas sebagai jawaban. Kini Aaron paham mengapa sahabatnya jadi seaneh ini. Setiap hari ulang tahun gadis itu, suasana hati Rocky memang akan berubah buruk dengan sendirinya.  "Kau tidak menemuinya?" tanya Aaron hati-hati. "Kurasa dia juga tidak ingin aku temui." Sejak ulang tahunnya yang ke-16, Ivy selalu menolak kehadiran Rocky dan segala bentuk perhatian yang ia tunjukkan. Pesta atau hadiah, tidak ada yang Ivy terima. Padahal tahun-tahun sebelumnya, gadis itu selalu menunggu dengan penuh harap hadiah-hadiah dari Rocky.  Aaron tidak jadi keluar untuk meninggalkan Rocky sendirian. Ia malah kembali masuk dan duduk di seberang Rocky. "Sebenarnya ada apa dengan kalian?" "Maksudmu?" "Tidakkah kalian lelah terus bermusuhan seperti ini? Aku yang melihatnya saja lelah," ujar Aaron prihatin. "Kau yang melihatnya saja lelah, apalagi aku yang menjalani," balas Rocky skeptis. "Lalu kenapa tidak berbaikan saja?"  Rocky tersenyum sumbang. "Bukannya aku tidak pernah mencoba, tapi dia yang menutup semua kemungkinan untuk itu." "Anak itu ..., apa dia tahu perasaanmu untuknya?" tanya Aaron hati-hati.  Masalah perasaan Rocky untuk Ivy, pria itu tidak pernah mengakuinya dengan terus terang pada siapa-siapa. Tapi mereka yang mengenal Rocky dengan baik, pasti bisa memahami apa yang ia rasakan untuk adiknya itu. "Dia tidak tahu." "Kau tidak berniat memberitahunya?" Rocky memandang tajam pada Aaron. "Untuk membuat semua semakin kacau?" "Kenapa berpikir begitu?" Aaron mengernyit tidak mengerti. Untuk masalah mengatur strategi, kemampuan Aaron tidak diragukan lagi. Namun soal urusan percintaan, ia terbilang cukup polos. "Tanpa itu pun, semua sudah kacau. Tidak perlu ditambah lagi. Sampai kapan pun dia tidak perlu tahu perasaanku," ujar Rocky dingin. "Tapi tidak ada salahnya menemui dia di hari ulang tahunnya. Hanya kau yang dia punya." "Sayangnya dia tidak menganggap begitu." Ketika mengatakannya dengan nada getir, sorot mata Rocky pun terlihat sedih. Aaron berdiri cepat dan mengulurkan tangan untuk membantu Rocky berdiri. "Sudahlah. Ayo, kutemani kau menemui dia!" Refleks Rocky langsung duduk tegak. "Kau tahu dia di mana?" Tidak dapat dipungkiri, Rocky ingin tahu. "Sebentar kuperiksa dulu." Aaron menyalakan komputer yang ada di ruang baca, mengakses sistem keamanan yang ia kelola untuk mencari keberadaan Ivy. Tidak sulit menemukan gadis itu. Delapan tahun membantu Rocky mengawasi dan menjaga Ivy, membuat Aaron tahu tempat-tempat yang biasa gadis itu datangi. Tidak sampai sepuluh menit, Aaron sudah berhasil menemukan lokasi Ivy. "Dia di kediamanmu." "Kau akan menemaniku?" tanya Rocky ragu. Sejujurnya di satu sisi ia merasa enggan, namun sisi lain dirinya mengatakan hal yang bertentangan. Aaron mengangguk setuju. "Rocky, tapi sepertinya Ivy tidak sendiri." "Ada orang lain?" Seketika raut wajah Rocky berubah. "Hm. Ada kendaraan yang terparkir di halaman." "Apa dia membawa kekasih brengseknya lagi?" desis Rocky geram. "Sudah kubilang jangan pernah membawa laki-laki ke tempatku." "Tenang dulu, jangan terbawa emosi," ujar Aaron menenangkan. Sepanjang perjalanan dari kediaman Aaron menuju kediamannya, Rocky terlihat gelisah. Postur tubuhnya sangat tegang dan wajahnya terlihat menakutkan. Aaron saja sampai tidak berani mengajak sahabatnya itu berbicara sama sekali. Begitu mobil yang mereka kendarai memasuki halaman, Rocky bisa melihat sebuah motor besar terparkir di sana. Seketika ia teringat dengan pemuda bermotor yang membawa Ivy pekan lalu. Tanpa menunggu Aaron mematikan mesin mobil terlebih dahulu, Rocky langsung melesat turun dan masuk ke kediamannya. Darahnya mendidih ketika menemukan sepasang manusia yang tengah asik bermesraan di pantry. Ivy tengah duduk di atas kitchen island, sementara Blade berdiri di hadapan gadis itu. Kedua tangan Blade menangkup pipi Ivy. Wajah keduanya sangat dekat, hampir tidak ada jarak. "APA YANG KALIAN LAKUKAN DI SINI?" hardik Rocky dengan suara menggelegar. Mendengar teriakan Rocky, sontak kedua orang itu melonjak. Ivy menatap ngeri pada Rocky yang terlihat sangat murka, sementara Blade santai saja. Rocky seolah hilang akal. Ia berderap mendekati keduanya. Didorongnya Blade dengan kasar lalu menyeret Ivy turun dari atas meja. Dicekalnya pergelangan tangan gadis itu kuat-kuat. “Kenapa harus membawanya ke sini?! Kalau kau ingin bertingkah seperti perempuan jalang, lakukan sesukamu! Tapi jangan di sini. Jangan di tempatku! Jangan kotori kediamanku dengan kelakuan sampahmu!” Tubuh Ivy kaku mendengar ledakan kemarahan Rocky, padahal ini bukan pertama kalinya. Namun entah mengapa kali ini rasanya berbeda, sangat menusuk. Mungkin Ivy tidak mempersiapkan diri untuk menerima kemarahan Rocky hari ini, atau kata jalang yang terlontar ternyata terdengar sangat menyakitkan.  “Kalau kau masih ingin bertingkah seperti jalang, pergilah-” Sebelum Rocky sempat menyelesaikan kata-katanya, Aaron sudah lebih dulu menahan pria itu. Ia menarik Rocky menjauh dan membuat cekalan pria itu di tangan Ivy terlepas. “Jangan mengatakan sesuatu yang akan kau sesali.” Aaron tahu kelanjutan kata-kata Rocky. Tapi ia yakin sahabatnya akan menyesali hal itu. Rocky pasti tidak benar-benar ingin melihat Ivy meninggalkan kediamannya.  "Aku akan pergi!" seru Ivy marah. Kata-kata itulah yang selama ini ia tunggu. Momen Rocky mengusirnya.  "Ivy, stop!" ujar Aaron tegas. Ia melihat Ivy menatapnya marah, namun Aaron tidak terpengaruh. Ia menggeleng tenang. “b******k!” umpat Rocky geram. Entah pada siapa kemarahan ini tertuju. Ivy? Atau Blade. “Ivy, masuklah ke kamarmu!” Aaron mendekati Ivy dan menarik lembut lengan gadis itu. Setelah itu ia menatap Blade yang sejak tadi berdiri diam tidak jauh dari Rocky. “Dan kau anak muda, pergilah!” Blade tahu situasi saat ini tengah runyam, dan ia tidak ingin menambah kekacauan bagi Ivy. Ia bukan pemuda berandal yang tidak tahu diri. Otaknya cerdas dan Blade adalah orang yang pandai membaca keadaan.  Blade mengangguk tenang. Sebelum berbalik dan pergi, ia menatap dan tersenyum kecil. “Hubungi aku jika kau butuh bantuan.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD