TRLWC | 2. Kedatanga Sang CEO

1971 Words
    Suasana Hilton Hotels & Resort cukup ramai siang ini. Jejeran petinggi dan staf hotel berbaris dengan rapi untuk menyambut kedatangan pemimpin utama mereka. Para security sudah berjaga dimana-mana.     Cynthia berdiri di samping Stephen. Ketika beberapa orang bodyguard dengan setelan hitam berlogo Hilton terlihat dan ketika seorang yang mereka tunggu-tunggu datang mereka menunduk hormat. Stephen langsung mengikuti langkah pria yang berstatus sebagai CEO Hilton Hotels & Resorts tersebut dengan menarik tangan Cynthia yang sedari tadi menunduk bahkan Cynthia sendiri belum melihat wajah CEO—nya itu. Tim yang sudah di bentuk Stephen mengikuti langkah sang General Manager. Jejeran staf yang memenuhi lobby mulai berpencar dan kembali ke posisi masing-masing.     Ketika sampai di lantai 32 mereka berbaris dengan rapi menatap ke arah sang CEO. Napas Cynthia mendadak tercekat. Dia berusaha meyakinkan diri bahwa orang yang berdiri di hadapannya bukanlah orang yang sama dengan masa lalunya.     Stephen tampak berbicara dengan sang CEO kemudian memperkenalkan mereka satu persatu beserta tugas mereka. Pria dengan balutan jas mahal yang sangat pas ditubuh proposionalnya itu mengangguk-anggukan kepalanya. Tubuh Cynthia semakin kaku ketika menghetahui nama pria yang ada di hadapannya itu. Dia adalah orangnya. Jack Hilton. Cynthia merasa di kutuk. Bagaimana Cynthia bisa melupakan fakta itu. Hilton Hotels & Resorts dan Jack Hilton adalah suatu yang tidak bisa di pisahkan. Mereka terhubung.     Ketika kegiatan sambut menyambut itu selesai. Satu persatu rekannya meninggalkan tempat. Stephen masih berbicara dengan Jack. Dua orang itu terlihat cukup akrab.     “Lo temenin Jack dulu. Jelasin semua yang dia tanyakan. Gue balik.” Stephen mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum miring pada Cynthia. Rasanya Cynthia ingin mengutuk Stephen saat ini juga. Bisa-bisanya pria itu melemparnya ke sarang iblis.     “Long time no see, Mrs. Tanubara.” Napas Cynthia semakin tercekat ketika mendengar alunan suara berat itu. Kaki Cynthia mendadak lemas seperti jelly. Wanita itu berusaha keras untuk mengontol diri. Cynthia menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan.     Cynthia mengangkat wajahnya. Dia menatap Jack dengan senyum tipis. “Selamat siang, Mr. Hilton.” Cynthia menyapa dengan ramah. Sebelah kening Jack terangkat.     “Ada yang bisa saya bantu atau anda memerlukan sesuatu? Selama anda berada disini, saya di tugaskan untuk memastikan semua kebutuhan anda terpenuhi dengan baik.” Setiap kata yang keluar dari mulut Cynthia terdengar lugas dan penuh perhitungan.     “Apa seperti itu caramu menyambut teman lama, Cynthia?” pertanyaan Jack membuat pertahanan Cynthia semakin goyah tapi wanita itu tetap tersenyum ramah.     “Anda adalah atasan saya, Mr. Hilton.” Cynthia menjawab dengan formal bahkan sesekali kepalanya menunduk hormat ketika dia menyelesaikan kalimatnya dan kembali menatap Jack Hilton.     “Kalau anda tidak membutuhkan sesuatu, sekarang sebaiknya anda beristirahat. Saya pamit kembali ke bawah.” Cynthia kembali mengucapkan kalimatnya. Ketika tidak mendapat jawaban apapun dari Jack, Cynthia merasakan jantungnya berdebar tidak karuan. Gadis itu mengulum bibir bawahnya dan kembali menatap Jack dengan senyum di wajahnya.     “Saya butuh kamu, Cynthia.” Suara serak itu kembali menarik Cynthia ke alam sadarnya. Gadis itu menatap Jack lekat. Cynthia semakin gelagapan ketika Jack mengamatinya dari atas sampai bawah. Pria itu melakukannya berulang-ulang. Cynthia merasa di telanjangi dengan tatapan seintens itu.     “Katakan apa yang anda inginkan, Mr. Hilton?” tanya Cynthia. Gadis itu masih bertahan dengan sikap profesionalnya.     “Saya ingin makan malam dengan menu Indonesian traditional food,” ucap Jack. “Tapi diluar dan bukan masakan chef Hilton Hotels.” Cynthia menatap pria di hadapannya dengan takjub. Matanya mengerjab perhalan tapi di detik berikutnya Cynthia kembali menguasai dirinya.     “Baik, Sir. Saya akan kembali ke sini sebelum makan malam. Selamat datang di Indonesia dan enjoy for you time.” Cynthia menunduk hormat kemudian melangkah meninggalkan lobby lantai 32.     “Jack.”     “Cynthia.” Cynthia membalas uluran tangan pria yang duduk di hadapannya dengan senyum ramah.     Cynthia masih ingat pertemuannya untuk pertama kalinya dengan Jack saat dia sedang menempuh pendidikan S2 di Cornell University. Jack berada satu tahun diatasnya. Saat itu mereka tidak sengaja mengikuti kelas yang sama. Bagi Cynthia untuk pria yang tubuh dan besar di Amerika Serikat, Jack tergolong orang yang ramah. Mengobrol dengan Jack adalah salah satu hal menyenangkan bagi Cynthia saat itu. Pria itu memiliki pemikiran luas dan terbuka. Beberapa kali mereka bertemu di perpustakaan atau nongkrong di kafe untuk membahas issue yang sedang ramai entah di Amerika atau di luar negeri. Tapi semua itu berakhir dengan alasan yang tidak ingin lagi Cynthia ingat. Dia hanya ingin waktu tiga bulan cepat berlalu dan Jack kembali ke negara asalnya.     “Jadi?” pertanyaan Stephen menyambut Cynthia ketika dia mendorong pintu ruang kerja pria itu. Reynard yang sudah lebih dulu ada di sana juga menatapnya penasaran.     “Apanya?” tanya Cynthia. Dia duduk di kursi yang ada di sebelah Reynard dan menatap Stephen yang duduk di singgasananya.     “CEO kita. Kayaknya ada something dengan kalian berdua. Ini bukan pertemuan pertama lo sama Jack, kan?” tanya Stephen dengan penuh selidik. Cynthia menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi dan menatap malas pada Stephen. Entah kenapa sulit sekali menyembunyikan sesuatu dari dua manusia ini.     “For you information, Thia. Gue dan Stephen cukup dekat dengan Jack. Kami berteman baik ketika menyelesaikan pendidikan MBA di Cornell University. Ngomong-ngomong soal Cornell, lo pernah S2 disana dan kemungkinan besar lo pernah ketemu Jack di sana karena dia juga S2 di sana.” Reynard memulai menghubungkan kemungkinan yang mungkin terjadi. Dia menatap Cynthia penuh selidik. Wanita dengan mata hanzel dan rambut kecoklatan itu menatap dua pria dengan tingkat ke kepoan tinggi itu dengan malas.     “Teman lama, maybe. Beberapa kali pernah ngobrol dan yaudah nggak ada yang lebih dari itu.” Cynthia kembali duduk dengan tegap. Dia mulai menyalakan layakan layar iPad—nya.     “Tapi melihat wajah lo yang mendadak kaku dan pucat ketika mendengar nama Jack Hilton. Gue yakin kalian berdua lebih dari sekedar teman lama.” Stephen tidak menyerah.     “Gue nggak mau bahas itu sekarang. Kalau ada orang yang mau menggantikan posisi gue tolong kabarin secepatnya.” Cynthia memasang earbuds—nya dan mulai sibuk dengan pekerjaanya. Cynthia memang lebih suka bekerja di ruang Stephen di bandingkan di ruangannya sendiri kala Stephen tidak ada jadwal untuk bertemu dengan klien.     ***     Cynthia menunggu Jack di depan pintu kamar setelah memberi tahu pada assistant pribadi pria itu terlebih dahulu. Cynthia masih menggunakan pakaian yang sama, dress formal yang di balut dengan blazer.     “Selamat malam, Mr. Hilton.” Cynthia menyapa dengan ramah ketika Jack keluar dari kamar president suit dengan fasilitas lengkap dan keamanan tingkat tinggi. Pria itu tampak berbeda dengan penampilan casual. Jika Jack terlihat sangat tampan dengan setelan jas mahal maka malam ini Jack terlihat sangat-sangat tampan dengan kaus hitam di lapisi jaket dan celana jeans. Wangi parfum pria menusuk indra penciuman Cynthia. Terasa segar dan sangat manly.     Jack tampak berbicara dengan assistant—nya dengan logat Italia yang sangat kental. Cynthia masih setia menunggu.      “Apa yang anda lakukan?” tanya Cynthia dengan shock ketika Jack menggandeng tangannya ketika mereka melangkah ke arah lift.     “Menggandeng teman lama, ada masalah Mrs. Tanubara?” senyum miring Jack terbentuk dengan kening terangkat. Tatapan yang membuat siapa saja mengerdik ngeri. Pria itu seolah menjelma menjadi iblis dengan wajah rupawan.     “Tidak ada, Sir.” Cynthia kembali tersenyum ramah bertepatan dengan pintu lift terbuka. Cynthia bahkan baru menyadari saat ini hanya ada mereka berdua. Tidak ada assistant dan jejeran bodyguard yang selalu mengikuti langkah Jack Hilton.     “Sabar, Thia! Cuma tiga bulan!”     “Saya ingin merubah rencana. Apa anda keberatan Mrs. Tanubara?” Lift itu terbuka di lantai dasar tower A. Jack menurunkan sedikit topinya dan melangkah keluar. Cynthia dalam hati berdoa somoga tidak ada satupun orang Hilton Hotel & Resort Jakarta melihatnya dengan jemari yang saling bertautan dengan Jack Hilto, CEO mereka.     “Tentu saja tidak, Sir. Anda ingin merubah restoran tujuan? Anda ingin masakan Italia, Amerika, Singapura, China atau—“     “Aku ingin masakanmu, Cynthia.” Jack memotong ucapan Cynthia. Wanita itu mengerjabkan matanya perlahan.     “Me? Aku—kau, no! Maksudku apa anda serius Mr. Hilton?” tanya Cynthia gelagapan. Dia menatap Jack dengan tatapan tidak percaya. Apa pria itu gila?     “Tentu saja.” Jack menjawab dengan santai. Pria itu kemudian melangkah ke arah mobil yang sudah di siapkan untuk mereka.     “Cynthia, apa kau keberatan menyetir mobil untukku?” tanya Jack ketika mereka berdiri di samping mobil Audi R8 Coupe 5.2 V10 Plus. Pria itu menatap Cynthia dengan lekat yang membuat Cynthia mau tidak mau menangguk cepat.     “Tentu saja tidak, Mr. Hilton.” Cynthia langsung menerima kunci mobil itu dan berjalan mengitari mobil sebelum masuk dan duduk di balik kemudi. Jack menyusul setelah mobil menyala.     “Aku ingin Udang Saus Padang untuk makan malam,” Jack memecah keheningan ketika mobil yang di kendarai Cynthia melaju menuju apartemen Cynthia. Dia tidak mungkin membawa Jack ke apartemen Milka maupun Flora. Dua rekan kerja sekaligus teman baik Cynthia selain Stephen dan Reynard itu sedang ada acara di luar. Milka sedang bertemu sang kekasih dan Flora sedang kembali ke rumah kedua orang tuanya di Bogor.     “Baik, Sir.” Cynthia mengangguk cepat. Udang Saus Padang adalah salah satu makanan favorit Cynthia, dia tidak akan kesulitan memasak itu karena hampir setiap weekend masakan itu harus ada di meja makannya.     “Cynthia.” Jack sudah membuka topinya. Pria itu menatap Cynthia yang fokus pada jalan.     “Yes, Sir?” Cynthia menoleh dan menatap Jack sebentar sebelum kembali fokus pada jalan. Apartemen Cynthia berada di Jakarta Selatan sedangkan Hilton Hotels & Resort berada di kawasan Senayan yang stratgis di tengah-tengah kawasan bisnis, olahraga dan hiburan.     “Jack, please.” Cynthia memilih tidak membalas ucapan Jack. Rasanya aneh jika kembali memanggil pria yang duduk di sampingnya dengan nama itu. Terdengar kurang sopan mengingat sekarang Jack adalah atasannya. Cynthia ingin melakukan pekerjaannya dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan.     Ketika mobil yang di kendarai Cynthia memasuki kawasan apartemen tempat tinggalnya, mereka masih sama-sama bungkam. Cynthia memarkirkan mobil di salah satu spot parkiran tamu yang di sediakan. Gadis itu melepas sealbelt-nya dan menatap ke arah Jack.     “Saya ingin mampir ke supermarket terlebih dahulu. Stok udang di lemari es saya nggak ada. Anda keberatan Mr. Hilton?” tanya Cynthia. Dia tidak ingin melakukan sesuatu tanpa seiizin Jack. Mau sekesal apapun Cynthia pada pria itu tapi tetap saja Cynthia harus menghargai Jack sebagai atasannya.     “Call me Jack, Cynthia!” Jack menatap tajam pada Cynthia. Setiap kata yang dia ucapkan penuh perintah dan tidak boleh di tolak. Cynthia menelan ludahnya bulat-bulat, gadis itu kembali menggigit bibir bawahnya yang medadak terasa kering.     “Mr. Hil—“     “Jack! Kalau kau masih memanggilku seperti itu maka jangan harap kau bisa turun dari mobil ini dengan keadaan yang masih sama.” Jack menggeram pelan, tatapannya masih setajam sembilu. Tubuh Cynthia menegang. Napas wanita itu memburu.     “Baik.” Cynthia mengatur napasnya. “Aku akan memanggilmu, Jack. Jadi bisakah kita turun sekarang. Kau tidak mungkin makan malam di pukul 22.00.” Jack menyeringai puas mendengar ucapan Cynthia. Pria itu kembali memasang topi dan mengikuti Cynthia yang sudah terlebih dahulu keluar dari mobil.     “Yogurt Stawberry?” Cynthia menatap Jack yang meletakkan beberapa botol Yogurt di atas meja kasir. Pria itu menangguk santai dan menatap Cynthia ketika kasir mulai menghitung total belanjaan mereka.     “Aku berharap itu masih menjadi favorit seseorang.” Jack memberikan kartu pada kasir. Cynthia terpaku di pijakannya. Tentu saja tidak berubah. Cynthia bahkan tidak pernah membiarkan minuman itu absen dari kulkasnya.     Cynthia kembali bungkam, mereka keluar dari lift ketika sampai di lantai 25 dimana unit milik Cynthia berada. Jack membawa kantong belanjaan mereka padahal Cynthia sudah menawarkan diri sebelumnya tapi pria itu menolak dengan tegas.     “Cynthia.” Suara Jack kembali mengalun bertepatan dengan pintu unit Cynthia terbuka. Gadis itu membalik tubuhnya dan menatap Jack dengan satu alis terangkat.     “Why did you go at that time, Cynthia?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD