Suara napas terdengar dari seberang. Namun tidak ada jawaban. Arsenio berdiri dari kursinya. Kedua alisnya bertaut. Hening dari seberang hanya membuat dadanya kian sesak. "Mikayla?" Sekali lagi, hanya suara nafas pelan. Lalu akhirnya terdengar suaranya, serak dan berat. "Aku tidak ingin diganggu." Arsenio membeku. Kalimat itu tidak seperti biasanya. Penuh tekanan, getir, dan asing di telinganya. "Apa maksudmu? Kau di mana sekarang?" "Jangan banyak tanya. Kumohon, jangan hubungi aku dulu." Arsenio menatap layar ponselnya beberapa detik sebelum akhirnya meletakkannya pelan ke atas meja. Bukan karena ingin tenang, tetapi karena pikirannya mulai liar. Perempuan itu tidak mengabarinya sejak pagi. Pergi ke kampus, dan setelah itu menghilang. Kini, baru menjawab, dengan nada suara yang d

