Pagi ini, seperti biasa David berangkat kerja ke kantor milik keluarga besarnya. Sudah beberapa bulan terakhir David memilih mencari kost untuk ia tinggali dan keluar sementara dari rumah besar itu. Bukan karena ada hal lain, tapi David ingin belajar lebih mandiri lagi.
Tidak sampai di situ saja, David bahkan tidak pergi ke kantor menggunakan mobil melainkan hanya memakai motor biasa yang terlihat bekas bukan motor baru dan keren pada umumnya yang sering di pakai oleh lelaki sebagai pria idaman.
"Selamat Pagi Pak David, ada yang mau bertemu dengan Anda. Calon pegawai baru katanya. Seorang perempuan," ucap seorang satpam saat menyapa kedatangan David.
"Baiklah. Dimana sekarang?" tanya David pelan.
"Sudah berada di ruang tunggu lantai tiga," jawab satpam itu pelan.
David hanya mengangguk pelan dan berlalu begitu saja menuju lift untuk naik ke lantai di mana ruangannya berada.
Sesampai di lantai tiga, ada beberapa orang yang duduk di ruang tunggu. David masuk begitu saja ke dalam ruangannya. Lalu memanggil Mita, rekan kerja yang satu ruangan dengannya.
"Ini ada yang melamar kerja?" tanya David pelan.
"Ya. Seorang perempuan. Katanya kamu yang menawarkan posisi OB, karena sewaktu aku bilang di sini tidak lagi membutuhkan karyawan," ucap Mita menjelaskan.
David mengangguk paham. Ia menawarkan pada Ben. Mungkin ini adalah tetangga Ben yang ingin bekerja.
"Suruh masuk sekarang. Biar kita interview, kalau cocok, biar dia bertugas mengurus pantry dan menyiapkan semua kebutuhan karyawan dari lantai satu hingga lantai lima," ucap David tanpa senyum.
"Mengurus karyawan dari lantai satu sampai lantai lima? Gak salah Pak? OB laki -laki saja, satu lantai di kerjakan dua orang," ucap Mita menasehati.
"Biarkan saja. Dia yang butuh kerjaan. Kalau dia ingin kerja, dia akan terima dan tidak mengeluh," ucap David dengan sikap arogan.
David memang sudah berhasil berubah ke arah lebih baik, tapi ada beberapa sikap dan karakter bawaan David yang masi melekat.
"Dia perempuan, bukan laki -laki. Kasihan," bela Mita pelan. Ia merasa tenaga seorang perempuan tidak se -kuat lelaki.
"Aku tidak peduli," jawab david ketus.
Mita memilih diam dan masa bodoh. Setidaknya dia sudah memberikan gambaran pada David. Sikap David terkadang tak bisa di tebak. Kadang lembut dan kdang begitu keras kepala.
Mita keluar dari ruangan sambil membawa lamaran gadis itu dan memanggil nama gadis itu dnegan suara lantang.
"Yoan? Silahkan masuk," panggil Mita pelan.
Yoan yang merasa di panggil pun bangkit berdiri dan berjalan menuju ruangan HRD.
"Ibu memanggil saya?" tanya Yoa lembut.
"Kamu Yoan?" tanya Mita juga sopan.
"Iya nama saya Yoan. Saya ingin melamar pekerjaan di sini dengan posisi apa saja. Saya butuh pekerjaan," ucap Yoan pelan.
"Masuk saja dulu. Saya tidak bisa memutuskan. Itu hak dan wewenag atasan saya," ucap Mita pelan.
Samar- samar David mendengar percakapan gadis itu yang sedang membutuhkan pekerjaan.
Mita masuk ke dalam ruangan kembali bersama Yoan, lalu menutup kembali ruangan HRD itu.
"Ini Pak, gadis yang mau bekerja di sini. Silahkan di interview dulu. Duduk Yoan," ucap Mita pelan.
Yoan mengangguk sopan ke rah Mita. Lalu menatap ke arah David yang juga menatap dirinya lekat.
"Wajahmu tak asing. Kita pernah kenal sebelumnya? Atau pernah ketemu di mana gitu?" tanya David pelan. David merasaperempuan yang ada di hadapannya ini tak asing, tapi ia lupa dan sama seklai tak mengingatnya.
Yoan menggelengkan kepalanya pelan.
"Sepertinya tidak." jawab Yoan pelan dan sopan.
Suara itu mengingatkan David pada seseorang perempuan di masa lalunya. Tapi ia benar -benar lupa. Kedua telapak tangannya mengusap wajahnya sendi degan kasar.
"Tapi aku seperti mengenalmu. Siapa namamu?" tanya David dengan pelan.
"Yoan Pak," jawab Yoan singkat.
Yoan adalah gadis bertubuh mungil dengan pakaian yang tertutup lengkap dengan hijab dan cadar. Ia memang sengaja merubah dirinya yang hina menjadi lebih baik lagi.
"Oke. Yoan." ucap David pelan. David sedang tidaka ingin memikirkan masa lalunya. Ia ingin fokus bekerja dan mencari perempuan yang pantas di jadikan seorang istri. Usianya semakin merangkak tepat di angka tiga puluh lima tahun. Jika samapi waktu yang di tentukan Nenek Ana berhak menjodohkannya dengan wanita pilihannya yang sepadan.
David membolak -balikkan kertas yang ada di tanggannya. Ia terus membaca riwayat hidup Yoan.
"Masih sendiri?" tanya David kemudian.
"Ya. Belum menikah." jawab Yoan singkat.
"Kau ingin bekera memakai cadar seperti itu? Apakah itu tida akan membuatmu susah?" tanya David pelan.
Yoan juga bingung. Cadar ini memang ia pakai hanya untuk menutupi identitasnya saja.
"Kalau saya di terima. Saya bisa menggantinya dengan masker. Bisa lebih aman dan safety juga," ucap Yoan memberikan pilihan.
David menagngguk pelan.
"Oke. Kamu di terima. Mita tolong beri tahu pekerjaaannya," ucap David tegas.
"Saya di terima Pak?" tanya Yoan pelan.
"Ya. Kamu gak suka?" tanya David pelan.
"Suka Pak. Syukurlah. Lalu saya akan bekerja mulai kapan? Dan waktu bekerja saya berapa lama?" tanya Yoan pelan.
"Biar Mita yang menjelaskan. Silahkan pergi. Saya masih banyak pekerjaan. Ingat lepas cadar kamu dan ganti dengan masker sesuai janji kamu," tegas David dengan tatapan tak suka.
Yoan hanya mengangguk kecil dan paham dengan semua ucapan David.
Hari ini langsung menjadi hari pertama bagi Yoan bekerja di perusahaan besar milik Baskoro Group.
"Ini seragm kamu. Kamu harus hadir setiap hari tepat pukul enam pagi dan bisa pulang pukul tiga sore. Paham?" tanyaMita pelan.
"Jadi tugas saya hanya di pantry dan menyiapkan kebutuhan karyawan? Kalau ada yang minta kopi atau minuman lain saya harus mengantarkan sesuai ruangan mereka? Hanya itu?" tanya Yoan pelan.
"Ya. Benar sekali. Selamat bekerja. Saya harus kembali ke ruangan," ucap Mita pelan.
Yoan pun mengganti pakaiannya dengan seragam yang telah di berikan untuknya dan tetap memakai hijab lalu mengganti cadarnya dengan masker. Ia mulai membersihkan dapur yang sedikit berantakan. Banyak cucian piring bekas sarapan pagi para karyawan yang belum di cuci.
"Kamu anaka baru?" tanya rekan OB pada Yoan.
"Iya. Aku baru masuk hari ini. Di sini tugasku," ucap Yoan pelan sambil mencuci piring.
"Oh ... Anak baru. Siapa nama kamu? Aku Bayu," ucap Bayu pelan.
"Aku Yoan," jawab Yoan sambil menyelesaiakan mencuci beberapa perabot yang masih etrgeletak di sana.
Bunyi telepon berdering di pantry. Bayu mengangkat telepon itu dan menjawab iya beberapa kali. Lalu menatap telepon itu pelan.
"Yoan ... Pak David minta kopi," ucap Bayu pelan.
"Iya." jawab Yoan pelan.
Ini adalah tugas pertama membuat kopi untuk lelaki yang sudah menerimanya bekerja di perusahaan ini. Lelaki yang tak pernah ia kenal, tapi ia kan membencinya seumur hidup.