8

1065 Words
Pantry ada di lantai paling atas yaitu lantai lima, bersatu dengan gudang dan tempat penyimpanan perabotan serta bahan -bahan untuk membersihkan gedung. Yoan membawa gelas di atas nampan dan turun melalui tangga darurat. Yoan belum terbiasa dengan pekerjaannya. "Permisi Pak. Ini kopinya." ucap Yoan lembut sambill meletakkan kopinya di meja kerja David. David hanya mengangguk kecil. Rasanya begitu penasaran jika berada dekat dengan Yoan. David mentapa Yoan dari arah belakang, entha kenapa ia merasa kenal dengan perempuan ini. Ponselnya berdering keras. Nenek Ana meneleponnya. Hari ini ada pertemuan dengan seorang gadis dan rencananya david akan di perkenalkan, mungkin saja berjodoh. "Iya Nek?" tanya David lembut dan sopan. "Jangan lupa. Ada pertemuan nanti sore. Jangan buat malu Nenek," ucap Nenek dari sambungan telepon di sana. "Iya Nek." jawab David sopan Sambungan telepon itu pun di matikan oleh Nenek dan David masih memegang ponselnya dan menatap ke arah ponsel yang sudah mati itu. Teringat ponsel, David teringat telah merusak ponsel milik Tiwi. "Kamu di mana sekarang?" ucap david lirih kepada dirinya sendiri. Tatapannya tajam ke arah kaca besar yang ada di belakangnya menatap pemandangan kota besar itu. "Masih kepikiran jodoh Pak?" tanya Mita dari meja kerjanya. Sayu tahun terakhir ini David lebih banyak diam. David hanya mengangguk tanpa menatap Mita. "Hari ini mau ketemu orang lagi. Sebenarnya saya sudah malas, saya punya pilihan sendiri dan saya akan berjuang mencari gadis itu," ucap David tegas. "Pilihan? Siapa? Bahkan saya tidak pernah melihat Bapak bersama wanita?" tanya Mita penasaran. "Kau tak perlu tahu bukan? Memangnya saya harus bicara pada kamu, saya jalan dengan siapa atau bahkan saya tidur dengan siapa?" tanya David dengan suara ketus. Sentakan David pun membuat Mita diam tak berani bertanya -tanya kembali. David juga mulai fokus dengan pekerjaannya hari ini. Beberapa jam berlalu, kini sudah saatnya makan siang. David merapikan berkas -berkas penting pekerjaannya menjadi satu di tumpuk di meja kerjanya. Ia hanya merapikna jasnya dan pergi begitu saja melalui pintu keluar ruangan kerjanya yang mnejadi satu dengan Mita. Sesampai di lift, sudah banyak orang yang mengantre di sana. David memutuskan untuk turun melalui tangga darurat. Baru saja melangkah dan menuruni beberapa anak tangga, ia mendengar percakapan seorang wanita melalui ponselnya. Ia hanay mendengar sekilas saja. Pelan David menuruni anak tangga itu tanpa ada suara sedikit pun. Sosok Yoan sedang berdiri menghadap ke arah tembok sambil berbicara dengan seseorang di ponselnya. 'Ya, Aku di terima sebagai OB. Mungkin kita bisa bertemu di luar pada saat jam makan siang saja. Aku lihat ada warung makan sederhana di depan kantor tempat aku bekerja. Aku sudah bertemu dengan Pak David juga. Ia berbeda sekarang.' ucapanYoan yang begitu detail menjelaskan terdengar jelas jika ia mengenal David sebelumnya. Atau jangan -jangan ia punya niat dan rencana jahat? Atau ia suruhan seseorang untuk mengintainya? Semua bisa saja terjadi. David harus berhati -hati, apalagi ia sebagai ahli waris satu -satunya Perusahaan Besar Baskoro Group. Tentu ini bukan rahasia lagi dan semua wanita ingin mendekatinya dan berpura -pura baik untuk meluluhkan hatinya. "Ekhem ...." suara deheman yang sangat keras membuat ruangan kecil dan tertutup itu menggema. Sontak sura deheman David pun membuat Yoan kaget hingga ponsel di telinganya pun terlepas dari genggamannya. PRANK ... Ponsel Yoan pun berserakan jatuh di lantai. Ponsel utuh itu kini pecah berkeping -keping dan mirip saat kejadian satu tahun lalu. Yoan menunduk tak bicara. Ia semkin benci pada David. David menatap tajam Yoan yang sedang memunguti ponsel itu. Ia tetap berdiri tegak dan tegap di anak tangga. "Kau punya rencana jahat pada perusahaan ini?" tanya David dengan suara yang sangat galak. Yoan mndongak menatap David yang berada agak jauh dari tempatnya. "Tidak ada. Sama sekali tidak ada." jawab Yoan tegas. Suara tegas itu kembali mengingatkan David pada Tiwi. Sikap keduanya sama, tegas, percaya diri dan patuh. Itu yang David sukai dan telah membuatnya jatuh cinta. "Telingaku tidak tuli!! Mataku tidak buta!! Kau seperti sedang merencanakan sesuatu untuk perusahaan ini!! Gaya bicaramu juga seolah tak mau di dengar oleh siapa pun!! Untuk apa telepon bersembunyi?" tanya David ketus. "Apa ada aturannya? Tidak boleh bertelepon di sini?" tanya Yoan tak gentar. Ia cukup berani apalagi itu semua menyangkut haknya sendiri. "Lihat saja. Kalau kau berani mengusik perusahaan ini. Kau berhadapan denganku!! Paham!!" teriak David lantang. "Paham!!" jawab Yoan tak kalah tegas. Yoan memang sangat berani, apalagi memang ia tak bersalah. David pun langsung pergi meninggalkan Yoan sendirian di tempat itu. Yoan mendengus kesal saat David melewatinya dengan sinis. Siang itu David memang sedang tidak ingin pergi jauh dari kantornya. Ia memilih makan siang di cafe seberang kantor tepat bersebelahan dengan warung makan sederhana yang tadi ia dengar dari percakapan Yoan tadi. DAvid sengaja, ingin tahu, siapa yang ada di balik ponsel Yoan tadi. Seperti sangat serius sekali. "Siang Pak. Mau pesan apa?" tanya pelayan cafe saat David sudah memilih tempat duduk yang bisa melihat ke arah warung makan sebelah. "Spagetti dengan sosis bakar. Minumnya american coffe yang dingin," ucap David pelan. Pelayan itu mencatat dan menunduk sopan lalu pergi untuk mengambilkan pesanannya. Tatapannya kini beralih pada jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul dua belas lewat lima belas menit. Pandangannya tetap menyapu ke arah jalan tak berkedip. 'Siapa kau sebenarnya Yoaan,' batin David. Tak lama pesanana makanan dan minuman milik David pun datang. Pandangannya beralih pada makanan dan minuman itu. "Silahkan di nikmati Pak. Semua pesanan sudah lengkap," ucap pelayan itu pelan. David tak menjawb hanya mengangguk kecil. Sikapnya begitu dingin dan tak pernah bicara banyak dengan orang baru. Ia lupa dengan apa yang sedang di lihatnya tadi. Malah kini, David fokus dengan makan siangnya dan minumannya yang memang lezat. Hingga telinganya sedikit tergelitik dengan suara bayi yang berada di stroler dan sedang di diamkan oleh Yoan. Pandangannya beralih menatap wanita paruh baya dengan tubuh tambun dan gempal. Wanita itu juga memakai baju gamis panjang lengkap dengan hijab dan cadar sama seperti Yoan ketika awal datang ke kantor. Ia melihat Yoan berusaha menggendong salah satu bayi itu dan mencoba mendiamkannya dalam gendongan sambil beberapa kali ia ciumi. Nampak, kedua wanita itu sedang berbincang serius. Bayi itu speertinya sudah diam dan tak menangis lalu di letakkan kembali ke dalam stroller. Wanita paruh baya itu pun pergi dengan mendorong stroller yang lewat di depan David di balik kacanya. Dua bayi di dalam stroller itu membuat David ingin melihatnya. Rasanya ingin mengejar, tapi wanita paruh baya itu terlaly cepat berjalan hingga tak tahu kemana perginya setelah di ujung jalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD