Seperti janji yang sudah Ronal sepakati tadi, akhirnya malam ini dia akan menemui wanita yang ibunya comblangkan itu.
Meli namanya, hanya itu yang dapat Ronal ketahui, sebab sebelumnya dia sendiri memang sama sekali tidak memerhatikan bagaimana rupa wanita itu di foto _minggu lalu_. Kalau kata mama Ronal sih Meli wanita cantik dan pintar, tapi ya tidak ada yang tahu. Toh Ronal senti tak memperdulikan hal itu. Dia mau datang pada pertemuan juga hanya sebatas syarat saja, agar mamanya itu mau berhenti mengoceh ria.
Huft,
Tanpa sadar Ronal menghela nafasnya berat, matanya yang menoleh ke arah jam dinding kamar membuatnya segera beranjak dari sofa yang berada di samping jendela balkon menjadi berjalan menuju salah satu pintu di sana, tak lupa Ronal juga sempat meletakkan buku tentang bisnis yang sudah dia baca sedari pulang bekerja.
Waktu sudah menunjukkan pukul 6 tepat, karena memang janjian pertemuan akan di lakukan pada pukul 6 tiga puluh, lebih tepatnya setengah jam lagi, makanya Ronal harus segara menyiapkan diri.
Tadi sore Ronal saat setelah pulang bekerja dia sudah membersihkan diri _yang mana berlanjut membaca buku_, makanya kali ini dia akan langsung mengganti pakaiannya itu saja.
Ronal berjalan menuju pintu walk in closet di sana, lalu dia segera masuk saja. Kalau kalian ingat, Ronal memang memiliki walk ini closet di setiap kamar yang dia tinggali, mulai dari kamar hotel vvip khusus miliknya, kamar lama yang ada di rumah orang tuanya, dan yang terakhir di sini, di penthouse ini. Jadi bisa di bayangkan berapa banyak pakaian yang Ronal miliki. Hanya saja kalau boleh jujur semua pakaian Ronal tersebut hasil pemberian mamanya, ah tidak, lebih tepatnya mamanya yang membelikan dan memilih tapi uangnya tetap milik Ronal. Begitulah mama Ronal, selalu memaksakan kehendaknya, dan dengan alasan pakaian Ronal itu itu saja, macam tidak pernah ganti, padahal sudah memiliki 3 walk in closet. Ck.
Sudahlah, meski begitu pun Ronal tak bisa berbuat apa-apa selain menerima dengan lapang d**a.
Ronal pun mulai mengambil kemeja putih dengan setelan jas berwarna abu abu, yang mana lagi lagi hasil dari pilihan mamanya itu.
Setelah menanggalkan pakaian rumahannya _kaos polo dan celana boxer_, dia berlanjut mengenakan pakaian yang dia ambil tadi.
Tampan ...,
Mungkin kata itu yang bisa menggambarkan penampilan Ronal saat ini. Tapi ya kadang Ronal lebih ke cuek bebek dengan wajah bak dewa yunani yang dia miliki, sungguh Ronal sangat menyia nyiakan ciptaan tuhan, dengan tidak menggunakannya sebagai umpan para wanita. Eh ... Tapi meski tidak sedang memancing pun, para wanita sudah banyak yang terjerat.
Ronal berlanjut mengenakan jam rolex seharga ginjal itu di tangan kirinya, lalu mulai me styling sedikit rambutnya itu, yang mana hal itu makin makin menambah pesona Ronal menguar ke mana-mana, sudah di pastikan kalau nanti banyak wanita yang akan terjerat lagi, lagi, dan lagi.
Cih,
Siapa kira Ronal tidak tau kalau dirinya tampan, dia jelas tahu betul apalagi semua orang sering mengatakan itu di depan wajahnya, hanya saja dia tidak perduli. Tolong bedakan antara tidak tau dan tidak perduli ya.
Ronal pun siap, dia segera meluncur meninggalkan Penthouse kelas atas miliknya tersebut. Memang penthouse ini berada di pusat kota dan orang yang tinggal di sini adalah para pejabat tinggi, selebriti terkenal, ataupun orang kaya macam Ronal ini. Tak heran penjagaan penthouse begitu ketat, bukan sembarang orang yang bisa masuk ke sana. Makanya Ana _sepupu Ronal_ malas mengunjungi Penthouse sebab ya itu, lantaran ribet. Mending langsung ke hotel saja, tempat tak kalah bagus, view lebih mantap, dan yang pasti tidak ribet dong.
Langkah Ronal memasuki lift khusus menuju tempatnya itu pun berhenti di lantai bawah, lebih tepatnya tiga lantai sebelum lantai paling bawah, memang bagian basement penthouse berada di bawah tanah. Ada sekitar 4 lantai yang ada di bawah tanah, dan itu semua khusus basement.
Ronal pun melangkahkan kaki menuju mobil sport yang dia miliki. Tiba-tiba Ronal mendesis ketika sudah duduk nyaman di jog mobil. Ronal merasa berat hati untuk pergi menemui wanita yang entah siapa itu.
Tapi Ronal sudah benar benar di wanti wanti oleh mamanya, yang bahkan kalau Ronal sampai berbohong dan tidak mau datang, mama Ronal mengancam akan mendiami anak laki lakinya itu berbulan bulan lamanya.
Huft ...
Karena perasaan masih berat, juga melihat waktu di jam rolex nya itu belum menunjukkan waktu pertemuan, dan rupanya masih pukul 6 lebih sepuluh menit, Ronal malah lebih dulu mengeluarkan ponselnya yang dia simpan di balik jas.
Dan ketika dia nyalakan ponsel, di mana hal itu langsung saja menampakkan layar ponsel dengan pandangan nomor kontak orang yang beberapa hari lalu dia save. Tidak perlu berfikir dalam pun, semua tau kalau kontak tersebut milik wanita yang menumpahkan kopi tempo hari, a.k.a teman dari Sia _Reya_.
Ronal sendiri agak terkejut ketika ponsel menyala malah langsung di suguhkan seperti itu. Ah, memang sebenarnya sejak di kantor tadi Ronal masih terus saja memandangi nomor tersebut, makanya dia memilih membaca buku demi mengalihkan perhatian dari sesuatu yang menggangu.
Sial ...
Sepertinya Ronal akan gila kalau terus bersikap aneh macam itu, makanya kali ini dia harus menyudahinya. Dan dengan gerakan cepat, tanpa pikir panjang dia menekan tombol massage alih alih memanggil nya. Sepertinya massage saja lebih dari cukup untuk mengatasi keanehannya itu.
Dia buru buru mengetikkan sesuatu di sana, singkat, hanya dua detik dia sudah langsung melempar ponselnya pada jog penumpang sampingnya. Dan berlanjut buru buru menyalakan mobil, dia akan menjalankan mobil.
Ronal sedikit tertekan , karena malah mengirimkan pesan singkat 'Malam' di sana, dia tau itu klasik, tapi semua di lakukan begitu saja, jarinya bergerak sendiri setelah otak hanya memproses satu detik saja.
Aish .. Sudahlah.
Tanpa sadar Ronal pun tetap melirik layar ponsel menyala yang menampakkan bar chatting meski hanya ada satu pesan singkat yang dia kirimkan di sana. Dan ternyata tidak ada balasan di sana, balasan apanya, di baca saja tidak, tombol centang dua itu tidak juga menunjukkan perubahan warna.
Huh ...
Memang sepertinya kegilaan Ronal sedari tadi tidak ada artinya. Oleh karena itu dia pun tanpa pikir panjang segera bergerak melajukan mobil keluar dari area basement dengan kecepatan yang cukup tinggi, padahal kalau di basement ada aturan untuk standard kecepatannya. Tapi Ronal seolah tidak perduli, dan menganggap kalau sanksi yang mungkin dia dapatkan nantinya bisa dia selesaikan dengan mudah.
Meski tadi Ronal melajukan mobil cukup lumayan, tapi ketika sudah sampai di jalan raya, dia sudah tak bisa melakukannya lagi, mengingat jalan raya yang cukup padat itu mau tak mau Ronal harus bergerak pelan, amat pelan sampai rasanya dia jengah, dia menyesal telah menggunakan mobil sport malam ini, karena mobil seperti itu cocoknya untuk area lenggang karena dan harus di lajukan tinggi. Tapi ya sudah lah.
Tanpa sadar saking bosannya, Ronal pun tiba di area yang dia tuju, sebuah restoran steak terkenal di kota. Ronal tak tau kenapa pemilihan tempat bertemu adalah di sini, mengingat kalau week end seperti ini banyak sekali pengunjung yang datang.
Dan benar saja ketika Ronal melihat ke sana, sudah banyak yang mengisi, mulai dari parkiran juga bagian dalam resto pun. Tapi untung saja dia masih kebagian tempat.
Karena tidak mau berbasa basi lagi, Ronal segera melangkah memasuki restaurant, yang memang sudah ramai tapi tetap masih banyak kursi yang kosong.
Malas untuk mencari tempat yang strategis atau apalah itu, dia malah menuju tempat yang cukup di bagian tengah, itu satu satunya tempat kosong bagian tengah. Dia pun duduk di sana tanpa pikir panjang.
Ronal tak tau wanita dengan nama Meli itu sudah tiba di sini atau belum, dia sendiri bahkan tidak memiliki nomor wanita itu. Terserah saja yang penting Ronal duduk dulu.
Hanya saja ketika Ronal baru saja menempelkan bokongnya tersebut di bangku selama lima detik, dia malah langsung di datangi seseorang wanita dengan rambut sebahu, dan berpakaian kasual warna coklat hitam itu.
Ronal tak bereaksi apa-apa, tapi sepetinya dia sadar jikalau wanita ini adalah Meli, orang yang memang di haruskan bertemu dengannya.
"Permisi, apa benar anda anak dari tante Iffa?" tanya wanita itu langsung ketika sudah sepenuhnya mendekat.
Dan Ronal juga buru buru menjawab dengan anggukan lebih dulu, "Iya saya anak ibu Iffa,"
Benar bukan kalau dia Meli, yang katanya anak teman mamanya.
"Perkenalkan saya Meli," ucap wanita itu dengan iringan senyuman tipis dan uluran tangan.
Karena sudah seperti itu, Ronal mau tak mau menyambut uluran tangganya, sebagai bentuk rasa sopan. "Ronal," balasnya.
Jabatan tangan mereka pun terlepas setelah saling bertaut beberapa detik. Namun wanita itu sama sekali tak mengurangi lekukan senyum di bibirnya. Eits .. Bukan sebuah senyum godaan ya, melainkan the real senyum penuh ke sopanan dan friendly.
Berbanding terbalik dengan Ronal yang setia memasang wajah datar bak kanebo kering, kaku sekali wak. Bahkan senyaman sedikit saja tidak terlihat,
"Boleh saya duduk?" tanya wanita itu masih sama sekali tak mengurangi bentuk sopannya. Jadi bisa Ronal lihat, kalau mamanya itu tidak berbohong jika wanita ini adalah wanita terpelajar dan pintar.
"Iya silahkan," Ronal pun berucap seraya mengangguk setuju.
Wanita itu benar benar menempelkan pantatnya di bangku depan Ronal _meski berbatasan dengan meja bulat_, dia duduk nyaman dan anggun di sana, sungguh mencerminkan wanita berkelas bukan.
Dia berdehem sejenak sebelum kembali membuka suaranya untuk bercakap cakap dengan Ronal, "Saya sudah sempat melihat foto anda sebelumnya, sepertinya anda belum melihat saya ya sampai melewati saya yang duduk di sana," Bukan sindiran, ucapan itu berkesan sebuah candaan, terbukti dari nada suaranya yang sengaja di buat senyaman mungkin agar sang lawan bicara yakni _Ronal_ tidak tersinggung sama sekali.
"Maafkan saya," begitupun Ronal yang langsung menyadari kalau dirinya memang salah pun juga mengucap maaf.
Dan yups, wanita di depan Ronal itu makin melebarkan senyumnya, dari bibirnya saja sudah bisa mendeskripsikan kalau Meli tidak mempermasalahkannya, tapi dia juga tidak sungkan mengatakan hal lebih jelasnya. "Tidak apa-apa, tidak masalah, kita juga bisa duduk di sini kan,"
"Hm, iya." Ronal mengiyakan tanpa mau repot repot mengurus lebih panjang.
"Sepertinya akan lebih baik jika kita mengobrol sambil menyantap makanan, bukannya begitu?" Meli bertanya karena merasa suasana di antara mereka cukup canggung. Setidaknya jika ada makanan akan bisa berkurang.
Ronal mengangguk setuju, "Iya, silahkan memesan,"
Meli pun benar memanggil seorang pelayan untuk mencatat pesanan mereka. Dan baik Ronal maupun Meli mulai menyebutkan makanan yang ingin mereka makan, yang tentu saja semua menu steak, hanya saus nya saja yang membedakan, juga kwalitas dan harga.
Setelah itu pelayan laki laki tersebut berpamitan pergi untuk menyiapkan pesanan Ronal juga Meli, makanya suasana canggung juga kembali lagi.
Tidak ada pilihan lain kecuali Meli yang memutar otak untuk mencari topik, mengingat seorang Ronal tidak akan ada niatan untuk membuka percakapan sama sekali, dari wajah datarnya saja sudah terlihat jelas.
"Kata tante Meli anda berkuliah di luar negeri," Meli benar benar mengeluarkan suaranya.
Lagi lagi Ronal pun mengangguk mengiyakan, "Hm ... Iya,"
"Memang di mana?" tanya wanita itu lagi, kalau boleh jujur sebenarnya Meli sudah tau di mana lokasinya setelah di beritahu tante Iffa, atau mama Ronal itu. Tapi karena dia merasa perlu adanya topik, jadi dia tetap menanyakan dan berpura pura tidak tau.
"Di Stanford," jawab Ronal jujur, memang faktanya seperti itu. Jangan salah meski ketika SMA dia di nilai murid urakan nan begajulan, tapi faktanya otaknya memang sepintar itu, dia sering mendapat juara umum di sekolahannya yang mana memang salah satu sekolah menengah atas favorite di negara ini. Makanya kedua orang tua Ronal sangat jengah dengan anaknya yang sempat menyia-nyiakan masa mudanya dengan bergabung geng geng-an meresahkan di kota, mana sering tawuran lagi, tak jarang Ronal babak belur, atau malah jika musim tawuran hampir setiap hari wajahnya itu tak luput dari luka, walau hanya lebam di satu tempat pasti tetap selalu ada.
Kagum, Meli nampak kagum sesaat, walaupun dia juga berkuliah di universitas terbaik di negeri dan lulus dengan gelar cumlaude tapi tetap saja pria di depannya itu jauh lebih menakjubkan, "Wow ... S2 juga?"
"Hm," Ronal bergumam saja.
Wanita itu _Meli_, tersenyum lagi, "Aku mengerti. Anda begitu menarik, semua terlihat sempurna." ucap Meli tiba tiba.
Hng ...
Ronal diam saja, sengaja tak berniat menanggapi, kode tersebut membuat Ronal agak merasa sesuatu, bukannya dia percaya diri tapi faktanya memang seperti itu. Makanya diam adalah solusi terbaik, setidaknya hal ini tidak akan membuat semuanya merembet ke mana mana.
Makanan belum juga tiba, dan Meli terus saja bertanya dan mencari topik agar tidak canggung, yang padahal Ronal hanya menanggapi seadanya, kadang malah pria itu bergumam atau diam saja juga jika tak ingin menjawab. Ronal begitu jelas menunjukkan ketidak tertarikkan yang menjerumus ke bosan.
Yups ..., Ronal amat sangat bosan. Dia mengantuk dan ingin pulang saja dari pada menanggapi hal membosankan seperti ini. Dia sudah tak perduli bagaimana kesannya di mata wanita di depannya itu, mau di cap buruk pun Ronal tak masalah, atau malah malah bersyukur ya.
Cih, kalau bukan sebagai bentuk formalitas, Ronal sudah pergi sedari tadi.
"Kau sudah menjabat sebagai CEO di usiamu sekarang, menakjubkan," ucap Meli lagi, yang membuat Ronal bergumam, dia tidak tau apa yang sebelumnya di bicarakan, dia bahkan tak menyimak sama sekali.
Ronal akui Meli cukup cantik, dan pintar karena berwawasan luas, hanya saja Ronal tidak suka, wanita itu tak peka atau malah tidak tau diri jika Ronal tidak nyaman di sana. Hanya saja Meli benar benar terus saja mengoceh banyak.
"Eh ..., kalau tidak salah, sepertinya wanita itu berjalan kemari," Meli yang sebelumnya sempat melihat ke arah samping, dia pun langsung berucap memberi tahu Ronal yang cuek bebek.
Hm ...
Ronal tak mengerti ke mana arah pembicaraan Meli. Dan siapa yang dia maksud.
Dan tepat ketika Ronal merasakan adanya seseorang yang berhenti di sampingnya, dia pun baru memutuskan untuk menoleh, atau lebih tepatnya mendongak.
Jujur saja Ronal terkejut bukan main melihat adanya wanita yang tadi tempat dia kirimi pesan singkat, dan dia saat ini tengah menghampirinya, tapi meski begitu Ronal tidak merubah ekspresinya sama sekali yang mana tetap datar dengan menatap mata wanita itu seolah menggebu gebu banyak kobaran api.
Ronal tentu saja bingung akan situasi sekarang, sebab wanita ini seperti tengah menunjukkan aura kemarahan yang mendalam. Hanya saja yang pasti, karena hal itu dia yang mulanya mengantuk bukan main, dalam sekejap berubah menjadi fresh lagi.
Ronal tak berniat mengeluarkan sepatah kata, dia pikir wanita itu yang hendak bersuara. Tapi yang ada, detik berikutnya ...
Plakkk ...
Suara kerasnya tamparan akibat tangan kanan yang bertemu dengan pipinya itu sukses menggelegar hingga ke arah mana mana, yang mana hal itu juga membuat semua pengunjung di sana mulai menatap ke arah mereka,
Sakit .... Pasti!
Tapi Ronal masih setia tak mengatakan apapun sama sekali, bereaksi lebih untuk sekedar menyalurkan rasa sakitnya pun juga tidak. Yang malah, mata tajam Ronal itu berubah makin mengerikan ketika di sipitkan. Dia menatap lurus ke arah wanita itu _Reya_ yang sepertinya masih menggebu gebu.
Sampai akhirnya ... Suara tamparan keras pun kembali terdengar di sana.
Plakk ...
Dan kali ini masih sama, pipi Ronal lah yang menjadi korban, bedanya kali ini bukan lagi pipi kiri melainkan pipi kanannya.
Sialan!
Double sakit memang, rasanya seluruh wajahnya benar benar kebas memanas, Ronal tak tau bagaimana bentuk kedua pipinya saat ini, mengingat tamparan yang begitu keras baru saja dia dapatkan.
Walaupun begitu, Ronal masih lah sama, dia tak berekspresi seperti sebelumnya, sungguh tidak ada yang berubah kecuali matanya yang menajam.
Tidak lama setelahnya wanita aneh itu langsung membalik badan pergi dari sana begitu saja, tanpa mengucap apapun juga tak memberi penjelasan sama sekali atas hadiah dua tamparan yang sudah di berikan.
Ronal terus menatap punggung teman Sia itu yang mulai pergi menjauh, hingga akhirnya benar benar menghilang setelah keluar dari area restoran bersama temannya yang tak lain tak bukan adalah karyawannya sendiri _Dhini_.
SIAL!
Dalam hati Ronal terus saja mengumpat, apalagi saat ini dia tengah menjadi pusat perhatian, bukan hanya pengunjung tapi juga para pekerja di restoran.
Ronal memejamkan mata sejenak, sambil memegang satu pipinya yang memerah itu, bohong kalau dia bilang tidak sakit.
"Anda tidak apa-apa?" tanya Meli setelah beberapa saat, dari raut wajahnya jelas wanita itu tengah begitu terkejut dan cemas yang bercampur aduk.
Jujur saja Ronal sampai melupakan sosok Meli yang masih duduk di depannya, oleh karena itu setelah mendengar pertanyaan Meli dia buru buru menjawab banyak dengan anggukan pelan sebelum akhirnya membuka suara. "Saya baik,"
"Emm ... Kalau boleh tau dia siapa? Maaf tapi apa dia pacar anda?" Meli bertanya dengan nada takut takut, takut menyinggung Ronal yang sepertinya dalam keadaan tak baik baik saja itu.
Pacar?
Ronal sendiri sempat tertegun mendengar kata pacar terlontar dari bibir Meli. Dan entah kenapa tanpa sadar dia mendengus pelan.
Huh ...
"Iya, dia pacar saya."
Boom ...
Ronal pun mengakuinya dengan tanpa rasa bersalah. Dan pasti hal itu membuat Meli menunjukkan reaksi terkejut di sana.
"Ah, lalu ... lalu kenapa anda masih mau menemui saya?" Nada kecewa terdengar jelas dari Meli.
Huft ...
Nampaknya Ronal tidak bisa berbohong makin jauh lagi, dia juga tidak tau kenapa mengiyakan saja tanpa beban. Tapi yang pasti dia senang karena dia tidak akan bertemu Meli lagi untuk kedepannya, dengan fakta bohong dirinya yang sudah memiliki pacar, pasti wanita berpendidikan macam Meli akan memilih mundur perlahan.
"Maaf, saya tidak bisa memberitahu orang tua saya, jadi saya menerima pertemuan ini saja. Sebenarnya tadi saya hendak menjelaskan pada anda," alasan Ronal terdengar lancar dan sama sekali tidak terdengar kalau dia hanya membual semata.
Meli pun tersenyum lagi di sana, tidak menunjukkan raut suram seperti tadi, lalu mengangguk mengerti, "Ah, begitu. Ya sudah tidak apa-apa. Lebih baik anda mengejar pacar anda saja, dia terlihat sangat marah."
Siapa yang tidak mengira begitu, semua orang yang melihat baik Meli sekalipun, akan berfikir demikian, kalau pacar Ronal marah besar melihat adanya wanita lain yang berkencan dengan laki lakinya. Alhasil insiden tamparan pun tak terelakkan. Sangat berlogika sekali bukan.
"Hm, terima kasih atas pengertiannya." Ronal pun baru menunjukkan senyum tipisnya tersebut setelah banyak bicara tadi, lalu dia bangkit berdiri dari bangkunya.
"Iya, senang bertemu dengan anda," Meli juga membalas dengan senyuman manis di sana.
Ronal menundukkan kepalanya sedikit memberi salam, "Kalau begitu saya permisi,"
"Iya."
Setelah mendapat jawaban dari wanita itu, akhirnya Ronal pun benar benar pergi dari sana, meninggalkan Meli sendiri di tempat.
Ronal melangkah dengan cepat, mengingat masih banyak mata yang mencoba melihatnya.
Semua orang pasti berfikir Ronal tengah menahan sakit juga beraut sedih saat ini, hanya saja faktanya tidak demikian. Secara tiba tiba senyum miring mulai tercetak di sudut bibirnya itu. Dan semua tak tau alasannya kecuali Ronal sendiri.
Sebelum akhirnya dia pun mulai menyentuh pipinya yang masih terasa nyeri itu lagi.
Cih ...
Ronal jadi penasaran, alasan apa yang membawa wanita itu menghampirinya di tempat umum, setelah beberapa kali terus saja menghindar. Dan lagi ... kenapa dia langsung menamparnya keras. Mana dua kali lagi.