CHAPTER 38 - MENJEMPUT

3167 Words
Sore hari pun akhirnya tiba, banyak anggota yang saat ini tepar tak berdaya antara kekenyangan juga karena kobam alias mabuk itu. Minuman beralkohol yang di bawa Kazeo tadi juga habis tak tersisa memasuki perut orang orang tak terkecuali Beni sekalipun, yang saat ini mengoceh tidak jelas menandakan kalau pria itu mabuk berat. Ronal sendiri hanya diam saja di tempat, dia mengamati orang orang dengan tatapan acuh, dia juga sama sekali tak bangkit dari posisinya seperti ketika dia pertama kali duduk di sana. Yang padahal saat ini Kazeo juga bos besar Dafhin sudah pergi entah ke mana, kedua pria itu sepertinya tengah berbicara empat mata membahas sesuatu. Tenang Ronal sama sekali tidak kepo nan perduli dengan apa yang kedua orang itu akan bahas. Ronal sungguh tak bisa berbuat apa apa kecuali diam saja. Drtt Drtt ... Secara tiba tiba Ronal merasakan adanya getaran yang datang melalui ponsel yang dia simpan di dalam sakunya tersebut, merasa getaran itu terus terjadi tanpa henti yang menandakan kalau itu memang sebuah panggilan telefon yang masuk, akhirnya Ronal memilih merogoh saku jaketnya untuk mengambil ponsel. Dan ketika ponsel sudah keluar dan dia melihat ke arah layar, Ronal langsung di buat mengerutkan kening, meski begitu dia tetap langsung menggeser tombol hijau yang ada di layar sana. Ronal mengangkatnya, "Halo," Ronal bersuara untuk menyapa seseorang di sebrang telefon sana. Yakni seseorang yang suaminya tadi juga ada di sini, siapa lagi kalau bukan Sia, istri dari Kazeo itu. "Bisa jemput gue nggak?" Wanita itu juga segera berucap mengatakan alasannya menelefon, tidak tapi Sia juga dengan sopan bertanya dahulu jadi tidak ada suruhan yang condong ke paksaan di sana, Sia mungkin takut jika menggangu waktu Ronal juga. Mendengar hal itu sudah pasti Ronal tanpa berfikir panjang juga akan mengiyakan, sebab Ronal juga paham kalau saat ini pasti Sia memang tengah berada di rumah Reya _seperti pagi tadi_. Meski Ronal tak akan menolak, tapi jujur saja dia sedikit bingung kenapa Sia memintanya untuk menjemput, mengapa tidak suaminya saja, padahal kan pria itu lumayan sensi kalau istrinya sering berurusan dengannya. Tapi ... Ah sudahlah, toh Ronal juga tidak perduli dengan persepsi Kazeo, terserah saja jika pria itu tidak terima atau mengamuk nantinya. Yang pasti dia akan mengantar Sia pulang ke rumahnya. "Bis __" Baru juga Ronal hendak menjawab dengan penuh keyakinan, dia malah terhenti ketika mendengar pekikan seseorang dari seberang telefon sana, itu bukan suara dari Sia, Ronal tau itu, karena faktanya jika dari nada suaranya, Ronal menebak itu milik Dhini karyawannya juga teman dari Sia juga Reya. "Ih Re, lo kok nggak bangunin gue." Tidak berhenti di sana, suara rengekan penuh pekikan tadi di balas dengan desisan pelan seseorang yang tak lain tak bukan adalah Reya sendiri. Wanita itu. "Diem, Sia lagi nelfon tuh." Ronal pun sontak mendengus di sana, entah karena apa. "Em, lo nggak bisa ya?" Sia sendiri di sana nampak menanyakan ulang pertanyaannya karena setelah menunggu jawaban Ronal, pria itu tetap tidak kunjung menjawab. Awalnya Sia fikir Ronal akan langsung mengiyakan seperti biasanya. "Bisa." balas Ronal mengulang kata katanya yang sempat terpotong dan malah hampir membuat Sia salah faham tersebut, mungkin juga karena Sia tadi mendengar dengusan nya. "Okay." Suara Sia yang awalnya tadi terdengar agak lesu, sontak saja berubah semangat karena mendengar Ronal yang setuju untuk menjemputnya itu. "Makasih pak bos," lanjut Sia di seberang sana, tanpa mengurangi rasa semangatnya. "Hm," Ronal bergumam sebagai jawaban. "Nanti gue share lok ya," ucap Sia lagi. "Hmm," "Okay gue tunggu ya, nanti jangan lupa chat kalau otw atau udah mau sampe," Sia memberitahu sebelum menutup sambungan telefon. "Gue tutup ya," pamitnya. "Hm," Dan setelah itu sambungan telefon pun benar benar terputus dengan Sia yang memutuskannya lebih dulu. Ronal kembali menyimpan ponselnya tersebut ke dalam saku jaketnya, dia mengedarkan mata melihat ke arah sekitar juga ke arah Beni yang masih saja mengoceh oceh tidak jelas itu. Mulai dari curhat perasaan nya menjadi jomblo, curhat tentang pekerjaannya menjadi arsitek yang memusingkan, juga tentang permasalahan dan rasa tertekannya dia dengan sosok adiknya _Loli_ yang sering menguasai tempat tinggalnya. Gelengan kepala Ronal tunjukkan ketika Beni saat ini malah beralih seperti terisak menangis, meratapi nasib jomblonya. Hm ... Beni memang seperti itu ketika mabuk berat. Ronal pun bangkit berdiri perlahan, awalnya dia ingin pamitan dengan seseorang, tapi dia baru ingat kalau tidak ada yang waras di sana. Mungkin ada sebagian yang tidak minum, tapi tadi mereka sudah izin undur diri dan pergi ke kamar masing masing. Macam Kazeo dan Dafhin yang entah tengah berada di dalam juga. Ah sudahlah, Ronal malas mencari, makanya dia memutuskan langsung saja melangkahkan kaki menuju pintu keluar, hendak meninggalkan basecamp. Hanya saja ketika dia baru saja tiba di depan pintu, dia malah merasakan ponsel di sakunya kembali bergetar layaknya ada panggilan masuk seperti tadi. Makanya Ronal juga segera saja merogoh saku nya tersebut untuk mengambil ponsel. Kazeo ... Nama pria itu lah yang terpampang di layar ponselnya, oleh karena itu Ronal tanpa pikir panjang langsung saja mengangkatnya. Penasaran juga alasan apa yang membawa Kazeo mau menghubungi nya. Apa mungkin pria itu tau kalau istrinya minta di jemput pria lain, apa juga Kazeo hendak mengamuknya. Tapi memang salah pria itu sendiri yang tidak bisa menjemput Sia, yang mana istrinya terpaksa harus meminta tolong pada pria lain, jadi bukan salah Ronal bukan. Clik ... Sambungan telefon pun terhubung setalah ibu jari Ronal bergerak menggeser tombos hijau di sana. Dan segera saja terdengar suara Kazeo dari seberang sana. "Mau nganter Sia?" Pertanyaan yang Kazeo ajukan tanpa berbasa basi itu menjadikan dahi Ronal berkerut, bagaimana pria itu tau? Hm ... Sepertinya Sia sudah memberi tahu Kazeo "Hm," Ronal bergumam saja sebagai bentuk balasan mengiyakan. Dia juga tidak berminat menanyakan keberadaan Kazeo saat ini, namun kalau dari suaranya yang sedikit menggema sepertinya Ronal bisa menduga lokasinya, yakni di bawah tanah, ruang rahasia yang sengaja di bangun sebagai tempat berkumpul ketika geng Danger masih aktif beroprasi dan juga tempat untuk menyimpan aset aset dan senjata penting. "Okay, hati hati, jangan sampe lecet!" perintah Kazeo dengan peringatan tidak main main pada Ronal. Bohong kalau Ronal tidak bingung di sana, sebab Kazeo yang biasanya mencak-mencak ketika istrinya di sentuh, tapi kali ini malah begitu santainya pria itu mengizinkan dengan lapang d**a meski tetap di tambahi kata ancaman seperti itu sih. Tapi ya itu adalah bentuk keanehan nan progres yang begitu mengejutkan menurut Ronal. Namun Ronal juga tidak berniat menyatakan kebingungannya tersebut, dia memilih diam saja tidak mau membahas lebih, terserah juga kalau Kazeo memang ada urusan dan rela menitipkan istrinya padanya. "Hm," Ronal bergumam sebagai jawaban. Tut ... Dan selanjutnya, sambungan pun terputus begitu saja secara sepihak, yang bahkan Kazeo sama sekali tidak mengucap apapun sebelum menutup sambungan telefon. Mungkin kalau itu bukan Ronal yang menjadi korban di acuhkan, bisa jadi saat ini orang lain langsung mencak-mencak dengan tingkah Kazeo yang seperti tidak ada sopan sopannya itu. Tuttt ... Ronal kembali menyimpan ponsel di saku jaket denim yang dia pakai, lalu dia melanjutkan langkah dengan tenang menuju mobil limited edition itu. Hm ... Hanya dengan melihat mobilnya saja, sudah pasti orang lain yang melihat akan langsung berfikir kalau si pemilik adalah salah satu pembayar pajak tinggi di negara ini. Eh ... Secara tiba-tiba bibir Ronal bergerak bersiul pelan. Sungguh Ronal sendiri tidak sadar telah melakukan hal demikian. Tapi jujur saja entah kenapa Ronal merasa ada sesuatu perasaan yang cukup menyenangkan dalam dirinya, apa mungkin karena Kazeo sama sekali tidak marah ketika istrinya dia bawa pergi ya, atau juga karena alasan lain? Ah, entahlah, Ronal tidak tau pasti, tapi ya begitulah perasaanya sekarang. Ronal tidak ambil pusing dan mulai memasuki mobilnya Buggati nya tersebut, setelah menyalakan mesin dia segera menancap gas pergi meninggalkan pelataran basecamp nya. Ronal mengendarai mobil dengan kecepatan medium, maksud nya medium kalau untuk mobil sport ya. Sedangkan di mata pengendara lain pasti sudah di sumpah serapahi akibat mengendarai mobil dengan kecepatan cukup kencang, seolah pamer mobil bagus hm. Meski begitu, tetap kok, Ronal sadar diri untuk tidak melakukannya melebihi batas wajar. Tak perlu menunggu lama, Ronal pun akhirnya tiba di lokasi yang tadi sempat Sia kirimkan _ketika dia sudah memasuki jalan raya besar_. Ronal menghentikan mobil di pelataran khusus parkiran di depan gedung tinggi, yakni apartment cukup bagus di pusat kota itu. Baru juga Ronal hendak menghubungi Sia untuk memberi tahu kalau dirinya sudah tiba, sosok wanita itu malah lebih dulu nampak terlihat berjalan dari kejauhan. Wanita yang saat ini tengah memiliki perut sedikit buncit tersebut memasang raut yang berbinar cerah saat ini. Ronal ingat betul ketika dirinya pertama kali bertemu dengan wanita itu, Sia. Saat itu dengan bodohnya Sia mencegat motornya yang melaju kencang di tengah jalan. Memang dasarnya bodoh sih Sia, makanya berani melakukannya dengan tanpa pikir panjang, hanya karena wanita itu hendak meminta tumpangan. Ck, untung Ronal memiliki skil bermotor yang mumpuni. Ronal tiba tiba ingin terkekeh mengingatnya. Tapi sekarang Sia sudah memiliki suami, dan juga buah hati untuk makin membuat wanita itu bahagia. Hm ... Katanya perasaan cinta yang paling tulus itu ketika mau mengikhlaskan orang yang di cintai bersama dengan orang lain, dan itulah yang pernah Ronal lakukan, dia dulu seperti itu. Membiarkan Sia bersama pilihannya untuk mencari kebahagiaan, sebab mungkin kalau dia memaksakan diri bersama wanita itu, belum tentu dia akan melihat senyum manis yang saat ini Sia tunjukkan. Jadi Ronal tidak menyesal! Tok ... Tok ... Ketukan dua kali di kaca mobil samping kursi penumpang tersebut membuat satu sudut bibir Ronal terangkat tanpa sadar. Itu kelakuan Sia. Ronal pun segera menurunkan kaca mobilnya agar bisa melihat wajah berseri itu dengan jelas. "Maaf, apa betul ini dengan bapak Ronal?" tanya Sia langsung ketika kaca mobil sudah benar benar turun. Harusnya Ronal bingung kan ya, sebab pertanyaan aneh yang ibu hamil itu lontarkan. Tapi faktanya tidak, Ronal langsung faham dengan Sia, yang saat ini memang tengah mencoba mengajaknya bercanda seperti biasanya. Sia berpura pura sebagai penumpang di sana. "Iya," jawab Ronal sekilas, mengikuti alur candaan Sia. "Saya masuk ya pak," Sia terkekeh setelah mengatakan hal tersebut. Dan tanpa pikir panjang Ronal juga mengangguk menyetujui untuk wanita itu masuk mobil. Cklekk ... Pintu pun terbuka, dan langsung menjadikan wanita itu buru buru masuk ke dalam mobil Ronal, yang mana juga segera duduk di bagian kursi penumpang samping Ronal. "Sesuai pesanan ya pak," Kekehan Sia makin keras saja ketika mengatakan hal tersebut seraya mulai memakai sabuk pengaman. Ronal tak menanggapi, tapi dia memberi respon gelengan pelan di sana. Ada ada saja memang tingkah ibu hamil ini. Sungguh hanya Sia yang bisa membuat Ronal si kanebo kering bisa tidak muak dengan candaan cringe ala orang gabut. Yang malah Ronal cukup terhibur saat ini. Mobil Ronal pun mulai melaju meninggalkan tempat itu dengan kecepatan pelan, benar benar pelan tidak seperti ketika berangkat tadi, mengingat saat ini ada dua nyawa yang harus Ronal jaga keselamatannya jika tidak ingin habis oleh kedua kepalan tangan Kazeo itu. "Nal," panggilan Sia setelah beberapa saat, yang mana langsung mendapat tanggapan gumaman dari Ronal, sebagai bentuk pria itu mengizinkan Sia melanjutkan mengucapkannya. "Hm," "Kenapa tadi lo nggak matiin telefon sih?" Sia bertanya yang lebih mirip mengungkapkan kekesalan itu. "Lo sendiri?" Bukannya menjawab pertanyaan yang Sia ajukan Ronal malah bertanya balik, yang mana langsung di hadiahi pelototan dari Sia itu. "Lah malah balik nanya. Kalo gue tadi lagi makan, susah mau matiin, kirain lo langsung matiin kayak biasanya." Masalahnya Sia merasa aneh dengan Ronal yang tidak seperti tingkah biasanya, siapa yang tau kalau pria di sampingnya itu tidak memutuskan sambungan telefon. Jika dia tau, sudah pasti langsung dia matikan tadi. "Hm," Ronal tidak merespon lebih, lagi lagi hanya bergumam pelan. Memang temen lucknud ya gitu, yang padahal Sia menjelaskan dengan nada menggebu gebu loh di sana. Sia mendengus akan respon Ronal, "Jadi kenapa nggak di matiin, kan gue jadi kena omel temen tadi, kampret lo," Dia ingat ketika Dhini temannya mengomelinya habis habisan yang katanya malu karena sudah kepergok tengah mencak-mencak bersama Reya itu. Sebab kalau di fikir fikir pasti akan ada kesempatan untuk mereka bertemu, mengingat Sia adalah teman mereka, yang mana jika ada acara pasti bertemu, malu sangat pasti nantinya. "Siapa?" Eh ... Sia sampai melongo di buatnya, mendengar Ronal yang bertanya nampak kepo mengurusi detail dari kemarahan temannya Sia itu. Kayak Ronal kenal saja siapa teman Sia. "Ya teman gue yang kata gue kerja di kantor yang sama kayak elo," balas Sia. Memang sebenarnya Sia sempat menceritakan kalau ada temannya yang bekerja di Riven corp ketika mengetahui Ronal langsung bekerja di sana setelah pulang dari luar negeri. By the way, sebetulnya Sia tidak tau pasti status pekerjaan Ronal di perusahaan itu apa sebab pria itu yang tak pernah mau menjelakan, tapi dia fikir jika Ronal memiliki posisi tinggi di sana, mengingat ayahnya Ronal juga pemilik dari Riven corp. "Oh," Singkat padat nan tidak jelas. Setelah di jelaskan macam itu, Ronal hanya merespon dengan hal tidak penting, memang harusnya tidak usah bertanya saja tadi. "Gitu doang respon elo? Dasar." Sia mendengus sekilas sebelum berbicara lagi, "Lo lupain aja Nal, meski temen gue yang nangis tadi santai santai aja, tapi lo harus lupain, kasian aja kalo mungkin dia juga nyimpan malu," ungkap Sia memikirkan satu teman jomblonya itu. "Hm, iya." Ronal mengiyakan saja agar lebih cepat. Mereka pun saling diam lagi, karena habis percakapan, tapi sebenarnya juga hal tersebut tidak berangsur lama, mengingat Sia adalah wanita yang tidak tahan jika tidak mengoceh sana sini. Lumayan heran sih, wanita cerewet ini harus terus berada di sekitar dua orang kaku tak banyak bicara macam Ronal dan suaminya sendiri itu, Kazeo. "Nal," "Sorry ya ngerepotin elo, katanya laki gue lagi ada urusan soalnya." jelas Sia, mengatakan alasannya. Dia juga tidak enak loh sebetulnya terus saja merepotkan Ronal ini. Ronal sendiri mengangguk faham, toh sebenarnya dia juga tidak masalah sama sekali di repotkan, "Hm," "Eh, lo masih jomblo kan?" tiba tiba lagi, Sia bertanya dengan nada nada excited, terlihat dari kedua matanya yang menatap Ronal saat ini tengah berbinar. Namun ... Kenapa tiba tiba? "Hm," Tanpa menoleh dan masih setia fokus ke arah jalan depan, dia bergumam seperti biasanya. Sia sedikit membenarkan posisi duduknya, masih excited. "Mau nggak lo gue kenalin ke temen gue, mungkin lo udah pernah liat pas acara nikahan gue, cuma lo lupa. Cantik kok," Ronal menoleh sekilas ke arahnya, hanya dua detik sebelum kembali ke arah depan. Padahal kan Sia menunggu respon Ronal dengan harap harap cemas, namun pria itu malah diam saja. Hampir sekali, Sia mengulang pertanyaannya, Ronal lebih dulu merespon dengan gumaman. Sebetulnya kan gumaman Ronal memiliki banyak arti kan ya, tapi di sana Sia malah langsung menangkap bahwa Ronal mau menerima tawarannya. "Hm," "Eh lo mau?" Sia berubah sangat jauh jauh excited, senang bukan kepalang. Akan tetapi ... "Enggak," Jawaban Ronal itu langsung saja membuat harapan Sia pupus seketika, benar benar tak berbentuk. Sia ingin sekali memukul wajah datar tidak berdosa tersebut keras keras, "Ih dasar, kan ini demi kebaikan lo juga, biar ada pasangan." Ronal tersenyum miring, "Masangin lo aja," Hng ... Sia melotot lebar, "Eh, Ronal, gue tampol ya lo berani ngomong kayak gitu di depan Kazeo," Jujur Sia sempat tercekat bukan main mendengarnya ungkapan Ronal, tapi tidak lama dia langsung tersadar setelahnya, yang mana dia juga kesal dengan pria di sampingnya itu, bisa bisanya mengatakannya dengan sangat santai. Dia sendiri bahkan sudah deg degan kalau misal ada orang lain yang mendengar, apalagi suaminya yang mana sudah di pastikan akan mengamuk besar besaran. Malah bisa habis Ronal nanti. Dan yang akan repot siapa? Ya jelas Sia lah, dia kelimpungan untuk memisahkan dua macam adu jotos. Sialan! "Hm," Masih dengan gumaman andalannya, Ronal acuh membalas, seolah dia tidak mengatakan kata kata yang mengandung sumbu ledakan tersebut. Sia berdecak sambil memberenggut kesal, dia memang perlu memperingatkan Ronal. "Jangan bercanda bercanda gitu lagi ah," Karena sungguh Sia tidak ingin adanya pertumpahan darah di antara suaminya dengan pria di sampingnya itu. "Iya," Ronal yang tidak mau merespon panjang, hanya mengiyakan saja. "Awas lo Nal," Sia tak main main, dia siap menampol Ronal jika pria itu masih ingin menggodanya. "Iya babe," Hng ... Sial, sekali lagi Ronal malah seperti di suruh meski detik sebelumnya dia mati matian melarang. Panggilan yang memang terdengar sangat aneh jika keluar dari mulut Ronal, namun pria itu benar melakukannya dengan sangat santai dan wajah datar. Tapi jelas, hanya dengan satu kata tersebut, ledakan besar benar benar bisa terjadi. "Ronal mahh ... Beneran pengen gue tampol ya lo!" Sia juga sudah mengangkat kepalan tangannya tinggi tinggi. Ronal menoleh, lalu menyeringai di sana, Sia sudah mulai deg degan lagi karena hal itu. "Kalo nampolnya pake hati nggak papa," Nah kan, apa kata Sia. Dia tau jika Ronal tidak mau berhenti menggodanya. "Lo belajar ngegombal dari mana sih, Beni ya, atau Sandy? Wah gila, jauh jauh lo dari mereka, virus buaya jomblo kegatelannya mulai nular!" pekik Sia menggebu gebu, wajahnya juga sampai memerah menahan kesal juga malu. Namun bisa bisanya Ronal malah santai santai saja setelah mengatakan hal tersebut. "Hm," Mereka pun tidak ada percakapan setelahnya, sebab Sia yang masih menahan kesal, harus meredamnya dahulu. Namun Sia tetaplah Sia, sudah di bilang wanita itu tidak tahan untuk tidak membuka suara, makanya setelah keadaan kembali kondusif dia mulai berbicara lagi. "Nanti mampir minimarket bentar ya," ucap Sia. Dan langsung di respon anggukan tanpa suara dari Ronal. Yang malah Ronal bertanya hal lain, "Mau mampir makan dulu?" Sia menggeleng mantap, lalu bersuara karena Ronal yang menatap lurus ke jalanan depan tidak akan bisa mengetahui jawabannya jika hanya dengan gerakan saja, "Enggak ah, gue kenyang banget." "Okay," Ronal pun mengerti. "By the way, Nal ... Gue tadi serius loh pengen ngenalin sama teman gue," Mendadak Sia teringat dengan pembahasan tadi, dia harus menekankan pada Ronal siapa tau pria itu berubah fikiran. Dan lagi lagi jawaban Ronal hanya gumaman, "Hm," "Lo serius nggak mau?" tanya Sia mengulangnya. "Hm," Yang kali ini Sia sudah tidak salah faham lagi, dia mengerti kalau 'hm' itu berarti Ronal juga serius menolaknya. Sudah pasti Sia kecewa sebab temannya tidak mau di kenalkan. Tapi ya tidak apa apa, Sia pasrah jika begitu keinginan Ronal, Sia masih memiliki jalan ninja lainnya kok. "Okay deh. Kalo gitu gue kenalin ke yang lain aja, masih ada yang lain kan, temen temennya laki gue, temen bang Dafhin juga banyak, udah dewasa ganteng ganteng mapan lagi. Temen gue yang jomblo dari lahir kayaknya suka yang lebih berpengalaman." Sia memang tidak berniat menyindir Ronal sama sekali di sana. Tapi mendengar hal itu pria itu _Ronal_ malah langsung menoleh seraya mendengus pelan. Entah apa maksud Ronal yang tadi menolak tapi sekarang malah mendengus, hanya saja Sia tidak mau berfikir panjang. Toh dia memang serius akan mengenalkan temannya pada pria lain, semoga saja Reya menerima. "Sayang banget lo nggak mau, udah cantik bodynya bagus, dan terlebih nggak kegatelan sama cowok lain," ungkap Sia masih tidak berniat menyindir, tapi berbicaranya cukup keras sampai Ronal dengar. "Reya Reya, kayaknya emang lebih aduhai yang matang ya," gumam Sia melanjutkan. Dan meski gumaman Sia di ucapkan begitu lirih, tapi entah kenapa Ronal masih sangat jelas mendengarnya. Bahwa nama wanita itu, Reya, ikut di sebut sebut di sana. Huh ...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD