Chapter 60 - Di Periksa

2612 Words
Reya sudah siap berganti pakaian di sana, mengenakan dress selutut warna hijau toska bunga bunga dengan model lengan balon setengah lengan. Rambutnya yang basah tapi belum sempat dia keringkan sepenuhnya. Dia ingin mengeringkan, namun waktu sudah tidak sempat, sebab dia mendengar suara pintu yang di ketuk di sana. Dan pasti dokter yang di panggil sekretaris Ronal lah yang datang. Oleh sebab itu, Reya buru buru melangkah menghampiri pintu untuk membuka dan mempersilahkan sang dokter masuk. Cklekk ... Pintu tersebut Reya buka perlahan, Hanya saja belum sempat pintu terbuka sepenuhnya dan Reya melihat dokter tersebut secara jelas, seseorang di depan itu lebih dulu hendak berbicara. "Nal __ Eh." Terlihat jelas kalau orang itu, pria muda dengan menenteng tas di tangan kiri dan membawa jas putih khas dokter di tangan kanan. Tak bisa di pungkiri, Reya pun juga terkejut di sana. Dia pikir dokternya adalah pria tua atau setidaknya sudah berumur, namun lihat yang datang rupanya adalah dokter muda yang bisa di bilang tampan dengan kacamata yang bertengger di wajahnya tersebut. Mungkin kalau Reya tak melihat jas putih khas dokter yang pria itu bawa, Reya pasti tidak akan bisa mengenalinya. Satu lagi, sepertinya dokter tersebut juga mengenali Ronal? Ah, iya benar, karena tadi sekretaris Ronal juga menyebutkan nama dokter ini. Jadi pasti keduanya sudah saling mengenal. "Maaf siapa ya?" Dokter muda tersebut nampak bertanya perlahan setelah berhasil menguasai keterkejutannya tersebut. Reya pun sedikit bingung, namun dia tetap akan menjawabnya, seperti yang dia katakan pada sekretaris Ronal tadi. "Teman Ronal, silahkan masuk," Reya berusaha menunjukkan senyum canggung di sana. Namun seolah tidak percaya dengan apa yang Reya katakan, dokter muda itu malah mengerutkan dahi sejenak dan mengamati wajah Reya. Tapi tidak lama setelahnya pria tersebut tetap melangkah masuk karena Reya juga sudah mempersilahkan. Reya mengikuti langkah dokter tersebut dari belakang, setelah menutup pintu rapat. Namun dokter muda itu kembali menunjukkan keterkejutan di wajahnya ketika sudah mendekat ke arah ranjang di mana Ronal berada. Dan bahkan setalah menatap Ronal dokter tersebut secara terang terang beralih menoleh pada Reya dan mengamati Reya, terutama pada rambut Reya yang saat ini tengah setengah kering tersebut. Alhasil, Reya jadi gelagapan sendiri di tatap seperti itu, apa sebenarnya yang dokter tersebut fikirkan di sana. "Ah maaf, saya tidak bermaksud," Dokter tersebut mengucap kata maaf, mungkin sadar jika tindakannya menatap Reya salah satu dari tindakan tidak sopan. "Tapi kalau boleh saya tau, apa yang baru saja terjadi? Kenapa dia basah padahal tengah demam tinggi?" tanya pria tersebut melanjutkan, jadi itu alasan sang dokter menatap Ronal dan Reya seperti terkejut. "Ah itu, itu." Bagaimana ya menjelaskannya, Reya tidak akan di tuduh macam macam kan nantinya? Tapi sebenarnya juga Reya kan hanya membantu saja di sana, meski selama membantu cukup banyak insiden yang berhasil membuat Reya bergidik ngeri. Belum juga Reya menjelaskan, dokter muda tersebut sudah tersenyum penuh suatu arti di sana, mungkin karena Reya juga seolah bingung dalam menjelaskan, makanya pria itu mengerti dan menyimpulkan sendiri. Lalu setelahnya pria itu berbicara lagi, "Jika terlalu privasi tidak apa apa tidak perlu di ucapkan," Privasi? Apa maksudnya. Entah kenapa Reya jadi berfikir macam macam, apalagi senyum dokter muda itu seolah seperti tengah mengejek di matanya. Entah benar sebuah ejekan atau tidak, tapi di mata Reya begitu adanya. "Tidak kok!" balas Reya yakin. Dokter muda tersebut terdiam sejenak dengan menatap Reya, namun tidak lama karena langsung membalas lagi yang tentu saja sambil tersenyum lagi. Senyuman itu loh yang membuat Reya overthinking tuh. "Begitukah. Tapi saran saya, jangan melakukannya saat sedang sakit seperti ini, nanti anda tertular." MELAKUKAN APA? HEI ... Benar kan apa kata Reya, kalau pikiran macam macamnya sepertinya memang benar, kalau pria tampan ini seperti menunjukkan ejekan yang pasti memang ada kesalah fahaman di sana. Entah kenapa Reya benar benar berfikir kalau dokter muda itu mengartikan bahwa keadaan Reya yang basah juga Ronal yang basah macam itu akibat dari perbuatan senono yang telah di lakukan di tempat yang berair. Aishh ... Padahal tidak ada sama sekali hal seperti itu. Ah tidak, mungkin hanya pelukan, atau tadi saat dia di tindih Ronal. Meski begitu semua tidak lebih dari sekedar menolong. Jadi Reya harus segera menjelaskan. "Tidak! Sepertinya anda salah faham. Sebenarnya pria itu tadi tengah berenang, dan entah kenapa malah berakhir pingsan di pinggir kolam, jadi saya membantunya ke mari. Emm ... Satu lagi, tolong gantikan bawahannya yang basah, karena sepertinya anda mengenalnya." jelas Reya panjang lebar dengan tanpa sungkan, dia tidak ingin kesalah fahaman di sana malah makin berlarut larut. Entah kenapa semua orang berfikir ada sesuatu di antara dirinya dan Ronal, semuanya loh berfikir seperti itu, tidak staff ataupun sekretaris Ronal, belum lagi dokter ini, mereka menganggap aneh aneh tentang dirinya dan Ronal. Dokter tersebut bukannya menunjukkan raut kepercayaan yang kentara, malah dia hanya mengangguk sekilas, seraya mulai menurunkan tas yang dia bawa lalu membukanya itu, "Ah ... Begitu rupanya. Baiklah, saya mengerti." tapi ternyata dia juga membalasnya. "Sebenarnya tidak masalah jika anda yang menggantikannya sendiri." Yang dokter muda itu maksud adalah celana, apalagi memang. Eh .., Tapi Respon Reya tentu saja nganga an lebar di sana, ya bagaimana, dia saja tadi meminta untuk menggantikan sekalian karena dia tidak bisa melakukannya, dan sekarang dokter muda tersebut malah berucap demikian. "Tidak tidak, anda saja!" Respon Reya sedikit buru buru. Dan ternyata dokter tersebut tak mempermasalahkannya, langsung mengiyakan saja. "Okay," Lalu dapat Reya lihat, kalau dokter itu mulai mengeluarkan alat alat tempur untuk memeriksa Ronal, yang saat ini sedikit merintih tersebut. Sebenarnya posisi Ronal saat ini juga belum terlalu nyaman. mengingat setengah kakinya, dari lutut sampai bawah masih menjuntai tidak naik ke atas ranjang. "Sudah sejak kapan demam parah seperti ini?" tanya dokter tersebut sambil menempelkan alat pengecek suhu juga mengenakan stetoskop di sana. Reya bergumam sejenak sebelum menjawab. "Saya tidak tau, baru hari ini dia seperti itu. Tapi kemarin pagi saya melihat wajahnya sedikit pucat, tapi hanya sedikit." Reya berucap jujur di sana, memang faktanya seperti itulah bukan. Semoga saja Reya tidak di salahkan karena tidak memerhatikan. Hiii ... Reya ngeri sendiri kalau hal tersebut sampai terjadi. Tapi tidak seperti ketakutan Reya di sana. Sang dokter muda itu sama sekali tak menunjukkan sikap memusuhi di sana, malah malah pria itu sedikit terkejut _sepertinya_, Reya sadar keterkejutan itu terlihat dari raut wajahnya, lalu entah kenapa dia malah berlanjut tersenyum misterius. Eh ... Makanya Reya jadi bingung tak mengerti di sana. Dokter itu menoleh ke arah Reya setelah selesai mengecek menggunakan stetoskop. "Oh okay, by the way, apa saat bersentuhan anda tidak merasa suhu tubuhnya meningkat?" tanya Dokter tersebut lalu kembali fokus mengecek Ronal lagi, mengecek tekanan darah dan lain lain. Reya mau tak mau terdiam cukup lama mengingat ingat. Kemarin mereka saling bersentuhan, tepatnya saat insiden ulat terjadi. Dan sepertinya Reya tak merasakan hal lebih. Panas tapi tidak terlalu, "Kemarin sih sedikit, tapi tidak terlalu yang panas banget," Reya melapor sesuai yang dia tau. Dan seketika Reya mendengar deheman pelan yang terlontar dari bibir dokter tersebut. "Ah iya. Anda juga harus menjaga kesehatan, meski rasa menggebu gebu pria ini tinggi, tapi anda kalau bisa harus memberitahunya, jika anda tidak ingin tertular seperti kata saya tadi." Tanpa menoleh ke arah Reya, pria itu menjelaskan. Lagi lagi entah ini hanya perasaan Reya saja, atau memang betulan terjadi. Tapi kenapa ucapan dokter muda itu seperti mengartikan sesuatu ya. Reya sadar dirinya tidak sepolos itu, dia paham hal hal yang kadang terdengar tabu, apalagi dia juga seorang penulis romance jadi hal di dalam suatu hubungan dia bisa memahaminya dengan sangat rincibjuga. Namun kali ini kenapa otak nya jadi traveling sekali ya. Padahal otak Reya tidak sekotor itu. "Maaf ... Apa yang anda katakan, saya tidak mengerti." Reya berusaha berpura pura tidak mengerti sama sekali di sana. Tapi memang tidak mengerti deng, takut malah pemahaman malah salah kaprah. "Tidak apa apa, tapi saya merasa senang mendapati anda di sini." Makinlah Reya tak mengerti ke mana arah pembicaraan itu. "Apa?" Dokter tersebut selesai menyuntikkan sesuatu pada lengan Ronal, lalu dia menegakkan tubuh dan sepenuhnya menghadap Reya. "Semoga berhasil." Dia tersenyum cerah sambil mengangkat tangan kanan berbetuk kepalan yang seperti menyemangati tersebut. "Berhasil apa?" Kerutan di dahi Reya makin terlihat jelas sudah. Apalagi yang pria ini maksudkan. Kenapa Ronal sama anehnya dengan pria itu sih. Dan dokter muda tersebut malah terkekeh pelan di sana. Seperti kelepasan tapi. "Membuat perut anda menggelembung tentu saja." Masuk angin maksudnya? Ei ... ATAU MALAH HAMIL? Dan sontak mata Reya melebar kuat. "WOYY ..." Reya juga sampai tak sadar berteriak seperti itu. Pasalnya apa yang pria itu katakan sudah termasuk fitnah yang sangat kejam loh. Apa maksudnya. Reya mengumpat begitu pelan merutuki tingkahnya yang bar bar barusan, "Sial .., maaf maaf saya kelepasan," Reya tak bermaksud berteriak keras macam itu. Tapj ya bagaimana kata katanya begitu memancing Reya untuk berteriak. Awalnya dokter muda itu nampak terkejut tapi tidak lama dia berubah tersenyum, seiring Reya yang juga mengucapkan maaf di sana. "Tidak masalah," Pria itu berucap seperti itu. "Tapi anda salah faham, kami tak melakukan hal lebih!" Reya sangat menggebu gebu dalam berbicara. Dia tidak mau ada kesalahan fahaman lagi di sana. Cukup sampai sini. "Oh saya mengerti, hanya sampai tahap sentuhan saja," Dokter itu sudah tak menghadap Reya lagi, tapi nampak membereskan barang-barang peralatan dokternya tersebut ke dalam tas ketika berbicara. "Eh," Reya ingin mengelaknya. Tapi dia juga sadar, jika apa yang di katakan dokter tersebut memang benar adanya. Mereka berada dalam tahap sentuhan, pelukan dua kali kan ya eh entah kalau yang ini, yang pasti ciuman hanya sekali, dan tidak lebih. Tapi bukannya itu tidak bisa di katakan mereka ada dalam lingkup hubungan kan ya, terlebih Reya sadar jika semua bermula sebab ketidak sengaja an. Reya fokus dengan pemikirannya sendiri, dan tidak bisa menjawab dokter tersebut. Makanya pria itu melanjutkan kata katanya, seraya masih membereskan peralatan dan mengeluarkan beberapa obat obat di sana. "Saya sudah menyuntikkan obatnya agar demamnya cepat turun, untuk obatnya saya juga akan memberikan. Jika masih tak ada perubahan sampai besok pagi, tolong hubungi saya lagi ya," ucap pria itu pelan sambil meletakkan buntelan obat yang sudah dia beri tanda aturan minumnya menggunakan spidol permanen tersebut. Reya pun juga mengangguk mengerti, "Iya terimakasih." Reya merasa seperti wali pria itu saja jadinya. Cih ... "Satu lagi pastikan dia makan dengan benar, karena biasanya dia agak sulit makan saat sakit." Dokter mengatakan lagi, seolah sudah memahami Ronal luar dalam saja. Apa memang sedekat itu ya hubungan Ronal dengan pria muda ini. "Ah i -iya, saya pastikan itu." balas Reya agak ragu sebenarnya. Dia tidak tau ucapannya akan terwujud atau tidak, tapi yang pasti dia harus mengiyakan dahulu biar cepat. Dokter tersebut kembali menegakkan tubuhnya, tas nya juga sudah kembali rapi seperti ketika saat datang lagi. Lalu menghadap Reya lagi. "Baiklah kalau begitu, bisa ambilkan pakaian untuk dia ganti?" "Eh ..." Reya mengerjab erjabkan matanya menatap lurus pada dokter itu. Kenapa Reya yang di suruh? Karena tak mendapat sahutan dari Reya, dokter itu pun tersenyum mencurigakan di sana. "Apa anda sendiri saja yang menggantikannya?" Tentu saja Reya langsung membalas dengan pelototan tajam. Agak berani juga ya Reya itu. Tapi ya bagaimana, simpulan dokter muda itu amat mengejutkan bagi Reya. "Tidak tidak, sebentar saya ambilkan," Setelah mendapat anggukan dari pria itu, Reya pun ngacir pergi menuju walk in closet. Sejujurnya dia terkejut karena harus membuka koper pria itu dan mengambilkan pakaian. karena sudah pasti di dalam koper juga ada benda keramat yang harus di jada dari mata perawan macam Reya. Ei, bisa saja Reya, padahal dia di rumah sudah terlalu biasa melihat benda yang sama milik adiknya _Reno. Tapi dengan terpaksa Reya harus melakukannya, sebab sepertinya dokter itu tidak akan mau menggantikan jika pakaian ganti Ronal tidak di ambilkan. Reya sampai di walk in closet, lalu dia menghampiri koper yang Ronal bawa. Dan ketika membukanya benar saja Reya langsung di suguhi barang keramat yang Reya maksud. Wajah Reya merah padam saat ini, entah kenapa dia merasa malu jika mengambil barang keramat milik orang lain, padahal biasanya dia sudah sangat terbiasa jika memungut melipat benda tersebut baik bersih maupun kotor milih Reno tempo hari. Tapi sekarang dia cukup tidak sanggup. Hanya saja ya tidak ada pilihan lain, Ronal mengambil sebuah kaos warna abu dengan merek terkenal itu juga celana joger warna hitam tak lupa benda keramat yang Reya maksud, semvak apalagi. Setelah mendapat apa yang dia inginkan, dia langsung berjalan cepat lagi menuju luar di aman Dokter itu masih setia berdiri menunggu Reya. "Ini," Reya menyerahkan pakaian kering di tangannya itu pada Dokter muda tersebut. Dan langsung di sambut oleh sang empu. "Terimakasih," ucap dokter tersebut sambil tersenyum. Dokter itu hendak berbalik hendak melakukan kegiatan yang tadi Reya perintahkan, yakni menggantikan baju Ronal. Tapi entah kenapa Pria Itu menyadari kalau Reya yang berdiri di belakangnya, masih juga diam di sana mengamati. Makanya dokter tersebut langsung menyelutuk sambil tersenyum miring. "Anda ingin melihat?" Hng ... Dan seketika Reya tersentak di tempat mendengar nya. Dia melebarkan matanya. "Tidak! Saya akan menunggu di luar." Balas Reya cepat. Tanpa menyudahi seringaian nya, dokter muda itu mengangguk kan kepala. "Ah okay, terserah anda saja." Dan setelah itu, Reya pun berlalu pergi dari sana menjauh ke luar ruangan menuju area kolam, bahkan dia berjalan sampai ke ujung agar tidak di tuduh macam macam, Reya juga sama sekali tidak menoleh. Dan langsung saja tingkah Reya tersebut mendapat respon kekehan dari pria itu, sang dokter muda nan tampan. Butuh sekitar sepuluh menitan bagi dokter itu berkutat dengan urusan mengganti baju Ronal. Dan setelah itu Reya mendengar panggilan dari arah belakang, yakni ya dokter tersebut. Makanya Reya baru berani membalik badan juga menghampiri nya. Dan benar saja, ketika Reya masuk ke dalam kamar dia bisa melihat kalau Ronal sudah rapi memakai baju saat ini, tidak Shirtless yang mana memperlihatkan perut kotak kotaknya yang seolah ingin di sobek itu. Ronal juga sudah diposisikan denga nyaman seluruh badannya naik ke atas ranjang. Huhu tempat tidur Reya, tapi ya gimana lagi, Reya harus ikhlas. ketika Reya sudah mendekat, dokter itu langsung berbicara, "Sebenarnya anda bisa bantu mengompres agar demamnya cepat turun." Reya menggaruk pelipisnya kikuk, kenapa jadi Reya yang seperti pembantu Ronal di sini. "Ah begitu ya," Reya hanya menjawab demikian. Da dokter muda itu mengangguk kepala mengiyakan. "Obatnya saya taruh di nakas, di minum tiga kali sehari setelah makan." "Iya," balas Reya. "Kalau begitu saya pamit undur diri." Begitulah akhirnya, dokter tersebut menunduk kan kepala satu detik untuk berpamitan pada Reya di sana. Reya juga paham dan balasnya dengan anggukan. Sebelum akhirnya dia mengangkat dokter muda itu hingga pintu, dan keluar dari ruangan. Sampai menyisakan Reya dan Ronal sendiri di sana. Huft ... Berat sekali helaan nafas Reya, terlihat jelas kalau saat ini wanita itu benar benar merasa menanggung beban di pundaknya. Hiks ... Reya tak lupa merutuki waktu liburnya, yang harusnya dia buat senang senang, malah mengurusi orang sakit. Sialan! *** Di sisi lain, sebenarnya setelah dokter dengan nama Erlan tersebut keluar dari kamar Ronal itu, dia langsung saja merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel di sana. Dan buru buru mencari nomor kontak seseorang, dan setelah ketemu, dia juga segera mengetikkan sesuatu di sana. ___ Kanebo Kering 2: 'Anjing lo Nal, diem diem nge keep cewek juga lo ya!' 'Parah, udah lo apa apain ya? Meski cewek lo bilang enggak, mana percaya gue sama burung lo yang udah karatan 26 tahun wkwk!' ___ Setelah mengirimkan pesan tersebut, Erlan menyimpan ponselnya kembali. Erlan nampak tersenyum puas di bibirnya, alasannya karena dia merasa senang setelah melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Ronal sudah berubah. Pria itu sudah move on, dan lagi, berani mengambil langkah benar mendekati seorang gadis setelah bertahun tahun terus menjomblo. Tapi sungguh, Erlan bukan merasa senang lagi, tapi juga terkesan bangga mengetahui fakta tersebut. Jadi bisa di katakan, julukan 'gamon' gagal move on, dan si maho a.k.a homo itu bisa lepas dari punggung Ronal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD