Zalina ~ Part 3

1079 Words
Aku berlari dan berlari, mencari dimana keberadaan Morin. Tanganku mengepal, dia orang yang menjadi kaki tangan Xavier mengikuti langkah kakiku. “Nona, Nona...”’panggilnya dengan sangat keras, beberapa pengunjung Bar pun melihat rasa takut ku. Bahkan teman ku bekerja pun mengejarku dan bertanya padaku, “Zalina kenapa dengan mu?” Aku menggelengkan kepalaku, “Tidak, dimana Papi?” Tanyaku. “Dia sedang bersama dengan wanita nya!” “Dimana?” Tanya ku kembali. “Di tempat biasa,” tanpa menjawab aku segera berjalan menuju ruangan VVIP milik Morin, “kau kemana? Jangan mengganggu Papi!” Ucap Joana seraya ingin menghentikan langkahku. “Aku tak peduli! Dia sudah mengingkari janjinya!” Ucapku sembari berjalan menuju ruangan Morin, pintunya tertutup dengan sempurna. Ruangan yang jauh dari jangkauan siapapun itu terlihat sangat sepi, Aku mengetuknya dengan keras. Dor dor dor! Sembari mengetuk pintu itu aku berteriak, “Papi.... BUKA!!” Teriakan ku mungkin terdengar sangat kencang oleh Morin, ia pun segera membuka pintu tersebut. “Halo Zalina, ada apa kau menggangguku?” Tanya nya sembari membetulkan kancing celananya, mungkin Morin sedang melakukan hubungan badan dengan wanita itu. “Kau jahat!” Ucapku. “Kenapa dengan ku? Apa salahku?” Tanya Morin. “Kau memaksa ku untuk bekerja hari ini, ada seorang tamu yang sedang menungguku! Lalu aku bilang, aku mau bekerja hari ini tapi tetap dengan apa yang aku ajukan dari dahulu!” Nafasku tersengal hebat, “Ingatkah? Bagaimana perjanjian ku dengan mu?” “Ya, Aku ingat!” Sahut Morin, “Lalu kenapa denganku!” “Kau tak usah berbohong Papi! Kau mau menjualku kan?” Tanya ku padanya. “Apa yang kau maksud?” Tanya Morin. “Dia ingin memakai tubuh ku untuk memuaskan nafsunya!” Jawab ku. “Apa?” Tanya Morin, “Tidak! Aku berani bersumpah Zalina, aku tidak berpikir sepicik itu!” Ia mencoba berkilah. “Berapa dia membayarku?” Tanya ku tegas. Morin terdiam dan enggan menjawab, “kau tak bisa menjawab? Itu artinya kau memang berniat menjualku!” Ucapku kembali, air mata ku jatuh menahan sakit. Aku telah mempercayainya untuk menjadi ayah di luar rumah ku, aku pun bekerja dengan upah yang sangat kecil. Karena aku meminta kepadanya untuk tidak memberiku tamu hidung belang, aku tak menyangka bahwa Morin melakukan hal itu padaku. “Papi, dengar! Bagaimanapun aku telah menganggap mu seperti ayah ku sendiri! Papi, aku tak peduli aku mendapatkan uang hanya untuk makan! Yang penting diriku tetap terjaga!” “Kau bodoh! Kau bekerja disini saja, orang-orang sudah menganggap mu murahan!” Ucap Morin dengan sangat tegas, tatapan nya seakan menegaskan bahwa diriku memang sangatlah murahan. “Tidak Papi! Tidak,” tukas ku, “Aku tidak peduli dengan omongan orang tentang ku! Aku peduli diriku sendiri, Ayahku dan juga adik ku! Aku bekerja menari dan bernyanyi, bukan menjual diriku!” “Apakah harus kau menjual ku? Apa kau harus memberiku rasa takut seperti ini?” Tanya ku kembali. “Terserah kau Zalina! Terserah apa mau mu! Jika memang kau tidak mau, kau boleh berhenti bekerja saat ini juga!” Ucap Morin kepadaku, ada perasaan takut karena aku pun membutuhkan pekerjaan ini. Namun aku tetap harus kuat dan bersikukuh bahwa aku tidak bisa menjual diriku, aku tak peduli bagaimanapun jadinya nanti jika aku tidak bekerja. “Baiklah! Aku berhenti dari pekerjaan ini!” Ucap ku dengan tatapan mata yang sangat lekat, lalu Morin terdiam dan terlihat kecewa dengan keputusan yang aku iyakan. Aku berjalan menuju ruang ganti, di sana air mata ku tak henti menetes membasahi pipiku. Joana datang dan melihat ku bersedih, “Kau kenapa Zalina?” Tanya nya. “Tidak ada Jo! Aku sudah tidak bekerja disini!” Ucapku. “Mengapa seperti itu? Bukankah kau sangat membutuhkan uang?” Tanya nya kembali. “Iya, tapi aku tidak bisa selamanya bekerja seperti ini! Apalagi kejadian tadi membuat jantungku merasa takut, aku tak bisa seperti itu Joana!” Ucap ku dengan pelan. Seorang temanku kerjaku yang lainnya datang, Ia memang sedikit tidak menyukai ku. “Alaaah, dengar Zalina! Kau seharusnya mengerti jika tidak mau dianggap w*************a, tak seharusnya kau berada disini!” “Diam kau Leona!” Ucap Joana sedikit bernada tegas. “Kenapa?” Tanya nya, “Memang betul kan? Kau p*****r, aku pun sama! Jadi hal itu juga berlaku untuk Zalina!” Tuturnya kembali. “Kau tak tahu Leona! Aku dan Papi Morin memiliki perjanjian, aku bekerja hanya bernyanyi dan menari diatas podium Bar! Semua memberiku Tips melalui Papi!” Aku mencoba menandas kalimat yang di ucapkan Leona, bagaimanapun aku tidak mau di sebut wanita seperti itu. Karena selama aku bekerja, aku hanya menjadi penyanyi Bar bukan pemuas nafsu para pria dan hal yang di ucapkan Leona benar-benar membuka mataku akan pekerjaan ini. “Tetap saja Zalina, kau tetap wanita penghibur! Kau bernyanyi tidak memakai pakaian tertutup kan? Semua orang melihat mu, melihat lekuk tubuh mu! Kau tak perlu memunafikkan dirimu Zalina!” Teriak nya kembali. “Leona! Hentikan!” Titah Joana, ia menatap sarkas wajah Leona. “Tidak seharusnya kau menjelaskan pekerjaan ini! Urus dirimu sendiri, dari dulu kau memang tidak menyukai Zalina dan aku tahu itu!” Ucap Joana, ia terdengar membela ku. “Kau dan Zalina sama saja! Sama-sama munafik, aku tahu siapa saja yang pernah tidur dengan mu!” Ucapnya kembali. Plakkkkkkkkk Joana tak sengaja menampar pipir Leona dengan tamparan yang sangat keras, “Kau!” Ucap Leona sembari menunjukkan tangannya tepat di hadapan hidung Joanan, “kenapa?” Tanya Joana. “Kau akan tahu akibatnya karena sudah membuat pipiku merasa sakit!!!” Ancamannya penuh dengan penekanan, “Dan kau ..” Ia menunjukkan jari telunjuknya telat di hadapan wajahku, “Kau tetap saja w*************a!!! Bagiku kau tak lebih dari seorang p*****r seperti ku!!!” Ia pergi meninggalkan kami dengan amarah di dalam hatinya. “Zalina, Ingat kau tak perlu mendengarnya. Kau wanita baik dan tidak seperti ku.” Seru Joana, kepalanya tertunduk lemah saat mengatakan hal itu. “Jo, kamu wanita yang baik dan lebih tepatnya teman yang baik untuk ku. Terimakasih karena sudah membantuku, kau juga selalu menjaga ku.” Sahut ku sembari mengusap lembut bahunya. “Terimakasih Jo! Aku pamit pulang ya!” ucapku. “Tunggu sebentar Zalina, aku akan mengantarkanmu!” Ia segera memakai jaket kulit kebanggaannya, ia juga memaksa ingin mengantarku pulang. “Jo bukankah rumah mu tak searah denganku?” Tanya ku pada Joana. “Tidak apa-apa,” ucap nya dengan di iringi senyuman, “Bolehkan aku menginap dirumah mu?” Tanya nya kepadaku. “Mmm Boleh, aku senang kalau memang seperti itu!” Sahutku sembari membalas senyuman nya. “Ya sudah, terima kasih ya!” Aku berjalan bersamanya, kebetulan tempat ku bekerja dekat sekali dengan lokasi rumah ku. * Di tempat lain, Tuan Xavier mengepalkan tangannya. Ia memang sangat kesal kepadaku, ia merasa rugi karena tak sempat menjamah ku. “Sialan! Wanita itu!” Ucapnya dengan tangan yang mengepal. “Panggil Morin!” Titah nya pada orang kepercayaannya itu, “Suruh dia membawa gadis sialan itu!” Perintahnya kembali dengan tatapan yang penuh dengan amarah, suaranya sangat tegas dan membuat Hill merasa ketakutan. “Ba-baik Tuan!” Ucap Hill, lelaki yang selama menjadi kepercayaannya. Hill segera pergi untuk menghampiri Morin dan saat di perjalanan ia sempat melihat ku, namun rasa iba terhadap ku membuat nya mengurungkan niatnya untuk menghampiri ku. “Tidak, aku rasa anak itu memang sangat baik! Dia memang mempertahankan apa yang seharusnya ia pertahankan dan sepertinya aku merasa kasihan kepadanya.” Ucap Hill kembali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD