“Selamat atas perceraianmu, Alexandra.” Pria itu berkata lembut disertai senyum hangat. “Apakah aku sudah punya kesempatan untuk berdiri di sampingmu sekarang?”
Joshua menyipitkan mata tajam. Ia mengenal pria tersebut. Mustahil bagi siapa pun untuk tidak mengenalnya. Fotonya terpajang di mana pun kakinya melangkah. Dia adalah adalah Lucciano Miller Grey, seorang model terkenal yang memiliki karisma luar biasa dan tanpa kekurangan apa pun. Tapi, apa yang model terkenal sepertinya lakukan di sini? Apakah mereka berdua saling mengenal?
Sebelum Alexandra sempat menjawab, Lucciano kembali berkata, “Aku tidak akan bicara omong kosong seperti sebuah janji, tapi aku bersumpah kalau kau akan menjadi satu-satunya pemilik hatiku selamanya. Aku akan memperlakukanku dengan tulus dan tidak akan pernah meninggalkanmu.”
Mendengar itu seketika membuat Joshua marah. Apakah pria itu sedang menyindirnya? Menyalahkan dirinya karena selalu mengabaikan dan meninggalkan Alexandra sendirian? Tapi, Alexandra memang pantas mendapatkan itu setelah semuanya. Dia tidak punya hak untuk mengeluh.
“Apa lagi ini? Jadi, kau masih ingin meneruskan trik konyolmu? Baiklah. Mainkanlah sepuasmu. Aku akan melihat sampai di mana kau bertahan.” Nada suara Joshua terdengar dingin dan langsung berbalik menuju rumah.
“Nyonya Muda Carter!” Berlin, sang kepala pelayan memanggil ke arah Joshua.
Pria itu lantas menyeringai. Sesuai dugaannya, Alexandra akan mengikuti di belakangnya. Bagaimanapun, wanita itu tidak akan melepaskan kesempatan terakhirnya.
Dengan sengaja, Joshua menghentikan langkahnya dan berpikir untuk memperingatkan Alexandra agar berhenti melakukan trik kotor seperti ini lagi. Itu hanya akan membuatnya jijik dan semakin membencinya.
Ketika merasa Alexandra semakin dekat dengannya, Joshua bicara dengan suara dingin, “Dengar Alex-” Keningnya mengerut saat wanita itu melewatinya begitu saja.
“Terima kasih,” ucap Alexandra seraya mengambil sebuah tas kecil dari Berlin. “Dan tolong panggil aku Nona Alexandra. Omong-omong, aku hanya akan mengambil isi dalam tas ini saja. Untuk barang-barangku yang lain, silakan lakukan apa pun yang kau mau.”
“Lalu, tolong sampaikan ucapanku pada Tuan Carter bahwa aku tidak akan pernah mengganggunya lagi, karena kami telah bercerai. Oh, dan berikan ini juga padanya. Anggap saja ini sebagai hadiah untuk pernikahan berikutnya.” Alexandra memberikan sebuah kartu bank pada Berlin.
Joshua melihat kartu itu dan menyadari bahwa itu adalah kartu yang ia berikan pada Alexandra ketika mereka menikah. Di bawah tatapan semua orang, ia menahan amarah dengan wajah muram.
Dengan tubuh sedikit gemetar dan takut, Berlin menoleh ke arah Joshua. “Tu, Tuan Carter ....”
Setelah memastikan Joshua melihat kartu bank tersebut, Alexandra berbalik menghampiri Lucciano yang masih berdiri di tempatnya. Ia merangkul lengan pria itu dan berkata, “Ayo, pergi.”
Lucciano menyeringai ke arah Joshua yang sedang memandangi mereka. “Baiklah, Alexandra Sayang.”
Layaknya pria sejati, pria itu membukakan pintu mobil untuk Alexandra dan segera menyusul masuk ke kursi pengemudi. Tanpa menunggu lama, mobil sport Lucciano melaju meninggalkan area rumah keluarga Carter.
Begitu mobil mereka menjauh, Alexandra langsung meninju lengan pria di sampingnya sedikit keras hingga membuat pria tersebut mengaduh sakit.
“Apa yang kau lakukan di sini? Pasti Gwen yang menyuruhmu datang, ‘kan?” tuduh Alexandra menatapnya tajam.
Dengan wajah polosnya, Lucciano menggeleng. “Tidak. Aku yang menyuruh diriku sendiri untuk datang. Walau memang benar kalau dia yang memberitahuku tentang perceraianmu.”
“Dia benar-benar tidak bisa menjaga rahasia. Dan kau datang hanya untuk membuatku malu dengan melakukan pertunjukan sia-sia itu.” Alexandra mengomel dengan wajah cemberut.
Lucciano melirik dan melihat Alexandra masih memeluk bunga mawar ia berikan. Dengan gemas, ia langsung mencubit pipi wanita itu. “Kau pantas mendapat pria yang lebih baik darinya. Jangan rendahkan dirimu hanya demi pria buta sepertinya.”
Alexandra memutar bola mata lalu memandang keluar jendela. Memutuskan untuk tidak membalas. Sama seperti Gwen, Lucciano juga merupakan sahabatnya. Hanya saja, kesibukan pria itu sebagai model membuat mereka jarang bertemu.
Setibanya di rumah Gwen, tawa wanita itu seketika menggelegar di seluruh ruang tamu setelah mendengar cerita keseluruhan dari Alexandra. “Wah, Lucca! ‘apakah aku sudah punya kesempatan untuk berdiri di sampingmu sekarang?’ itu benar-benar brilian. Pria itu pasti sangat kesal!”
“Aku menyerahkan sisanya padamu.” Lucciano yang bangga pada dirinya sendiri menyesap kopinya dengan anggun.
Gwen menjentikkan jarinya seraya menyeringai. “Baiklah. Biarkan aku membuat rencana kejutan selanjutnya.”
“Hentikan,” sela Alexandra.
“Kenapa? Kita tidak bisa menghentikan serangan pada pria brengsekk sepertinya.” Gwen memberikan protes.
“Aku mengembalikan kartu bank yang dia berikan padaku, karena aku tidak ingin berhutang apa pun padanya. Jika kau terus menerus melakukan hal yang berlebihan seperti itu, dia hanya akan berpikir kalau aku masih belum bisa melepaskannya dan akan menjadi semakin buruk. Aku berharap tidak akan terjadi apa-apa dalam tiga bulan ke depan sampai putusan perceraian kami secara resmi dikeluarkan,” tutur Alexandra.
Walau tidak tahan untuk membalas Joshua, tapi Gwen mengangguk setuju. “Baiklah. Aku akan membiarkannya untuk saat ini.” Ia lalu melihat jam yang telah menunjukan pukul setengah empat sore dan teringat sesuatu. “Oh, sudah waktunya menjemput Nora.”
Mendengar nama putrinya, wajah Alexandra yang tadinya kusam seketika menjadi cerah dengan senyum lembut. “Ya.”
“Baiklah. Kalau begitu, ayo, pergi menjemput putri kecil kita~” Gwen beranjak dari sofa, segera mengenakan mantelnya. “Lucca, kau ikut, kan?”
Pria itu menggeleng. “Aku harus pergi ke Korea setelah ini. Ada fashion show di sana.”
Gwen mencibir. “Tidak seru. Baiklah. Kalau begitu, kami pergi dulu. Jangan lupa kunci rumahku saat kau keluar.”
“Yes, Ma’am.” Lucciano menyodorkan jari jempolnya. “Lexy.”
Kali ini Alexandra menoleh ketika pria itu memanggil namanya. “Apa?”
“Kau tahu kalau aku selalu bersedia menjadi pengganti pria brengsekk itu untukmu, ‘kan?” Lucciano berkata serius dengan suara lembut.
Alexandra mendengus, tapi juga merasa lebih baik setelah mendengarnya. “Aku pergi.” Ia lalu menyusul Gwen yang telah keluar duluan.
Tepat pukul empat sore, Alexandra dan Gwen telah menunggu di depan gerbang Amorea Preschool. Tak lama, Nora dengan pakaian merah muda keluar sambil mengenakan ransel kecil yang bertengger di punggungnya. Senyumnya yang khas menjadikannya unik di tengah banyak orang.
“Nora!” panggil Alexandra seraya melambaikan tangan.
“Mama~” Sontak gadis kecil itu segera berlari memeluk sang ibu kemudian mencium pipinya.
“Bagaimana kegiatanmu di sekolah hari ini?” Alexandra berjongkok seraya membelai pipi putrinya dengan lembut.
Nora adalah anak Joshua. Karena terlalu mabuk, tanpa sengaja mereka berhubungan intim satu hari sebelum mereka menikah kemudian Alexandra melahirkan Nora.
Meskipun Joshua mengabaikan dan bersikap dingin pada Alexandra, tapi pria itu tetap memastikan Nora mendapatkan pendidikan yang baik. Joshua memasukkan Nora ke preschool terbaik yang hanya menerima anak-anak dari keluarga kaya.
“Sangat menyenangkan. Kami mendengarkan cerita guru, membaca buku, menggambar, dan bermain game,” celoteh Nora antusias dengan suara renyahnya.
Gwen mengacak pelan rambut Nora gemas kemudian menggendongnya. “Karena kau sudah menjalani hari dengan menyenangkan, bagaimana kalau hari ini kita makan besar? Bibi Lery juga akan datang.”
“Benarkah?” tanya Nora dengan mata berbinar.
“Kapan aku pernah membohongimu?” Sekali lagi Gwen mengacak rambut gadis kecil itu yang membuatnya bersorak senang.
Tanpa membuang waktu, mereka segera masuk ke dalam mobil dengan Alexandra yang duduk di kursi pengemudi. Gwen tidak mempermasalahkannya. Tanpa keraguan, Alexandra menginjak pedal gas. Melajukan mobil sport milik Gwen melawan angin. Mendapatkan kesenangannya kembali yang telah lama hilang.
Beberapa menit setelah Alexandra pergi, mobil Joshua tiba di depan gerbang preschool. Sebagai seorang workaholic yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, Joshua tetap membaca dokumen di dalam mobil dengan wajah serius dan membiarkan Heston, asistennya keluar untuk menjemput Nora.
Tapi tak lama, Heston kembali sendirian dan melapor, “Tuan, Nyonya Muda telah membawa Nona Kecil.”
Sontak Joshua mengangkat kepalanya dengan tatapan dingin. Menyadari suasana hati bosnya yang menjadi buruk, Heston segera berkata, “Sepertinya, Nyonya Muda sebenarnya tidak ingin menceraikan Anda. Dia membawa Nona Kecil untuk memberitahu Anda bahwa dia ingin berdamai dengan Anda. Mungkin saja dia masih belum selesai dengan triknya terhadap Anda.”
Joshua mendengarkan dan berpikir bahwa itu masuk akal. Tapi, tetap saja itu tidak membuatnya merasa tenang. Kenapa wanita itu sangat menyukai tipuan tak berguna seperti ini? Dia hanya perlu memohon kepadanya secara langsung. “Kembali ke perusahaan,” pintanya.
Heston mengangguk kemudian segera melajukan mobil menuju Lintshire Group.
Tanpa terasa, dua minggu telah berlalu dalam sekejap. Joshua melempar ponselnya setelah menerima panggilan dari Berlin. Selama dua minggu terakhir, Alexandra tidak pernah pulang ke rumah atau pun meneleponnya. Tidak sekali pun.
***
To be continued.