Bab 1

1341 Words
Acara bincang-bincang tadi malam akhirnya memuncaki rating acara dan juga trending topik di beberapa sosial media, bukan karena tema pembahasan yang menarik penonton untuk menonton tapi masalah Erick yang tidak mau membalas sapaan dan uluran tanganku. Media online mulai mengeluarkan berita-berita yang menyudutkan Erick. Aku yang sedang asyik sarapan pagi menyunggingkan senyum penuh kemenangan. Ini baru permulaan. 'Penyanyi pendatang baru Erick Alarcon sombong.' 'Erick Alarcon mengacuhkan sapaan artis pendatang baru, Allea.' 'Apakah karena albumnya laris manis Erick memandang rendah Allea, artis pendatang baru?' 'Allea, artis pendatang baru yang teraniaya.' Serta berita-berita menjatuhkan lainnya meski ada juga berita yang terlalu dibuat-buat tapi aku suka karena berita itu akan membuat karir Erick hancur. "Kamu senang?" Tanya papi saat membaca koran yang memuat berita tentang Erick dan aku. Aku mengambil gelas jus apel dan mengangguk senang, tidak pernah sesenang ini sejak Erick muncul lagi. "Pelan-pelan citra Erick akan rusak," balasku. Mami dan papi pun hanya bisa geleng-geleng kepala melihatku bahagia. "Mami nggak nyangka ternyata kamu mengatur semuanya agar bisa menjadi bintang tamu di acara itu," mami meletakkan mangkok baru agar aku bisa menyantap sereal yang disediakan mami. Bukan tanpa sengaja aku bisa hadir di acara itu tapi atas bantuan Mellani, kakak kelasku di SMA yang juga produser acara itu. Aku menawarkan diri sebagai tamu dan Mellani menyetujuinya. "Itu awal mula rencanaku, mi." Balasku. Mami menjentik keningku dengan jarinya, "Lain kali jangan bikin mami jantungan lagi, saat mami nonton acara itu mami hampir kena serangan jantung," mami mengelus dadanya, papi pun mengangguk dan menyantap lagi sarapannya. "Bahkan selama acara papi memaki anak itu, beraninya dia muncul lagi dan lagunya jelek banget ..." Papi mulai mengoceh dan sesekali ditimpali mami. Selesai sarapan aku kembali ke kamar untuk istirahat, hari ini jadwal syuting dibatalkan dan aku bisa istirahat sambil menikmati acara gosip untuk melihat wajah merana Erick. Sambil nonton aku membuka twitter dan ternyata nama Erick dan aku jadi trending topik hari ini bahkan ada tagar #Ericksombong #PoorAllea #Alleasemangat #Erickbodoh #Alleagogogirl Aku meletakkan ponsel dan memakai masker agar wajahku terawat, banyak tersenyum hari ini membuatku takut kerut-kerut akan datang dan merusak aset yang akan membuatku menjadi artis ternama. Kali ini kita berada di depan rumah penyanyi Erick Alarcon, kita menunggu Erick memberikan pernyataan tentang sikap sombongnya. Pemirsa Onsert jangan kemana-mana dan saksikan klarifikasi langsung dari mulut Erick. Kamera acara gosip mulai mengambil gambar rumah Erick, rumah yang sangat aku kenal dan menjadi rumah tempat mimpi buruk itu dimulai. Tubuhku kembali memberikan reaksi aneh, tubuhku bergetar sangat hebat dan peluh mulai membasahi seluruh tubuh ini. Aku ingin mengambil remote untuk mematikan televisi tapi aku kaku di tempatku duduk. "Mi ... Mi ... Mami!" Teriakku dengan suara serak. Tidak lama pintu terbuka dan mami kaget melihatku yang kacau dengan peluh membasahi seluruh tubuhku. "Ya ampun, Allea. Ada apa? Kamu kenapa nak?" Tanya mami. "Matikan! Matikan!" Mami melihat ke arah televisi dan siaran gosip masih memutar video rumah Erick, mami langsung mengambil remote dan mematikan televisi lalu dia memelukku. "Nggak apa-apa, mami di sini sama kamu." Mami menepuk punggungku beberapa kali agar aku tenang. Aku mengeram dan mengepalkan tangan untuk menahan rasa trauma yang muncul lagi setelah 10 tahun. Andai Erick tidak muncul lagi mungkin aku tidak pernah mengalami hal ini. Ini semua salah Erick. **** Beberapa wartawan sedang menungguku di depan pintu masuk gedung salah satu studio tempat aku akan melakukan pemotretan hari ini. Mami yang sedang membawa baju langsung mendekat dan berbisik pelan di telingaku. "Wartawan, mereka pasti akan tanya masalah itu," bisik mami. Aku mengambil baju dari tangan mami dan membalas bisikannya. "Mami mau lihat akting aku, nanti nilai ya." Mami memukul pelan pantatku dan kami pun mendekati gerumulan wartawan. "Mbak Allea, gimana reaksi mbak atas penolakan Erick saat mbak menjulurkan tangan?" Beberapa wartawan menyodorkan mic, alat perekam dan ponsel mereka ke arahku. "No comment." Jawabku singkat ala ala Desi Ratnasari, artis idolaku. "Mbak, tolong tanggapannya." Salah satu wartawan kembali menghambat perjalananku saat ingin masuk ke dalam studio bersama mami tapi aku membuat gerakan dengan tangan menolak wawancaranya, menerima wawancara sekarang akan membuat Erick sadar kalau aku sengaja mau menghancurkan karirnya. "Mbak, tanggapannya!" teriak wartawan itu lagi. Aku menghentikan langkahku lalu melihat ke arah wartawan tadi lagi, mami memegang tanganku agar aku kembali melanjutkan langkah menuju studio. Aku berubah pikiran. "Mas bisa tidak jangan bikin berita ngawur, mana mungkin mas Erick sombong. Saya hanya pendatang baru mana bisa dibandingkan dengan penyanyi sebagus mas Erick, sudah hentikan berita konyol ini," kataku dengan senyum palsu. Sepalsu ucapan yang barusan aku utarakan di depan beberapa wartawan kepo yang berdiri sambil mencatat ucapanku barusan. "Saya permisi, mas mbak." Aku menarik tangan mami dan masuk kembali ke dalam studio. Mami menggelengkan kepalanya dan aku balas dengan senyum penuh kemenangan, sebentar lagi akan keluar berita hasil wawancaraku barusan. **** Disela syuting aku sibuk membaca berita online dan seperti tebakanku wartawan tadi mulai menurunkan berita yang semakin memojokkan Erick. 'Allea hanya ingin berteman tapi ditolak' 'Erick menolak karena takut ketenaran Allea mengalahkannya' "Yes!" Teriakku girang saat namaku menjadi trending topik lagi bahkan akun gosip di instagram mulai membahas alasan kenapa Erick bersikap tidak bersahabat padaku. Mami memberiku segelas jus jeruk dan aku langsung meminumnya. "Jangan terlalu bahagia, Allea. Kita tidak tau apa yang akan Erick perbuat untuk membersihkan namanya lagi, mami takut dia akan melakukan hal gila karena marah kamu menghancurkan nama baiknya," ujar mami dengan wajah serius. Aku berhenti tersenyum lalu memegang tangan mami. "Allea tidak peduli, Mi. Erick harus membalas rasa trauma aku selama ini," balasku. Mami lagi-lagi menghela napasnya dan merapikan anak rambut yang berantakan terkena angin. Ini belum seberapa. **** Meja makan biasanya penuh dengan sarapan tapi hari ini kosong, aku melihat ke arah dapur dan mami nggak ada. Aku mencari mami di taman belakang, tempat mami dan papi menghabiskan waktu tapi mereka tidak ada. Aku pun menuju kamar mami dan mengetuknya pelan. "Masuk," balas papi dari dalam. Pelan-pelan aku membuka pintu dan papi sedang duduk di tepi ranjanh sedangkan mami sedang baring di samping papi dengan selimut menutupi tubuhnya. "Mami kenapa, pi?" Aku mendekati mami dan memegang keningnya dan ternyata panas sekali. Papi melihatku seakan ingin bicara serius, aku lalu duduk di samping mami sambil memegang tangannya. "Sepertinya kamu harus berhenti jadi artis," papi masih melihatku dengan wajah seriusnya. Aku beberapa kali mengedipkan mata dan kaget dengan permintaan papi barusan. "Tapi ..." "Mami ... Hamil. Kondisinya tidak memungkinkan jadi manager kamu lagi, papi nggak izinkan kamu jadi artis kalau mami bukan manager kamu." Hamil? "Hamil? Serius? Kok bisa? Ah pertanyaan bodoh, tentu saja bisa. Ya ampun, aku akan punya adik gitu? Adik bayi? Serius pi?" Tanyaku dengan antusias. Papi mengangguk dengan cepat. "Pantasan kemarin mami ngeluh pusing dan mual, ternyata lagi hamil. Tentu saja mami nggak boleh jadi manager aku lagi, mami harus lahirkan adek bayi dengan sehat dan jadi manager akan menyita waktu mami. Aku akan cari agency baru dan juga manager baru jadi ..." "Papi nggak izinkan. Punya manager baru hanya akan membuat kamu harus pindah ke Jakarta dan papi tidak setuju kamu tinggal sendirian di sana," tolak papi. Sejak mami jadi manager selarut apapun selesai syuting aku pasti akan kembali ke Bandung tapi kalau punya agency dan manager baru mau tidak mau aku harus pindah dan hidup sendiri di Jakarta. "Pi, Allea janji akan jaga diri. Restui Allea kali ini, please." Bujukku agar papi berubah pikiran. "Tidak, Allea. Papi nggak mau kamu nanti disakiti Erick lagi," balas papi. "Allea janji, kalau Erick berusaha ganggu Allea. Allea akan langsung pulang ke rumah, papi bisa sering kunjungi aku ke Jakarta. Perang ini baru dimulai pi, aku nggak mungkin akhiri secepat ini." Aku menunjukkan wajah penuh harap agar papi memberi izin. "Allea," mami mencoba untuk bangun tapi aku halangi. "Istirahat dulu, mi. Nanti dedeknya sakit." Mami kembali baring dan memegang tanganku dan mami melihat papi seakan sedang memberi kode, mudah-mudahan kode agar papi mengizinkan aku jadi artis. "Oke ... Satu tahun waktu papi berikan, setelah itu kamu harus pulang ke rumah dan berhenti jadi artis." Aku mengangguk setuju, satu tahun waktu yang cukup untuk menghancurkan Erick. Sekarang aku harus mencari agency baru yang mau menampungku. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD