2. Pengkhianatan

2202 Words
Gibran Adelard berusia 30 tahun, seorang CEO dari perusahaan R&G bergerak di bidang hotel dan resort. Perusahaan itu sebenarnya warisan dari mendiang Agam Adelard, sang ayah yang sebagai founder sekaligus owner. Gibran mempunyai kakak laki-laki yang bernama Raditya Adelard, awalnya sang kakak adalah CEO di perusahaan itu, tapi Raditya memilih menyerahkan jabatannya kepada Gibran dan ia sendiri membuka usaha berupa kafe dan restoran. Meski demikian, dua bersaudara itu tetap saling mendukung dengan pekerjaan mereka masing-masing. “Pagi, Bunda,” sapa Gibran kepada sang bunda yang berada di dapur. “Pagi, Sayang, bentar lagi sarapannya siap, jadi tunggu saja di ruang makan.” Gibran segera pergi menuju ruang makan, sudah ada sang kakak dan juga keponakan kecilnya di sana. “Pagi, Kak ... pagi Jasmine keponakan om yang paling cantik.” “Pagi, Gibran,” sapa Raditya. “Pagi, Om Gibran, omnya Jasmine yang paling tampan,” sapa Jasmine. Kemudian Gibran mencium gemas pipi keponakannya yang baru berusia 4 tahun itu hingga Jasmine tertawa geli. “Kalian ini." Raditya menggeleng pelan melihat kelakuan sang adik dan putri kecilnya. “Ayo jangan bercanda lagi, kita sarapan dulu,” ajak bunda mereka yang bernama Ayesha sambil membawa nasi goreng untuk sarapan. Tentu saja Ayesha memiliki beberapa ART yang cukup pandai memasak di rumahnya, tapi beliau lebih memilih memasak makanan sendiri untuk kedua putranya serta sang cucu. “Gibran, kamu besok ada pertemuan penting dengan Mister Liam dari Singapura, ‘kan? Ingat jangan sampai telat, yang Kakak tahu beliau itu orangnya sangat disiplin. Kalau gagal mendapat investasi dari beliau dan dicap buruk akan susah mendapat investor lain dari luar, tapi kalau berhasil kamu bakalan untung besar, pasti akan banyak pihak-pihak lain yang ingin berinvestasi di perusahaan kita," nasihat Raditya kepada sang adik disela sarapan mereka. “Pasti, Kak, aku bakalan tepat waktu. Mister Liam juga sepertinya positif akan berinvestasi di perusahaan apalagi beliau sangat tertarik dengan pembangunan hotel dan resort di Bali.” “Bagus kalau begitu.” “Setelah investasi Mister Liam berhasil, aku akan melamar Tiara. Bagaimana menurut Bunda dan Kak Radit?” tanya Gibran. Dia memang sangat mencintai Tiara, kekasihnya. Mereka telah menjalin kasih selama dua tahun terakhir. Tiara berbeda dari mantannya terdahulu yang hanya mengincar hartanya. Tiara, gadis polos dan sederhana. Apalagi Gibran sudah sangat siap untuk menikah di usianya yang menginjak kepala tiga. Gibran juga meyakini bahwa Tiara sangat mencintainya dan dengan senang hati akan menerima lamarannya. “Bunda setuju, Tiara itu anak yang baik.” “Jujur aku kurang setuju,” balas Raditya singkat. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia tidak terlalu menyukai Tiara. Raditya memang orang yang sulit menutupi rasa tidak sukanya terhadap seseorang, berbeda dengan Gibran yang selalu tampak ramah. “Jasmine juga nggak setuju, tos papa,” sahut Jasmine. Meski gadis kecil itu masih berusia 4 tahun, tapi kepintarannya di atas rata-rata. Papa dan anak itu pun kemudian ber-high five ria. “Aku tahu kalau Kakak tidak begitu menyukai Tiara, tapi keputusanku sudah bulat akan memperistri Tiara dan kuharap Kakak bersikap baik dengan dia nantinya.” “Dia itu terlihat tidak tulus, Gibran. Lagi pula semenjak kamu pacaran sama dia, kinerja kamu menurun dan ada beberapa masalah di perusahaan.” “Itu tidak ada hubungannya dengan Tiara. Kakak saja yang selalu berprasangka buruk terhadapnya. Sebaiknya aku berangkat sekarang!” Gibran merasa kesal terhadap sang kakak, daripada bertengkar dia lebih memilih bergegas berangkat ke kantor, berpamitan dan tidak lupa menyalami tangan sang bunda. “Papa sih, Om Gibran jadi ngambek tuh,” keluh Jasmine. “Kamu tadi juga dukung Papa, Sayang.” “Iya juga.” Jasmine menampilkan senyum lebar ke arah sang papa, lalu Raditya mengusap kepala putrinya itu. “Radit, kamu seharusnya jangan berkata seperti itu kepada Gibran. Adik kamu sangat mencintai Tiara dan kalau Bunda lihat, Tiara itu anak yang baik, sederhana, tidak banyak menuntut. Bunda malah senang Gibran ada niat serius dan ingin menikah. Yang Bunda khawatirkan itu kamu, sampai kapan kamu mau melajang, Jasmine juga butuh sosok seorang ibu.” “Gibran sendiri yang tanya pendapat aku dan jujur aku kurang suka dengan Tiara. Satu lagi aku juga belum mau menikah, Bunda.” Ayesha hanya bisa menghela napas lelah mendengar perkataan anak sulungnya itu. “Bagaimana dengan Jovanka, anak teman bunda yang minggu lalu Bunda kenalkan?” “Sepertinya orangnya baik, tapi tetap saja aku belum mau menjalin suatu hubungan apalagi menikah.” “Jasmine, kamu ingin 'kan ada sosok mama yang akan menyayangi dan mengurus kamu, Sayang?” Ayesha beralih merayu Jasmine. “Jasmine mau mama, tapi bukan mama baru. Nanti kalau mama Jasmine tahu Jasmine punya mama baru, mamanya Jasmine bakal sedih.” Ayesha kembali menghela napas. Bukan hanya Ayesha, sekarang Raditya pun menghela napas panjang karena Jasmine selalu yakin jika mamanya akan datang dan berkumpul bersama mereka. *** Gibran menatap cincin dalam kotak beludru di tangannya sambil tersenyum. Beberapa hari lagi dia pastikan akan melamar kekasih hatinya yaitu Tiara. Namun, sekarang dia harus fokus dulu pada pekerjaannya, sebenarnya susah karena saat ini dia sedang dilanda rasa rindu kepada kekasihnya itu. Terdengar bunyi pesan masuk dari ponsel Gibran dan itu ternyata Tiara. Apakah Tiara juga merindukannya karena tidak berjumpa dua hari ini? Dia pun membaca pesan itu yang mengatakan bahwa Tiara ingin makan malam di luar karena merindukannya. Tentu CEO itu sangat senang membacanya, berarti Tiara merasakan hal yang sama dengannya. Gibran segera membalas bahwa dia akan menjemput Tiara nanti malam. Gibran dan Tiara pergi ke restoran yang sudah dipesan oleh Tiara sebelumnya. “Aku ngajak Mas Gibran makan malam buat ngasih semangat, aku tahu besok Mas Gibran ada pertemuan penting,” ucap Tiara disela makan malam mereka. “Iya terima kasih, Sayang. Nanti kalau kerja samanya sukses, aku ada kejutan buat kamu.” “Oh iya, kejutan apa?” “Sekarang masih rahasia namanya juga kejutan." Gibran tersenyum mengingat ia akan melamar Tiara nantinya. Namun, tidak beberapa lama kepalanya mulai pusing dan akhirnya ia jatuh pingsan. “Maaf Mas, tidak ada yang namanya kejutan karena kerja sama itu akan gagal dan sandiwara bahwa aku mencintai kamu juga akan berakhir,” batin Tiara. *** Beberapa orang suruhan Baron membawa Gibran masuk ke dalam gudang kosong. Mereka mengikat Gibran, lalu memukul wajah Gibran hingga ia mulai tersadar. “Siapa kalian?! Di mana Tiara?!” Itulah kata-kata Gibran pertama kali ketika melihat preman-preman berbadan kekar di hadapannya, dia belum tahu bahwa Tiara dibalik semua ini. “Hahaha ....” Preman-preman itu pun tergelak mendengar pertanyaan Gibran. “Maksudnya Nona Tiara, kekasih Tuan Baron? Pasti mereka sedang bermesraan sekarang,” ungkap salah satu preman. “Tidak mungkin! Tiara itu kekasih saya. Kalian jangan memfitnah dia!!!” bentak Gibran tak terima. “Oh, jadi Anda tidak percaya?!” “Saya tidak percaya. Kalian pasti mencelakainya. Sekarang katakan di mana Tiara?!” Salah satu preman mengambil ponselnya, lalu melakukan video call dengan Baron. Dia menunjukkan layar itu ke hadapan Gibran. Gibran sangat terkejut melihat apa yang ada di layar ponsel tersebut, di sana Baron dan Tiara sedang berciuman mesra. Mereka melepaskan ciumannya dan menatap Gibran sambil tersenyum remeh. Baron tertawa melihat ekspresi Gibran. Awalnya Gibran masih tidak percaya dan berpikir mungkin Tiara dalam pengaruh obat atau diancam oleh Baron. Namun, Gibran merasa hatinya hancur mendengar penuturan dari Tiara. “Maaf ya Mas Gibran, aku udah bersandiwara selama ini, tapi bukan salah aku juga sih, Mas Gibran saja yang terlalu bodoh mau dibohongi." Itulah ucapan wanita yang selama dua tahun ini mengisi hari-harinya. Tiara sosok yang sangat ia cintai bahkan dalam waktu dekat dia berencana akan melamar wanita itu, ternyata sosok itu hanya mempermainkannya. Tiara sebenarnya adalah kekasih dari Baron Ducan, mereka bekerja sama untuk menjatuhkan perusahaannya. Gibran merasa begitu bodoh telah tertipu, harusnya ia mempercayai ucapan sang kakak yang melihat Tiara bukan orang yang tulus. Cintanya menutupi fakta bahwa selama berpacaran dengan Tiara usahanya mengalami penurunan, baik dari program hotel dan resort yang dibajak pihak lain maupun dari segi pelayanan yang juga kurang maksimal. Di sisi lain, Baron yang melihat Gibran tampak putus asa merasa sangat gembira. Dia yakin Gibran tidak akan bisa bangkit sekarang. Kerja samanya dengan Liam akan gagal, lalu semakin terpuruk karena dia patah hati. Baron sangat tahu sifat Gibran, walau otak pria itu cerdas, namun hatinya lemah. Baron bahkan berharap R&G Hotel and Resort, setelah ini bisa ia ambil alih. Gibran mencoba melepas ikatannya, tapi tidak berhasil, kepalanya masih sangat pusing dan tubuhnya sangat lemah, tapi pria itu bertekad untuk keluar dari sana. Dia tidak boleh gagal dalam pertemuan besok. Dia harus bisa menunjukkan kepada Baron dan Tiara bahwa seorang Gibran tidak akan terpuruk hanya karena patah hati. Tidak beberapa lama Gibran mendengar suara keributan di luar gudang. Para preman yang menjaga dirinya di dalam juga bergegas pergi keluar untuk mengetahui situasi di sana. Namun, beberapa menit setelahnya, tempat itu menjadi sunyi hanya terdengar suara langkah kaki seseorang yang sepertinya memakai sepatu hak tinggi mendekati dirinya. Gibran menengadahkan kepalanya melihat siapa yang datang. Seorang wanita cantik bahkan menurut Gibran sangat cantik memakai pakaian mini berjalan ke arahnya. Siapa dia? Gibran sama sekali tidak mengenal wanita itu. *** Daisy sudah sampai di tempat tujuannya. Terlihat sekitar tiga preman berjaga di luar gudang. Ketiga preman juga dibuat heran ketika sebuah mobil terhenti di dekat gudang. Daisy keluar dari dalam mobil, dia akan berpura-pura untuk menanyakan alamat. Saat preman-preman itu melihat Daisy, mata mereka langsung jelalatan. Cantik dan seksi itulah kata yang mendeskripsikan sosok Daisy. “Mas, aku mau ke alamat ini, tapi GPS aku mati. Mas tahu nggak jalan menuju ke sana?” Daisy menunjukkan kertas yang berisikan alamat. Tentu saja tiga preman itu tidak fokus melihat kertas, tapi fokus melihat tubuh Daisy yang menggoda. “Nanti kami antarkan, tapi kamu harus main dulu sama kami,” ajak salah satu preman. Sebenarnya Daisy merasa jijik dengan tampang dan tatapan preman-preman itu. Namun, semua ia tahan demi membebaskan CEO tampan nan kaya raya. “Oke kita mau main di mana? Aku nggak suka tempat kotor,” balas Daisy dengan nada manja yang dibuat-buat. Preman-preman itu menjadi semakin semangat mengajak Daisy masuk ke gudang. Namun, mereka lengah dan seketika dengan jarum ajaib yang Daisy miliki, tiga preman itu langsung tumbang. Jika Aladdin punya lampu ajaib, Daisy punya jarum ajaib. Jarum bius yang bila ditusukkan dan mengenai darah target, akan membuat pingsan seketika. Daisy menyimpan jarum-jarum itu di gelang khusus yang ia gunakan, jarum itu hanya berukuran sekitar 3 cm. Tentu Daisy sangat pandai menggunakan barang itu tanpa ketahuan, dia sudah melakukan hal ini hampir lima tahun. Empat preman yang lain keluar dari gudang. “Siapa kamu?!” Meski sedikit tergoda dengan penampilan Daisy, tapi keempat preman itu yakin bahwa Daisy wanita yang berbahaya. “Aku di sini cuma mau bertanya alamat, tapi teman-temannya mas malah pingsan.” “Bohong! Pasti kamu yang melakukan ini semua ke mereka!” “Kalau mas-mas nggak percaya, nih periksa aja.” Daisy merentangkan tangannya dan membusungkan dadanya. Tentu para preman itu berebut ingin mendekati Daisy. Akhirnya dua preman pun maju, tapi Daisy dengan sigap menyentuh leher mereka, menusukkan jarum bius, dua orang itu pun tumbang tak sadarkan diri. “Dasar jalang!” Dua preman lain juga ikut maju ingin menyergap Daisy dan dengan kelincahannya Daisy bisa menusukkan jarum ke bagian leher keduanya. Berakhir tujuh preman telah berhasil dilumpuhkan oleh wanita itu. "Dasar preman-preman lemah." Sekarang waktunya Daisy mencari CEO tampan dan kaya raya. Daisy mulai memasuki gudang dan ternyata benar ada seseorang yang diikat di sana. Pria itu menatap ke arahnya. Sungguh tampan, meski wajahnya babak belur, bahkan pria di depannya jauh lebih tampan daripada mantan suaminya yang berengsek. Kenapa wanita itu memilih mantan suaminya dibandingkan CEO tampan ini, Daisy benar-benar tidak mengerti jalan pikiran wanita yang bernama Tiara itu. Kalau dipikir di masa lalu dia juga sama, namun karena saat itu tidak ada pria lain yang menyukainya dan dia mengira Baron sangat tulus mencintainya. “Benar-benar bodoh yang kayak begini dianggurin, terus lebih milih cowok berengsek. Lihat saja paling dia bakal ditinggalin,” batin Daisy. Daisy membuka tali pengikat Gibran. “Siapa kamu?” tanya Gibran. Kepalanya pusing dan badannya sangat lemas. Dia juga masih terduduk, meski ikatannya telah terlepas. “Aku Daisy. Tunggu sebentar.” Daisy mengeluarkan botol obat serta jarum suntik di dalam tasnya. “Kamu mau ngasih saya obat apa?” Gibran menarik tangannya yang dipegang oleh Daisy. “Ini untuk meredakan efek obat bius.” “Saya tidak bisa langsung percaya, jangan-jangan ini obat–” Kecupan singkat dilayangkan Daisy ke bibir Gibran, hingga pria itu tak bisa berkata apa-apa. “Diam bentar Mas, nanti salah suntik.” Gibran sangat terkejut, seorang wanita yang baru beberapa menit lalu dia tahu siapa namanya, sekarang wanita itu berani menciumnya. “Gimana Mas, sudah baikkan?” tanya Daisy setelah menyuntikan obat. Gibran tersadar dari lamunannya. Benar saja, pusing di kepalanya dan rasa lemas di tubuhnya berkurang. “Iya, terima kasih.” Tentu Gibran orang yang tahu berterima kasih. Dia merasa sangat bersyukur wanita di hadapannya mau menyelamatkannya, walau dia sendiri tidak tahu motif wanita yang bernama Daisy ini. “Ayo Mas, aku bantu.” Daisy membantu Gibran untuk berdiri dan ingin memapah tubuh pria itu. “Tidak usah saya bisa sendiri.” Gibran menolak dan memilih jalan sendiri karena kondisi tubuhnya sudah mulai membaik. Apalagi ia takut tidak fokus jika dipapah oleh Daisy karena melihat pakaian wanita itu sangat menggoda.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD