“Kopinya diminum, Dhik ...” ujarku tepat setelah pelayan mengantarkan minuman. Saat ini aku, Mas Dipta, dan Dhika, terdampar di cafe kecil yang lokasinya hanya kisaran seratus meter dari mall. Aku tidak mungkin pergi begitu saja meninggalkan orang yang sudah menyelamatkanku, terlebih lagi aku mengenalnya. “Iya, Rin. Makasih.” Aku melirik Mas Dipta, dan suamiku ini masih saja menatap Dhika dengan tatapan kurang bersahabat. Aku meraih sebelah tangannya, lalu kuusap pelan. “Dhika ini teman SMA-ku dulu, Mas. Tiga tahun sekelas terus, ya, Dhik?” “Iya, betul.” “Kamu kenapa bisa di Jakarta?” tanyaku kemudian. “Ada acara, Rin. Datang tadi malam, pulang besok malam.” Aku mengangguk, lalu melirik Mas Dipta lagi. “Terimakasih banyak, Mas, sudah menolong istri saya,” ucap Mas Dipta akhir