“Mas Diptaaa! Garisnya ada duaaa!” Aku berteriak histeris dari kamar mandi, lalu detik itu pula Mas Dipta langsung masuk dan merebut testpack yang ada di tanganku. Dia mengamati benda itu selama beberapa detik, lalu aku melihat air matanya menggenang. “Mas—“ Kalimatku terputus ketika Mas Dipta tiba-tiba memelukku erat. Dia belum mengatakan apa pun dan hanya terus memelukku. “Mas?” “Ini enggak mimpi, kan, Rin?” lirihnya pelan. “Enggak. Itu jelas banget garisnya ada dua ...” Pelukan itu mengerat, lalu aku merasakan kepalaku dikecupinya berkali-kali. Ketika Mas Dipta mengendurkan pelukannya, kini giliran aku yang menangis. Meski aku sempat menyangka mungkin aku akan langsung hamil, tetapi nyatanya ketika itu betulan terjadi, rasa haru tak bisa terelakkan. Mas Dipta mengajakku kelu