Lyla hanya menunduk, matanya tertuju pada lipatan selimut yang ia remas kuat-kuat. Rasa perih di dadanya seperti tak terbendung, seolah-olah seluruh dinding pertahanannya runtuh dalam sekejap. Nafasnya berat, panjang, dan terdengar seperti helaan dari luka yang tak berdarah. Kepalanya penuh sesak—semua ini tak pernah ada dalam rencananya. Ia pikir masih bisa mempertahankan Devan, atau setidaknya membuat pria itu bertahan demi anak yang telah ia lahirkan. Tapi kenyataannya, segalanya berakhir lebih cepat dan lebih menyakitkan dari yang ia bayangkan. Pintu kamar terbuka perlahan, suara roda kecil mendorong sebuah box bayi menggema samar dalam ruangan. Seorang perawat masuk dengan wajah lembut, mendorong tempat tidur bayi transparan itu mendekati sisi ranjang Lyla. “Bu Lyla, ini putri Anda,

