Rhea masih duduk membeku di tepi ranjang, menggenggam erat ujung seprai seperti berusaha menahan seluruh isi hatinya yang retak. Tangisnya tak lagi bisa dibendung, mengalir diam-diam menelusuri pipi hingga ke dagu, jatuh membasahi kain di pangkuannya. Napasnya tersengal, dadanya sesak seperti tercekik bayangan kebohongan yang tak habis-habisnya. Rasanya seperti ditikam dari belakang oleh orang yang paling dia percaya. Ia tak mengerti bagaimana Devan bisa mencintainya setiap hari, tapi tetap menyisakan tempat untuk kebohongan. Suaminya, pelindungnya, orang yang selalu berkata "aku tak akan pernah menyakitimu" ternyata menyimpan rahasia yang perlahan membunuhnya dari dalam. Hati Rhea remuk. Bukan karena Devan tidak pulang semalam, tapi karena pagi ini pun pria itu masih memilih untuk berbo