Keesokan harinya Daniella bangun kesiangan akibat semalaman menangisi sikap kedua orang tuanya kepadanya. Terutama bayangan tentang betapa kecewanya kedua orang tuanya itu kepadanya, membuatnya tak dapat tidur semalaman. Bahkan semalam ia sampai melewatkan makan malam hanya karena tak ingin menemui kedua orang tuanya. Dan lagi, Felicia dan Bryan tak menyuruhnya untuk turun dan makan malam yang menandakan mereka tak peduli lagi tentang Daniella. Sepertinya mulai hari ini, Daniella tidak lagi di perhatikan oleh orang tuanya. Mengingat perbuatannya yang tak dapat dimaafkan lagi.
Hari ini Daniella sudah siap dengan seragam sekolahnya. Meskipun masa – masa ujian telah berlalu, namun Daniella tetap berangkat ke sekolah. Bukan karena rajin, tapi Daniella ingin menenangkan diri dengan bertemu dengan teman – temannya atau hanya melihat lomba – lomba yang diadakan para OSIS untuk mengisi waktu kosong sebelum liburan kenaikan kelas bagi siswa kelas 10 dan 11. Sedangkan Daniella sudah lulus dan menunggu ijazahnya keluar.
Tanpa melihat kearah ruang makan, Daniella berjalan menuju pintu utama di rumahnya. Namun tiba – tiba langkahnya terhenti saat ia mendengar suara yang begitu ia rindukan beberapa hari ini memanggil namanya.
“Ella, sarapan dulu.” Bryan memanggil putrinya untuk sarapan pagi bersama. Suaranya penuh dengan kasih sayang, membuat Daniella meringis merasakan hatinya kembali sakit akibat apa yang sudah di perbuatnya.
Seketika setitik air mata jatuh membasahi pipi kirinya, Daniella begitu merindukan sosok ayahnya itu. Dan kini beliau mengajaknya untuk sarapan bersama seperti biasa. Tanpa menunggu lebih lama, Daniella segera membalikkan tubuhnya dan segera berlari dan menabrakkan diri ke tubuh Bryan yang tengah duduk di kursinya.
“Ayah, maafin Ella. Ella sangat menyesal.” Daniella menangis cukup keras di bahu Bryan. Sedangkan Bryan hanya bisa membalas pelukan anaknya sambil mengelus punggung Daniella.
Setelah Bryan menenangkan Felicia kemaren, ia memikirkan bagaimana jika ia menempatkan diri di posisi Daniella kala itu. Dan Bryan sadar bahwa Daniella sudah melewati hari yang cukup sulit setelah kejadian itu. Dia butuh penopang, bukan malah menghiraukannya layaknya angin lalu. Dia masih anaknya, dan perlu bimbingan darinya untuk menjalani kehidupan kedepannya setelah apa yang menimpanya.
“Iya sayang.” Bryan mengeratkan pelukannya, berusaha menguatkan Daniella yang begitu tertekan. Tapi yang ia lakukan malah memarahinya tanpa tahu bahwa putrinya sangat ketakutan.
Daniella menguraikan pelukannya dan mengalihkan pandangannya ke arah Felicia yang sedari tadi membuang muka darinya. “Bunda…” Panggilan lirih sarat penyesalan dilontarkan Daniella kepada sang bunda.
Tak ada sahutan dari sang bunda, sepertinya ia masih cukup marah atas apa yang dilakukan anaknya itu. Melihat istrinya tak menyahuti panggilan Daniella, Bryan berkata dengan pelan kearah Felicia. “Bunda, kita sudah membicarakan ini kemarin.” Bryan berusaha memperingati Felicia tentang apa yang sudah mereka diskusikan semalam bahwa Daniella membutuhkan mereka untuk menjadi penyemangatnya.
Felicia akhirnya merespon perkataan Bryan dengan memandang kearah Daniella. Suaminya benar, putrinya sedang membutuhkannya saat ini. Meskipun perilaku Daniella benar – benar tak dapat dimaafkan, lalu kemanakah Daniella akan mencari penopang hidupnya? Selain ke dirinya. Felicia tahu anaknya itu tak pernah macam – macam selama hidupnya. Bahkan ia selalu mendapat juara selama masa sekolahnya. Tapi kenapa hanya karena satu kesalahan membuatnya harus menjauhi anaknya itu? Padahal Daniella pasti lebih tertekan lagi daripada dirinya.
Felicia beranjak dari duduknya dan membuka kedua lengannya lebar – lebar, menyuruh Daniella untuk datang ke pelukannya. Daniella yang melihat bundanya dapat menerimanya kembali, segera berlari ke dalam pelukan sang bunda, “maafin Ella bunda.” Ucapan tulus dari mulut Daniella membuat Felicia sedikit demi sedikit mulai memaafkannya.
“Iya sayang, bunda juga minta maaf. Bunda gak bisa berpikir jernih kemaren sehingga melukaimu.”
Terlihat Daniella menggeleng di pelukan Felicia, “Enggak bunda. Ini semua murni salah Ella yang tidak dapat menjaga diri sendiri.”
“Sudah sudah, jangan nangis lagi. Sarapan dulu yah, baru berangkat.” Felicia menguraikan pelukannya dan menyuruh Daniella untuk pergi ke kursinya.
Akhirnya keluarga kecil itu dapat berkumpul kembali untuk menikmati sarapan bersama. Diiringi dengan celotehan – celotehan lucu dari kedua adik kembar Daniella, Alex dan Echa. Diumurnya yang cukup kecil, membuat rasa penasaran Alex dan Echa menjadi menggebu – gebu. Hingga membuat Felicia kuwalahan menanggapi pertanyaan – pertanyaan mereka.
“Bunda, ayah…” Tiba – tiba di tengah acara makan mereka, Daniella memanggil kedua orang tuanya.
Felicia dan Bryan menghentikan kegiatan makannya dan berpaling kearah anaknya itu.
“Ella janji. Ella akan cari laki – laki itu.” Daniella berujar dengan mantap kearah kedua orang tuanya. Ia juga cukup yakin akan menemukan laki – laki itu. Foto di ponselnya akan ia gunakan untuk mencarinya. Beruntung kala itu Daniella sempat mengabadikan wajahnya dan juga bentuk tubuhnya yang menurutnya…. Errr sexy!
Felicia dan Bryan tak habis pikir bahwa Daniella akan membuka kembali pembicaraan sensitif itu. Namun, ketika Felicia dan Bryan mendengar perkataan Daniella itu, mereka menjadi sadar kalau masalah ini takkan selesai sampai laki – laki yang meniduri anaknya itu ditemukan.
Bryan menghela napas berat,”Bagaimana kamu menemukannya? Sedangkan kamu sendiri tak mengenalnya.”
“Aku akan berusaha ayah. Bagaimana pun juga, dia harus bertanggung jawab.”
“Ella, ayah ingin bertanya penting.” Tiba – tiba Bryan membuka topik lain untuk mengalihkan pembicaraan mereka yang nantinya akan menimbulkan trauma baru bagi Daniella.
“Apa ayah?”
“Apakah kamu tidak masalah? Jika seandainya untuk sementara tidak kuliah? Ayah takut kalau seandainya kejadian malam itu membuatmu…” Bryan sengaja menggantung ucapannya, ia tak mau menyakiti hati anaknya. Pasti Daniella tahu kelanjutan dari ucapannya itu, bryan yakin.
Seketika Daniella terdiam, selama ini ia sangat ingin melanjutkan ke jenjang perkuliahan. Namun akibat kejadian itu, membuatnya harus mengubur impiannya untuk berkuliah.
“Baiklah ayah.”
____
Sesampainya di sekolah, Daniella segera berjalan menuju kelasnya. Ia melewati beberapa orang yang tengah sibuk dengan kegiatannya masing – masing, ada yang sedang duduk dan mengobrol dengan riangnya di depan kelas, ada yang sedang mempersiapkan untuk perlombaan nanti, dan kegiatan lainnya yang mengisi kekosongan jam pelajaran setelah masa ujian usai.
Daniella dapat tersenyum lega, saat melihat sahabatnya tengah menunggunya di depan bangkunya. Ia segera menghampiri Riska dan sedikit mengagetkannya. Riska yang melihat kedatangan Daniella segera memasang senyum palsunya, lalu menyuruh Daniella untuk duduk di bangkunya.
“Gimana El?” Pertanyaan pertama dilontarkan Riska kepada Daniella, ketika Daniella sudah duduk di depannya, lebih tepatnya bangkunya.
“Maksudnya?” Daniella sedikit gagal paham atas pertanyaan Riska. Gimana apanya? Apakah mungkin…
“Eh, maksudku. Gimana pesta topeng kemarin lusa menurutmu? Keren kan? Kapan – kapan ikutan lagi yuk.” Riska segera meralat pertanyaan itu dengan pertanyaan yang lain. Ia tak ingin Daniella curiga bahwa dia lah dalang dibalik hilangnya keperawanan Daniella. Tapi tunggu, apakah jebakannya itu berhasil? Apakah keperawanan Daniella benar – benar hilang? Berbagai pertanyaan bermunculan di kepala licik Riska terhadap sahabatnya sendiri. Ia tak ingin Daniella tahu bahwa selama ini dia telah dimanfaatkan oleh Riska.
“Aku gak mau ikutan acara seperti itu lagi Ris.” Daniella menundukkan kepalanya sambil memainkan jarinya diatas pangkuannya. Ia kembali teringat pemandangan kedua orang tuanya yang telah kecewa terhadap dirinya. Jika ia mengulanginya lagi, Daniella dapat memastikan bahwa ia akan dicoret dari kartu keluarga.
“Kenapa?” Kalau seandainya rencana Riska gagal, dia bisa mencoba lagi di acara yang lain. Tapi ini? Gak bakal ikutan lagi? Maksudnya apa!
Sepertinya Riska harus mencari cara lain untuk membujuknya. Ia tak ingin kehilangan pelanggannya karena kurangnya target untuk pemuas nafsu pelanggannya. Ia tak mau melayani om – om itu lagi, ia harus mencari cara lain agar Daniella menjadi penggantinya lagi.
“Sebenarnya…” Belum sempat Daniella melanjutkan ucapannya, tiba – tiba denting ponsel Riska menginterupsinya.
“Sorry sorry El, gue bales chat dulu.” Riska buru – buru membuka aplikasi pesan di ponselnya dan mendapati sebuah pesan dari pelanggannya yang membuatnya melotot kaget saat membacanya.
Setelah membaca pesan itu, Riska beralih kembali menatap Daniella, “El, Elo…” Seketika sepercik emosi mulai muncul di d**a Riska. Dari pesan itu, Riska tahu bahwa ternyata Daniella tidak tidur dengan pelanggannya! Itu artinya dia harus siap menggantikan Daniella melayani pelanggannya itu malam ini! Dia tak mau!
“Kenapa Ris?” Daniella sedikit terkejut dengan percikan emosi yang tak sengaja ditangkapnya dari kedua bola mata Riska. Ada apa dengan sahabatnya itu?
“Ehm, gapapa El.” Riska segera menyembunyikan ponselnya dan berpamitan kepada Daniella untuk kembali ke bangkunya sendiri. Ia sudah tidak ada niatan untuk mencari tahu tentang apa yang terjadi pada Daniella. Karena melalui pesan itu, ia sudah mengerti bahwa Daniella masih gadis.
“Kenapa sama Riska?” Daniella sedikit kebingungan dan khawatir atas perubahan sikap Riska terhadapnya.
To Be Continued…