Pagi hari berikutnya, suasana di kediaman Daniella tetap sama seperti sejak ia pulang ke rumah. Bryan masih tidak ingin berbicara dengan Daniella, bahkan sekadar menatap matanya pun terlihat enggan. Selama sarapan pagi tak ada obrolan yang terjadi di antara keluarga kecil itu, hanya terdengar celotehan Alex dan Echa yang berbicara tentang bagaimana cara merawat kucing yang baik dan benar. Sesekali kedua adik kembar Daniella itu berdebat tentang makanan jenis apa yang cocok untuk kucing yang masih bayi. Sedangkan Felicia hanya menanggapi pertanyaan adik - adik Daniella itu dengan sabar.
Disaat Felicia dan adik - adik Daniella bercengkerama seru, berbeda dengan Daniella dan Bryan yang terlihat diam menatap makanan masing - masing, sesekali Bryan meminum kopi buatan sang istri yang disediakan sebelahan dengan piring makannya.
Daniella sedikit gugup untuk memulai percakapan dengan Bryan. Ia ingin sekali berbaikan dengan beliau, tapi rasa takut serta gengsi membuatnya enggan memulai percakapan.
Dengan berusaha mengumpulkan keberanian serta mengesampingkan segala ego dan gengsinya, akhirnya Daniella berusaha memulai pembicaraan, "Ayah..."
Tak ada tanggapan dari Bryan. Ia hanya melanjutkan makanannya tanpa melihat kearah Daniella. Sedangkan Felicia yang mendengar Daniella memanggil suaminya langsung berpaling menatap kearah Daniella dan Bryan.
Mengambil napas dalam - dalam, lalu melanjutkan perkataannya, "Ayah, Ella minta maaf. Ella tau apa yang Ella lakukan itu salah. Ella sudah menjadi anak yang durhaka. Andai waktu itu Ella mendengarkan perkataan Ayah, Ella takkan seperti ini. Ella menyesal ayah. Maafkan Ella." Seketika hati Daniella sedikit lega saat ia sudah berani mengatakan apa yang dipikirkannya dengan lancar.
Namun sayangnya, untuk kesekian kalinya Bryan tak menanggapi perkataan Daniella, ia tetap terdiam di tempat duduknya tanpa sedikitpun menunjukkan pergerakan untuk melihat kearah Daniella. Dan reaksi Bryan itu membuat hati Daniella kembali sakit. Rasanya begitu perih, hingga membuatnya kesusahan menarik udara memasuki dadanya, sesak. Bryan adalah sosok ayah yang selama ini diidamkan Daniella, tapi nyatanya ia sendiri yang membuat ayah tirinya itu menjauhinya. Ia telah mengecewakan cinta dan kasih sayang Bryan yang tak pernah berhenti diberikan padanya. Daniella benar - benar menyesal.
Penyesalan selalu datang di akhir sebuah kejadian, kalau berada di awal bernama pendaftaran. Begitulah kata pepatah kondang yang biasa diucapkan teman – teman Daniella di sekolahnya. Tapi bagi Daniella, di saat inilah pertama kali ia merasakan begitu sakitnya sebuah penyesalan. Karena penyesalan kali ini disebabkan oleh kelakuannya yang berhasil membuat rasa percaya ayahnya hilang seketika.
“Ayah, Daniella menyesal. Ella sudah kehilangan kesucian Ella yang sudah ayah jaga selama ini. Ella dijebak yah, dan Ella tidak tahu harus bilang kepada siapa. Sedangkan Ella tidak mengenal lelaki yang sudah melakukan itu.” Dengan suara lirih dan bergetar, Daniella mengucapkan penyesalannya dengan tulus.
Sayangnya, tak ada tanggapan dari Bryan atas semua pengakuan Daniella sedari tadi. Beliau hanya diam memandang makanannya yang masih berkurang setengah. Sebenarnya di dalam lubuk hati Bryan yang paling dalam, ia tak tega melihat Daniella sesedih ini. Hatinya ikut perih mendengar suara Daniella yang sarat akan penyesalan. Namun ego Bryan lebih besar dari apa yang dikehendak hatinya, ia kembali mengingat bagaimana Daniella sampai marah padanya saat tidak diperbolehkan untuk datang ke pesta topeng. Dan kilasan kejadian itu diikuti dengan kenangan dimana Bryan yang melihat Daniella diusianya yang masih belia, di lelang di sebuah pasar gelap. Semua itu Bryan lakukan karena ia tak ingin putrinya kehilangan mahkotanya. Tapi sekarang? Semuanya telah kandas, putrinya tetap kehilangan mahkotanya dengan gampang. Dan yang paling parah adalah Daniella tidak mengetahui identitas lelaki itu! Jika seandainya anaknya itu mengetahuinya, mungkin Bryan masih bisa memaafkannya dan mencari laki – laki yang telah merenggut mahkota Daniella.
Ketika Bryan tengah sibuk dengan pikirannya, di lain sisi Felicia yang mendengar serta melihat pengakuan Daniella juga terkejut atas apa yang sudah dikatakan oleh anaknya itu. Matanya seperti ingin keluar dari tempatnya ketika mendengar setiap pengakuan yang diajukan Daniella, putrinya yang selama ini dianggapnya sebagai seorang gadis yang penurut dan tidak suka macam – macam ternyata berani berbuat hal yang sangat dilarang oleh agama.
Sama seperti apa yang dirasakan Bryan, Felicia pun merasakan bagaimana sakitnya dikhianati kepercayaannya oleh putrinya sendiri. Selama ini Felicia percaya bahwa Daniella bisa menjaga dirinya sendiri, karena sudah terbilang ia adalah seorang gadis dewasa yang sudah tahu mana benar dan salah.
“Ma-maksud Ella apa?” akhirnya dengan menguatkan hati, Felicia membuka mulutnya. Dan suara lembut sang bunda berhasil membuat Daniella berpaling kepadanya. ia dapat melihat kekecewaan yang terpampang di kedua bola mata Felicia, dan hal itu berhasil memperbesar rasa bersalah yang bersarang di relung hati Daniella.
Bagi seorang ibu yang pernah mengandung Daniella selama 9 bulan lamanya, Felicia tak habis pikir bahwa gadis kecilnya sudah tidak perawan lagi. Ia tak tahu harus berbuat apa terhadap semua kejadian yang dilalui putrinya itu, dia terlalu syok.
“Bunda… Ella bisa jelaskan.” Akhirnya tangis Daniella kembali pecah saat melihat bagaimana Felicia memandang Daniella.
Felicia segera beranjak dari tempatnya dan menghampiri Daniella. Setelah sampai dihadapan Daniella, ia menampar dengan keras pipi kiri Daniella hingga timbul bekas memerah disana. Melihat tindakan Daniella yang terlampau kasar, Bryan memisahkan keduanya sebelum tamparan berikutnya dilayangkan oleh Felicia. Karena saat ini masih ada Alex dan Echa yang sedang menatap perbuatan yang tidak layak untuk diliat anak seusianya. Bryan segera menenangkan Felicia.
“Sayang sudah yang. Sabar bunda.” Bryan menarik mundur secara perlahan untuk sedikit membagi jarak antara Felicia dan Daniella.
“Bagaimana aku tidak marah Bryan! Putri yang ku besarkan seorang diri ternyata dengan berani mengkhianati kepercayaan bundanya sendiri!” Bentakan keras Felicia disuarakannya dengan penuh emosi. Sudah cukup selama ini ia memanjakan putrinya itu dengan segala keinginannya. Namun sayangnya, kali ini Daniella telah megecewakannya dengan begitu dalam.
Daniella yang mendapat tamparan itu hanya bisa menangis sambil memegang pipinya yang terasa panas. Mungkin inilah sakit yang didapati kedua orang tuanya akibat kelakuannya ini, atau mungkin rasanya lebih sakit dari tamparan ini?
“Bunda maaf.” Dengan sesenggukkan Daniella berucap dengan susah payah. Air matanya tak dapat dibendungnya lagi melihat sang bunda yang begitu dipenuhi oleh amarah.
“Maaf kamu bilang?! Kamu tahu bagaimana ayahmu menyelamatkanmu dulu dari papa bejatmu itu? Sekarang kamu dengan gampangnya menyerahkan kesucianmu?! Kamu tahu jika dulu kita hampir bangkrut demi menyelamatkanmu?! Itu semua kami lakukan agar nanti suamimu tidak menyesal menikahimu! Semuanya untuk kamu Ella!” Emosi di kepala Felicia meluap melalui kata – katanya. Ia juga sedikit mengungkit kejadian dulu, dengan harapan Daniella menjadi sadar atas apa yang sudah dilakukannya. Padahal Daniella sudah sangat – sangat menyadari bagaimana kesalahannya kali ini.
“Bunda…”
Ucapan lirih Daniella membuat hati Bryan sedikit luluh. Perlahan Bryan membawa Felicia untuk beristirahat di kamarnya dan menyuruh Daniella untuk menenangkan dirinya sendiri. Sayangnya bukannya tenang, ia malah semakin menangis sejadi – jadinya hingga tenggorokannya terasa sakit.
“Kak Ella”
Mereka melupakan kehadiran Alex dan Echa yang sedari tadi berdiri tak jauh dari Daniella. Alex dan Echa segera memeluk Daniella untuk menenangkan tangis Daniella yang terdengar pilu. Mereka mengelus dengan lembut punggung Daniella dengan tangan kecil mereka, berharap dapat menghantarkan sedikit rasa tenang kepada Daniella.
To Be Continued…