bc

Please! Look at Me Stev

book_age18+
2
FOLLOW
1K
READ
revenge
contract marriage
HE
arrogant
heir/heiress
blue collar
drama
bxg
secrets
like
intro-logo
Blurb

Bella Stephanie Davidson awalnya menolak untuk dijodohkan dengan anak dari relasi bisnis papanya. Namun, saat ia tahu bahwa pria yang dijodohkan dengannya adalah pria yang dulu pernah dia temui pada suatu saat pesta 3 tahun yang lalu, Bella pun langsung menyetujuinya.Bella memang sudah jatuh cinta dengan pria itu pada saat pertama kali mereka bertemu. Bella pikir, dia akan memiliki rumah tangga yang bahagia bersama dengan suami yang sangat dia cintai ini. Tapi nyatanya takdir berkata lain ...Nyatanya, suaminya sudah memiliki kekasih jauh sebelum mereka dijodohkan. Bahkan pada saat mereka sudah menikahpun, suaminya masih menjalin hubungan dengan kekasihnya.Stevan Alexander.Awalnya dia pikir pernikahan ini bisa menyelamatkan hubungannya dengan kekasihnya. Tapi nyatanya justru dia lah yang menjadi pihak yang terpuruk. Ternyata Bella bukanlah wanta biasa yang bisa dia kendalikan begitu saja.sanggupkah Bella bertahan? Atau justru dirinya lah yang akan tersingkir?

chap-preview
Free preview
1. Menolak Perjodohan
Pagi hari yang berkabut, semakin membuat dua pasangan yang saling berpelukan itu mengeratkan pelukannya. Gadis cantik yang sedang tertidur nyenyak itu pun menggeliat tak nyaman akibat dari suara bel di apartemen milik kekasihnya itu di tekan berulang-ulang. “Astaga! Orang tidak waras dari mana yang menekan bel berulang-ulang seperti itu di pagi buta seperti ini!” gerutu Lily dengan kesalnya lalu bangun dan duduk di atas ranjang sambil mengusap kasar wajahnya. “Ada apa sayang? Hal apa yang sudah membuat kekasih ku ini menjadi kesal di pagi hari seperti ini?” Stevan yang masih terpejam pun bertanya sambil mengeratkan pelukannya di pinggang sang kekasih. “Kau masih bertanya aku kenapa? Oh yang benar saja Stev! Apa kau tidak mendengar suara bel apartemen yang sejak tadi di pencet berulang-ulang? Kau jelas tahu jika itu sudah mengganggu tidurku!” Sungut Lily semakin kesal. “Hmmh, Baiklah, aku akan melihat manusia mana yang sudah berani mengganggu tidur kekasihku ini.” Stevan beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan keluar dari kamarnya untuk membuka pintu. Sebelum membukakan pintu, Stevan lebih dulu melihat siapa yang datang melalui layar kecil yang terhubung dengan CCTV yang berada di luar apartemennya itu. “Mama! Astaga! Jangan sampai Mama tahu kalau Lily sedang bersamaku saat ini.” Stevan terkejut dengan kedatangan mamanya yang secara mendadak ke apartemennya. Sungguh ini bisa menjadi bahaya dan juga ancaman besar untuk kekasihnya jika sampai mamanya tahu kalau dirinya masih saja berhubungan dengan Lily. Stevan segera berlari kembali ke kamarnya dengan langkah yang sangat cepat dan menggebu-gebu. Sungguh ia tidak pernah menduga jika mamanya akan datang menemui dirinya langsung ke apartemennya. “Tumben sekali? Biasanya mama akan memberitahuku dulu jika mama akan datang. Ya Tuhan! Aku harus bagaimana?” Gumam Stevan dengan panik. Stevan menuju kamarnya dan membuka pintu kamarnya tersebut dengan kasar sehingga menimbulkan suara berdebum yang cukup keras dan membuat Lily yang sedang kembali melanjutkan tidurnya itu Terkejut. Tanpa memberi penjelasan pada kekasihnya yang terkejut dan juga bingung, Stevan segera memunguti pakaian dan juga barang milik Lily yang berserakan dan memasukkan semuanya kedalam kamar mandi. “Apa yang terjadi denganmu hingga kau bertingkah seperti orang yang kerasukan?” Tanya Lily yang bingung dan juga terkejut karena melihat tingkah Stevan. “Siapa yang kau lihat hingga kau tergesa-gesa dan tidak memberikanku penjelasan terlebih dahulu, Stev?” Sambung Lily. “Mama datang,” Jawab Stevan singkat. “Bukankah itu bagus jika ibumu datang? Kau bisa sekaligus memberitahu tentang kelanjutan hubungan kita, Stev,” Ucap Lily terlihat tenang tanpa ikut merasakan kepanikan dari Stevan. “Oh ayolah sayang, Kau tahu betul bagaimana mama tidak merestui hubungan kita,” jawab Stevan sambil terus membereskan kekacauan di dalam kamarnya. “Kau bahkan masih ingat betul bukan, bagaimana pada saat itu mama memintaku untuk mengakhiri hubungan kita tepat dihadapanmu. Jangan mencari masalah dengannya, Sayang. Aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu jika aku tidak mengindahkan ucapan mama,” Sambung Stevan dengan menatap sendu kekasihnya. Sungguh bukan keinginannya untuk mengungkit masa lalu pahit dalam hubungan mereka. Lily yang kembali teringat akan hal itu hanya mampu diam dan mengepalkan tangannya di balik selimut dan menahan air matanya yang sudah menganak sungai di pelupuk matanya. Lily menundukkan kepalanya, menyembunyikan sirat kemarahan di wajahnya. “Lalu aku harus apa Stev? Aku lelah jika harus seperti ini terus! Berhubungan denganmu layaknya seorang pencuri, aku muak, Stev!” jawab Lily marah karena Stevan tak mampu berjuang untuk hubungan mereka. "Aku mohon mengertilah sedikit, sayang. Aku melakukan semua ini demi kebaikan hubungan kita. Tolong jangan mendebatku sekarang," Ucap Stevan memohon pengertian Lily. "Sekarang pakai pakaianmu! aku akan keluar menemui mama. Jangan pernah keluar kamar sebelum aku kembali ke kamar ini. Kau mengerti kan, sayang?" sambung Stevan sembari memakai pakaiannya lalu keluar menemui sang mama. Lily yang merasa kecewa pun hanya bisa pasrah saat Stevan selalu bertindak seperti ini. Mau bagaimanapun juga, ia sangat mencintai Stevan dan ia tidak ingin hubungannya dengan Stevan hancur karena keegoisannya saja. Setelah merasa semuanya rapih dan tidak mencurigakan, Stevan dengan cepat membuka pintu apartemennya dan menyambut kedatangan sang mama. Setelah pintu apartemen terbuka, Stevan langsung di sambut dengan omelan sang mama yang sudah sangat kesal karena dibuat menunggu terlalu lama diluar. "Apa yang sedang kau lakukan di dalam sehingga kau membiarkan mamamu ini menunggu begitu lama di luar, Stev?" ucap Julia kesal karena ulah sang putra. "Ohh Maafkan Stevan Ma, Stevan tadi sedang ada di kamar mandi," kilah Stevan. "Apa yang membut Mama datang kesini pagi-pagi sekali? Bukankah biasanya Mama hanya menelepon ku jika Mama ingin bertemu?" sambung Stevan bertanya. "Memangnya ada yang salah jika mama datang langsung untuk menemui anak mama?" Tanya Julia tanpa menjawab pertanyaan dari anaknya. "Tunggu dulu. Ada apa dengan sekujur lehermu itu, Stev? kenapa penuh sekali bercak merah di lehermu itu?" Tanya Julia mulai curiga dengan anaknya. Ditanya seperti itu, seketika seluruh tubuh Stevan menjadi gemetar. Wajahnya pucat seperti orang yang sedang kepergok saat mencuri. "Kenapa wajahmu malah menjadi pucat dan tubuhmu juga gemetar? Apa kau sakit? atau kau sedang menyembunyikan sesuatu dari Mama?" tanya Julia yang semakin membuat Stevan sulit menjawab pertanyaan darinya. Sebenarnya Julia sudah mengetahui jika anaknya bermalam bersama dengan wanita yang ia tentang hubungannya dengan sang putra. Hanya saja, bukan saat yang tepat untuk membuat keributan di pagi hari seperti ini. "Emm, ini hanya digigit nyamuk saja ma.. hahaha iya nyamuk," Jawab Stevan gugup. Ia mengepalkan tangannya seerat mungkin untuk menghindari kegugupan yang tengah ia rasa saat ini. "Hahaha... Jalang sekali nyamuk di apartemen mu ini!" Sindir Julia. "Sudahlah, lupakan. Mama kemari hanya ingin memberitahumu, jika Papa menunggumu di Mansion. Ada hal penting yang ingin Papa bicarakan denganmu," Sambung Julia memberitahu tujuannya menemui putranya. "Ahh, Baiklah Ma. Stevan akan segera pulang menemui papa," Jawab Stevan yang tidak mengerti akan pembicaraan seperti apa yang akan dibicarakan oleh papanya. Namun Stevan memilih mengiyakan saja ucapan Mamanya agar mamanya segera pergi dari apartemennya. "Baiklah, mama rasa, mama harus pulang sekarang. Jangan lupakan pesan yang papamu berikan Stev. Kau paham?" Ucap Julia. "Aku paham, ma. Mama tidak perlu khawatir, sampaikan saja pada papa kalau aku akan segera menemuinya." **** "Papi!" "Sudah Bella bilang! Bella tidak mau di jodohkan!" Bella meninggikan suara di depan ayahnya yang dia panggil Papi. "Jaga nada bicaramu, Bella. Suaramu terlalu tinggi berbicara di depan Papi." Sellin, ibu Bella mengingatkan sang putri agar menurunkan intonasi suaranya. "Mami tahu sendirikan, alasan kenapa Bella Tidak pernah mau dijodohkan?" "Terus kenapa saat ini mami malah ada di pihak mereka? Apa Mami mendukung keputusan mereka semua?" Tanya Bella kepada Sellin dengan nada sendu dan sedih. Matanya berkaca-kaca setiap kali melihat ibunya. "Sayang, dengarkan Mami." "Stop, Mami! Maaf, saat ini Bella bukan dalam situasi yang bisa diajak kompromi. Masa depan Bella, bukan di tangan orang lain. Hanya Bella sendiri yang berhak bagaimana menentukannya!" Bella meneteskan air matanya ketika mengatakan itu. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya melawan apapun perkataan ibunya. Ini adalah pertama kalinya dia menyela perkataan ibunya. "Bella, Papi hanya ingin yang terbaik buat kamu, Nak. Papi tidak mau sampai Bella salah mendapatkan laki-laki yang tidak tepat untuk masa depanmu nanti," ucap William, masih tetap mempertahankan nada bicaranya dengan lembut. "Papi bilang ingin yang terbaik buat Bella? Lalu ke mana Papi selama ini?" "Papi cuma sayang sama mereka semua yang ada disini, tapi tidak denganku. Semua orang-orang selalu Papi berikan kebebasan, diberikan perhatian, tapi aku?" "Kalau bukan karena aku memaksa ingin bekerja di luar, pasti aku akan berakhir di sini, dengan semua aturan yang tidak jelas. Papi hanya perhatian padaku disaat seperti ini. Disaat Papi ingin mengaturku dan menuruti semua keinginan Papi. Aku kecewa, aku sangat kecewa pada Papi." Bella berbicara panjang lebar mengungkapkan kekecewaannya. Dia sudah menurunkan nada bicaranya. Sembari terus berbicara, Air matanya tidak berhenti mengalir mengiringi setiap kata-kata yang diucapkan. Tapi, tidak ada sedikitpun isakan yang terdengar dari sana. Sebisa mungkin, Bella menahan diri agar tetap berada dalam batasannya. Biasanya, setiap kali berbicara kepada siapapun, Bella selalu membahasakan dirinya dengan menyebutkan namanya sendiri. Tapi, ketika dia sudah lelah untuk semua masalah yang menyerang, dia mengubah nama panggilannya menjadi, aku. Pertanda jika Bella sangatlah kecewa atau bahkan mungkin marah. "Bella ...." "Cukup, Uncle!" potong Bella cepat kepada Paman satu-satunya yang sangat dia sayangi. Biasa dipanggil Ben. Hanya Bella seorang yang memanggilnya Uncle Ben. Panggilan sayang untuk sang Paman. "Uncle Ben tahu aku seperti apa. Sekarang apa Uncle Ben mau membujukku juga untuk memuaskan mereka semua?" tanya Bella dengan nada yang sendu. Air matanya semakin mengalir deras saat pria itu ikut dalam pembicaraan mereka dan mencoba meluluhkan hatinya. "Bukan seperti itu maksud Uncle, Bella." "Cukup, Uncle.. Aku capek. Aku baru pulang kuliah, lembur. Tapi kalian semua, tanpa berperasaan langsung menyerangku dengan masalah yang tidak penting seperti ini. Aku ingin istirahat sekarang," Lagi dan lagi, Bella kembali memotong ucapan Ben. Dia tidak membiarkan pria itu menyelesaikan kalimatnya. Deg! Mereka semua yang ada di sana, langsung tertegun mendengar ucapan Bella, yang mengatakan mereka tidak berperasaan. Tapi memang benar, seharusnya mereka menunggu Bella beristirahat dulu, baru mengatakan hal ini. Hanya saja, perasaan bahagia yang dirasakan, membuat semua lupa akan kondisi sang gadis yang sedang lelah. Setelah mengatakan itu, Bella pergi dari sana dan menaiki tangga untuk menuju ke kamarnya. Tapi, ketika baru sampai di setengah anak tangga, suara seseorang membuat dia berhenti melangkah. Bella terdiam mendengar semua ucapan itu tanpa memberikan respons apa pun. "Bella, Uncle ada di pihakmu, Sayang." Semua orang melihat kepada Ben yang mengatakan itu. Termasuk Tuan William, istrinya, dan seluruh keluarga yang kebetulan semua berkumpul di sana. "Uncle akan mendukung semua keputusanmu. Apa pun yang membuatmu bahagia, Uncle akan ikut bahagia. Tidak ada yang lebih berarti untuk kehidupan Uncle, selain kebahagiaanmu." Bella masih terdiam berdiri membelakangi dirinya. "Seandainya saja tidak ada yang mendukung keputusanmu, jangan khawatir. Uncle akan ada selalu bersamamu. Asalkan semua tetap berada di jalan kehendak Tuhan." "Bukan berarti, Uncle dengan lancangnya melawan William," lanjut Ben sembari melihat William. Suaranya terdengar parau. "Tapi bagi Uncle, tidak ada orang yang bisa membuatmu bahagia, selain dirimu sendiri. Mungkin benar adanya, jika nanti Papi memilihkan jodoh yang tepat, dan kamu akan bahagia." "Tapi tidak ada satu orangpun yang tahu, dalam batin yang kamu rasakan. Apakah kamu ikhlas dan bahagia lahir batin, atau kamu hanya berpura-pura bahagia, untuk menjadikan penutup kesedihanmu yang sesungguhnya," Kini, tatapan Ben mengarah kepada Nyonya Karin, ibunya. "Semuanya, hanya kamu dan Tuhan yang tahu," lirih Ben dengan suara yang sangat pelan di akhir perkataannya. Dia menundukkan kepalanya. Ben hampir saja meneteskan air mata. Tapi, ketika mengingat dia harus kuat untuk Keponakan yang sangat dia sayangi, Ben menahan semua dan berusaha untuk tetap tegar. "Uncle Ben," lirih Bella yang kini membalikkan tubuhnya menghadap Ben. "Uncle sayang sama kamu, Bella." Dengan kecepatan yang dia miliki, Bella berlari menuju ke tempat Ben. Dia memeluknya erat sambil menangis tersedu-sedu. Isakannya sudah tidak bisa disembunyikan lagi. Bella menumpahkan segala kesedihannya dengan menangis di pelukan Ben. Mendengar keponakannya menangis, Ben tidak tega. Belum pernah sekalipun Bella menangis seperti ini di depannya. Apalagi di depan banyak orang yang ada di sana seperti sekarang. Ben hanya bisa menenangkan Bella dengan mengelus sayang kepalanya. Semua orang tidak tahan mendengar Bella menangis. Mereka menundukkan kepalanya. Termasuk Nyonya Sellin, yang sejak tadi sudah meneteskan air mata. Bahkan Tuan William ikut bersedih melihat kejadian di depan. Hatinya nyeri dengan keputusan yang dia ambil. Tapi, semua dilakukan demi masa depan putri kesayangannya. "Kita ke atas ya, Sayang… Uncle antar," ucap Ben setelah merasa tangisan Bella sedikit mereda. Bella hanya menganggukkan kepalanya menyetujui. Mereka berdua naik ke lantai atas, menyisahkan keheningan yang terjadi setelah keduanya pergi. "Papi, aku permisi dulu ingin kembali ke kamar," izin Sellin kepada suaminya setelah menyeka air matanya yang terus keluar. "Iya, Mami. Silakan," William mengangguk memberi izin.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
175.6K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
216.4K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
153.3K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
297.5K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.8K
bc

TERNODA

read
193.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook