Sebelum waktu janji dengan Mas Rayyan, aku sudah tiba lebih dulu di kafe tempat kami janjian. Mas Dion memarkir mobilnya di halaman parkir depan kafe. “Loh, Mas, mau ngapain?” tanyaku saat melihatnya membuka seat belt-nya. “Turun.” “Loh, ya, jangan, Mas. Nanti nggak jadi ngomong masalah berantem.” Mas Dion menatapku sinis. “Asha turun, ya, Mas.” “Ya sudah.” Begitu masuk, satu-satunya meja yang kosong terletak di dekat jendela yang menghadap ke parkiran kafe. Bagian luar kafe juga sudah penuh, aku tidak menyangka kafe ini sebegitu ramai hari ini. Mungkin karena akhir pekan? Aku sudah memesan minuman untukku, tetapi tidak memesan untuk Mas Rayyan. Pintu kafe terbuka, lelaki yang sedari tadi aku tunggu akhirnya tiba. Dari kejauhan, dia sudah tersenyum lebar. “Ay, kamu menunggu lam

