MHMC Bagian Dua

645 Words
 ‘Tersenyumlah untuk Masa lalu, masa kini, dan masa depan.’ *** Keyra menyapu tatapan ke setiap sudut kafe, mencari sosok Ragas. Tepat di meja sudut kafe, pria itu menunggu sambil sesekali meminum moccacino di hadapannya. Wanita itu pun menghampiri Ragas dan menyapanya. “Udah lama nunggu?” Ragas tersenyum melihat Keyra sudah duduk di hadapannya sambil memanggil pelayan untuk memesan. “Cappucino satu, ya,” ucapnya saat sang pelayan berdiri di sampingnya. “Ada lagi tambahan?” tanyanya. “Itu aja dulu,” sahut Keyra. Setelah waiter pergi Keyra kembali melihat Ragas yang sedang menyesap moccacinonya. “Sehat?” tanya Keyra membuka pembicaraan. Ragas tersenyum. “Alhamdulillah sehat, maaf saya baru menghubungi lagi setelah pertemuan kita waktu itu, saya sibuk sama pekerjaan di kantor,” ucap Ragas. Keyra menggeleng sambil terkekeh, “Nggak apa-apa kok, lagian aku nggak terlalu berharap apapun dari kencan buta kita. Seperti kencan buta aku sebelumsebelumnya. Karena aku masih belum bisa membuka hati untuk pria mana pun.” Mendengar ucapan Keyra membuat raut wajah Ragas berubah serius. Entah apa yang dipikirkan pria itu, tiba-tiba dia menatap Keyra dalam-dalam. “Menikahlah denganku!” Pernyataan Ragas spontan membuat Keyra terbelalak. Siapa sangka teman kencan butanya yang baru saja ditemui dua kali mengajak menikah tanpa pendekatan dan tahu asal usulnya. “Hah? M-menikah? Gila kamu, ya! Ketemu aja baru dua kali, lo udah ajak nikah,” ketus Keyra seraya menatap tajam Ragas. “Saya serius Key, bukan main-main,” jawab Ragas berusaha menenangkan. “Pernikahan itu bukan buat main-main, Ragas! Pernikahan itu sakral, aku nggak mau terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk menikah, menikah untuk masa depan, sekali seumur hidup. Dan ....” Keyra menggantung kata-katanya, lalu menarik napas dalam-dalam. “… Aku masih belum bisa membuka hati untuk pria manapun,” lanjutnya lirih. “Saya tahu Key, ini mendadak. Tapi, saya punya alasan kenapa berani mengajak kamu menikah. Untuk perasaan, seberjalannya saja. Saya tidak akan memaksa kamu mencintai saya,” sahut Ragas. Pembicaraan mereka terhenti ketika waiter datang membawa pesanan Keyra. Setelah waiter pergi, Ragas pun melanjutkan. “Key, saya tahu kamu pasti terkejut, tapi saya mohon untuk dipikirkan dulu. Saya tidak akan membuat kamu berhenti bekerja setelah menikah, saya akan menghormati segala privasi kamu.  Jadi, saya mohon sekali lagi, tolong pertimbangkan ini,” ucap Ragas memohon. Ponsel Ragas bergetar, dia membaca pesan yang masuk. “Saya akan tunggu jawaban kamu, Key.” Ragas melirik jam tangannya, lalu berpamitan. “Saya pamit, ada urusan yang harus diselesaikan. Nggak apa-apa kan, saya duluan?” tanya Ragas sambil menatap wajah Keyra yang masih tertegun. Keyra mengangguk pelan. Tanpa menunggu apa-apa lagi, Ragas segera pergi meninggalkan kafe dengan sedikit berlari kecil. *** Wanita itu berjalan di halaman yang di dalamnya berdiri bangunan lima tingkat, terdapat ratusan kamar untuk para penyewa di sana. Salah satu dari ratusan kamar tersebut adalah tempat tinggal Keyra. Dia melangkah lunglai seraya menaiki satu per satu anak tangga menuju kamarnya. Entah kenapa rasanya hari ini sangat melelahkan. Keyra melemparkan tas kecilnya ke meja dan merebahkan tubuh di atas kasur, seraya memejam. Tiba-tiba ponselnya bergetar. Dia meraih ponselnya dengan enggan, lalu membuka pesannya. Ragas : Saya minta maaf karna membuat kamu terkejut. Tetapi, tolong beri saya jawaban pasti. Saya tunggu. Keyra tidak membalasnya dan melemparkan ponsel ke tempat tidur lagi. ‘Mending gue mandi biar otak gue nggak berasap.’ *** Hari, jam, menit, dan detik berganti. Tanpa terasa, enam hari berlalu sejak Ragas mengajaknya menikah, sudah enam hari juga pesan-pesan Ragas diabaikan Keyra. Perasaan Keyra saling beradu, memberi berbagai penolakan. Dia belum bisa memberi tahu siapa pun, bahkan Melin dan Rico pun tidak tahu mengenai Ragas yang mengajaknya menikah tiba-tiba. Di kantor pun Keyra tampak lesu. Untung pekerjaan bulanannya selesai, di awal bulan memang tidak begitu sibuk. “Gila lo Key, kaya mayat hidup tau nggak?” sindir Jihan, teman satu kantornya. “Iya Key, udah enam hari semenjak lo balik kencan buta itu, lo jadi mayat hidup. Liat deh mata lo udah lebih-lebih dari mata panda Key,” sambung Sarah. Keyra tak menjawab, dia hanya terdiam sambil menatap layar ponsel yang di terpampang notifikasi dari aplikasi Whatsapp. Ragas : Apa kamu sudah mendapat jawabannya? Lama Keyra berpikir, lalu memantapkan hati untuk membalas Whatsapp dari Ragas. Me: Baiklah, aku terima tawaran kamu, dengan beberapa syarat yang harus kita buat dan kita sahkan. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD