MHMC Bagian Tiga

989 Words
‘ Belajar mencintai dengan kejujuran akan lebih indah daripada dengan kebohongan.’ *** Ragas dan Keyra akhirnya mendaftarkan pernikahan dan melaksanakan ijab kabul di kantor urusan agama terdekat. Dengan wali hakim sebagai wali dari pihak wanita karena orang tua Keyra sudah meninggal, sedangkan Keyra anak tunggal, dan orang tua Ragas berada di Inggris. Mereka sepakat melaksanakan pernikahan sederhana di KUA tanpa kerabat yang datang. ‘Bismillah, mudah-mudahan ini jalan terbaik yang gue ambil,’ ucap batin Keyra, sembari menutup mata. Setelah urusan pernikahan selesai, Keyra kembali ke rumah susunnya bersama Ragas. Wanita itu memasukkan pakaian dan perlengkapan sehari-harinya ke koper biru muda. Sesuai kesepakatan, Keyra akan tinggal di rumah Ragas. “Udah selesai?” tanya Ragas. Keyra mengangguk lalu menatap sekeliling kamarnya yang sudah lima tahun ini dia tempati. Ruangan kecil itu kini tersisa tempat tidur dan lemari-lemari kosong karena barang-barangnya sudah dibawa orang-orang suruhan Ragas. Di sisi lain, terlihat seulas senyum manis dari ujung bibir Ragas yang terus menatap Keyra dari belakang dengan tatapan penuh arti. ‘Adeera,’ panggilnya dalam batin. *** Sesampai di gerbang rumah Ragas, Keyra disuguhkan pemandangan yang sangat indah. Rumah dengan pekarangan dan halaman yang sangat luas. Saat masuk ke rumah pun Keyra masih dibuat kagum dengan isi rumah Ragas. Luas, bernuansa emas yang dipadukan dengan putih, membuat rumah tersebut tampak elegan. “Wah,” gumamnya takjub hampir tak terdengar. Ragas hanya tersenyum melihat tingkah Keyra dan berjalan ke dapur, membuka lemari pendingin dan mengambil air mineral, lalu meminumnya. “Istirahat! Kamar kamu yang itu,” ujarnya, seraya menunjuk pintu berwarna biru muda. “Sebelahnya itu kamar aku. Aku akan menjaga privasi kamu. Walaupun kita sudah menikah, kita akan tidur di kamar berbeda. Dan ....” Ucapan Ragas menggantung. “Dan?” tanya Keyra bingung. “Terima kasih karena mengambil keputusan besar menikah denganku,” lanjut Ragas seraya tersenyum hangat. “Juga ... mulai sekarang aku akan mulai belajar bersikap santai padamu.” Seketika wajah Keyra merona. Segera berlari ke kamarnya untuk menutupi malu. Ragas terkekeh melihat tingkah Keyra. ‘Semoga kamu betah di sini Adeera, sampai nanti waktunya tiba. Aku akan mengungkapkan kebenarannya.’ *** Pria itu berjalan masuk ke kamarnya. Di sana ada satu pintu kaca besar yang menghubungkan ke ruangan yang biasa Ragas gunakan untuk bekerja. Dia duduk di kursi kerjanya, lalu membaca kembali secarik kertas yang sudah mereka berdua tanda tangani sebelum masuk ke gedung kantor urusan agama tadi siang. Peraturan Pernikahan 1. Saling menghargai Privasi masing masing. 2. Tidur di kamar terpisah, mengetuk pintu kamar terlebih dahulu jika ada perlu. 3. Tidak ada KONTAK FISIK. 4. Saling jujur dan terbuka 5. Tidak boleh ada rasa di antara kita. Tanda tangannya dan keyra tertera manis di bagian bawah. *** Iya, hari Senin sudah tiba, di mana Keyra mulai kembali bekerja. Keyra keluar dari kamar sambil mengikat rambutn yang masih setengah basah. Dia mengenakan gaun selutut berwarna peach, dipadukan sepatu heels tiga sentimeter, siap berangkat bekerja. Setibanya di ruang makan, Keyra melihat Ragas menyantap sarapan, sesekali melihat iPad di atas meja makan. Pemandangan pagi yang masih sangat asing untuk Keyra. Wanita itu menghampiri meja makan untuk sarapan bersama pria asing yang kini berstatus suaminya. Melihat Keyra di hadapannya, Ragas tersenyum seraya mengambil dua potong roti, lalu memberinya selai cokelat dan menaruhnya di piring Keyra. “Sepertinya … kamu enggak tidur nyenyak,” ucap Ragas seraya melirik Keyra. Wanita itu tersenyum sambil menyantap sarapan. “Ya, karena sekarang aku tinggal dengan seseorang yang belum aku kenal sama sekali,” timpalnya. ‘Dan gue takut diperkosa sama cowok asing yang kini berstatus suami gue,’ lanjutnya dalam hati. Tak ingin berlama-lama dengan suasana canggung, Keyra melirik jam tangannya yang sudah menunjuk pukul delapan pagi. “Aku duluan ya, Ragas. Udah telat, nih.” Hanya dijawab anggukan oleh Ragas. Ragas menatap punggung Keyra yang meninggalkan meja makan hingga keluar dari pintu rumah. “Perlahan-lahan kamu akan terbiasa di sini Adeera, cepat atau lambat, kamu akan segera mengenali siapa aku,” lirih Ragas bahkan hampir tak terdengar.  *** “Hari ini pertama kali Big Bos baru, datang. Agenda meeting hari ini pengenalan dan penjelasan kinerja tiap-tiap divisi,” jelas Wahyu di hadapan karyawannya. Suasana dalam ruangan mulai gaduh ketika pegawai Divisi Administrasi Keuangan berkumpul dan bersiap menghadiri rapat besar di aula. “Gilaaa, first time Big Bos baru, datang. Penasaran gue kaya gimana orangnya?” celetuk Sarah dengan sorot mata yang menggebu. “Denger-denger dari anak-anak divisi marketing, Big Bos baru kita itu ganteng banget, dan lo tahu? Dia usia tiga puluh dua tahunan yang masih single,” lanjut Jihan, menanggapi dari balik kubikelnya. “Sini cermin gue!” Sarah melihat cerminnya tergeletak di kubikel Jihan, dia mengeluarkan alat perang wajah dari tasnya. Wahyu keluar dari ruangan sambil menenteng laptop, lalu berdiam sesaat di hadapan bawahannya dengan mata mencari seseorang untuk menemaninya. “Key, kamu yang nanti temenin saya di sebelah Big Bos, ya. Jangan lupa agenda kamu. Kamu udah email ke saya kan, laporan bulan kemarin?” tanya Wahyu. “Sudah, Pak,” jawab Keyra cepat. Wahyu merogoh ponsel yang bergetar di sakunya, lalu bergumam, “Gawat! Big Bos udah datang. Ayo cepat!” Mendengar perkataan Wahyu, seluruh karyawan bergegas keluar, berhamburan membawa berkas masing-masing, menuju aula yang berada tepat di lantai satu. *** Di aula rapat besar, para pemegang saham dan kepala tiap divisi berkumpul, beberapa karyawan dari tiap-tiap divisi sudah duduk di kursi masing-masing. Meja disusun membulat, dari depan diperuntukkan dewan direksi, diikuti kursi para pemegang saham, kepala tiap divisi, dan di bagian belakang untuk karyawan masing-masing divisi. Setelah menyimpan agendanya Keyra keluar mengikuti Wahyu yang melambaikan tangan, tanda Keyra harus sudah keluar dan berada di sampingnya. “Key, buruan! Big Bos udah datang!” serunya. Keyra berlari kecil keluar aula rapat besar, menghampiri Wahyu dan segera menyetarakan langkah dengan Wahyu. Samar-samar dari jauh terlihat sosok pria tinggi dengan dada bidang dan tegap, mengenakan setelan jas dan celana hitam, diselaraskan dengan kemeja putih juga dasi hitam bercorak garis menyamping berwarna biru. “Itu Big Bos kita, Pak?” tanya Keyra dengan dahi berkerut. ‘Kok kaya Ragas, sih? Nggak mungkin Ragas!’ Batin Keyra berperang sendiri. Pria itu mendekat, menatap ke depan diikuti beberapa petinggi. Keyra membelalak melihat sosok yang semakin mendekat ke arahnya. “Pak, itu ... Bos Besar?” tanya Keyra tak percaya, hanya dijawab dengan anggukan oleh Wahyu. ‘Ya, benar. Dia Ragas, pria yang menikahinya kemarin, yang pagi tadi membuatkan sarapan untuknya, dan pria yang semalaman dia pikirkan karena keputusan singkatnya itu.’ Ragas melirik singkat Keyra yang masih terpaku di tempat dengan mata membulat sempurna karena masih bergulat dengan rasa terkejutnya. ‘Dia Ragas, suamiku, big bossku,’ batin Keyra. *** 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD