Happy Reading
Siang itu, suasana kantor dipenuhi bisik-bisik dan gosip yang berseliweran di antara para karyawan. Kabar mengejutkan telah mengguncang seluruh perusahaan. Kania, putri pemilik perusahaan, merebut posisi CEO yang saat ini dipegang oleh suaminya sendiri, Julio. Kabar ini menyebar bagai api yang disiram bensin, memicu berbagai spekulasi dan komentar miring.
Santer dikabarkan, Kania sendiri yang meminta kepada ayahnya, Tuan Alex, untuk menggeser posisi Julio. Sikap Kania ini dianggap kekanak-kanakan dan memicu cibiran dari banyak orang. Reputasi Kania sebagai wanita manja, ceroboh, dan kurang cerdas memang sudah terlanjur melekat di benak para karyawan. Kecantikannya yang luar biasa dianggap tidak sebanding dengan otaknya yang kosong, dan banyak yang berpendapat bahwa kecantikan saja tidak cukup untuk membuat Julio mencintainya.
"Apa istimewanya Nona Kania? Hanya modal dandan menor dan bersolek saja untuk menarik perhatian suaminya. Tapi nyatanya, selama setahun menikah, Tuan Julio tetap tidak meliriknya," celetuk seorang karyawati berambut sebahu, nadanya sinis.
"Dilirik pun tidak, apalagi dicintai. Bukankah Nona Kania itu agak… kurang cerdas alias bodoh?" timpal Raisa, seorang karyawati yang diam-diam iri dengan kehidupan mewah Kania. Dalam hatinya, Raisa bergumam betapa beruntungnya Kania terlahir sebagai putri orang kaya.
"Kalau tidak bodoh, mana mungkin dia berani meminta jabatan CEO kepada Tuan Alex? Otaknya saja mungkin tidak mampu memahami angka-angka di komputer yang kita hadapi setiap hari!" sahut karyawati lain, ikut mencemooh.
"Mungkin Nona Kania hanya ingin mendapatkan pengakuan dari Pak Julio. Intinya, dia cari perhatian agar dilirik suaminya. Sayangnya, Pak Julio sepertinya malah semakin kesal," tambah yang lain lagi.
Tawa terbahak-bahak pun meledak di antara mereka.
"Hahaha… namanya juga orang bodoh! Hahaha!"
Di tengah kerumunan yang riuh, terdengar suara Alma, sekretaris direktur. Sejak awal, Alma merasa tidak nyaman mendengar cibiran yang ditujukan kepada Kania. "Jangan begitu. Bagaimanapun, dia akan menjadi atasan kita," ucap Alma mencoba menengahi.
"Heh, Alea! Mentang-mentang kamu sekretaris direktur, jadi sok membela wanita itu? Padahal sebenarnya kamu juga tahu kalau Kania itu wanita bodoh yang hanya mengandalkan kekayaan orang tuanya!" sergah Raisa dengan nada tinggi.
"Cukup, Raisa! Kamu bisa dipecat kalau terus bersikap seperti ini. Jaga sikap kalian!" tegas Alma, lalu meninggalkan kerumunan tersebut.
Gosip tentang Kania tidak hanya beredar di kalangan karyawan biasa. Para petinggi perusahaan pun tak kalah hebohnya. Di balik pintu rapat, mereka berbisik-bisik dan mengejek Kania. Beberapa pemegang saham bahkan dengan antusias menunggu kegagalan Kania. Mereka meragukan kemampuan Kania dan menganggapnya hanya akan mengeluarkan "ucapan omong kosong" yang tidak akan membawa kemajuan bagi perusahaan.
Apalagi, Kania telah membuat taruhan dengan tenggat waktu 10 bulan. Mereka penasaran, apakah Kania benar-benar mampu membuktikan kemampuannya atau justru akan mempermalukan diri sendiri dan keluarganya? Waktu terus berjalan, dan semua mata tertuju pada Kania. Akankah dia berhasil menjawab keraguan semua orang, atau justru akan menambah panjang daftar gosip yang beredar di perusahaan? Hanya waktu yang akan menjawab. Sementara itu, suasana tegang dan penuh spekulasi terus menyelimuti seluruh perusahaan. Setiap langkah Kania akan diawasi dengan ketat, dan setiap keputusannya akan menjadi bahan perbincangan. Taruhan 10 bulan ini bukan hanya tentang jabatan CEO, tetapi juga tentang harga diri dan reputasi Kania di mata semua orang.
***
Tawa sinis menggema di ruangan mewah milik manajer keuangan PT Airlangga.
"Hahaha, wanita bodoh! Kita tinggal menonton kehancuran PT Airlangga di tangan Kania!" seru seorang pria yang bernama Rian, dengan nada mengejek.
Di sekelilingnya, beberapa rekan kerjanya tertawa terbahak-bahak, seakan menyetujui ucapannya.
"Tuan Alex terlalu memanjakan putrinya. Apa yang bisa diharapkan dari gadis bodoh sepertinya?" timpal seorang wanita bernama Susan, sambil memutar-mutar pulpen di tangannya.
"Meskipun perusahaan ini bangkrut, kita tetap untung. Kania pasti akan memberikan sebagian sahamnya pada kita," sahut Rian lagi, matanya berkilat penuh perhitungan.
James, sang manajer keuangan, mengangguk setuju. "Benar sekali. Taruhan ini sangat menggiurkan. Bayangkan kekayaan Tuan Alex yang begitu besar, hampir semuanya diberikan kepada putri tunggalnya yang bodoh itu! Hahaha!" James tertawa keras, rasa benci terhadap Kania terpancar jelas di wajahnya.
Kania telah menggeser posisi Julio, sepupu jauh James, sebagai CEO. Selama ini, Julio selalu memberikan kemudahan bagi James di perusahaan, bahkan menaikkan jabatannya menjadi manajer. Kini, dengan Kania sebagai CEO, James merasa posisinya terancam.
Di sisi lain, Feya tersenyum puas mendengar gosip yang beredar di perusahaan. Banyak yang membicarakan Kania dan menyebutnya perusak hubungan Feya dan Julio. Beberapa karyawan bahkan terang-terangan menjelek-jelekkan Kania di depan Feya, menyebutnya wanita bodoh dan tidak tahu diri.
'Lihat saja Kania, sebentar lagi kamu akan hancur. Kamu tidak akan bisa merebut hati Julio,' batin Feya penuh kemenangan.
Ia yakin Julio akan semakin membenci Kania.
Saat Feya hendak masuk ke kamar mandi, ia tak sengaja mendengar percakapan beberapa karyawan.
"Aku kasihan dengan Feya," ucap salah satu karyawan.
Feya menghentikan langkahnya, penasaran dengan kelanjutan percakapan mereka.
"Kasihan kenapa?" tanya karyawan lain. Feya mendekatkan telinganya ke pintu kamar mandi, berusaha menguping.
"Ya, kasihan! Dia akan menjadi sekretaris Kania yang sangat bodoh. Bukankah selama ini Feya dan Pak Julio begitu serasi? Aku berharap mereka menjadi pasangan kalau saja tidak ada Kania!"
Senyum Feya semakin lebar. Ternyata ia dan Julio dianggap sebagai pasangan idola di perusahaan.
"Tapi sekarang Nona Feya sangat sial karena menjadi sekretaris wanita bodoh itu!" Alis Feya terangkat. "Ya, kesialan akan terus menghantui Nona Feya!"
Tangan Feya mengepal erat. Ia merasa terhina mendengar ejekan mereka. Namun, dalam hati ia mengakui bahwa menjadi sekretaris Kania adalah sebuah kesialan.
'Aku harus mencari cara agar Kania tidak menjadikanku sekretarisnya,' tekad Feya dalam hati.
Ia mulai memikirkan berbagai strategi untuk menghindari posisi tersebut. Ia membayangkan betapa malunya jika harus bekerja di bawah perintah Kania, wanita yang dianggap orang-orang telah merebut Julio darinya. Ia harus segera bertindak sebelum semuanya terlambat. Berbagai rencana jahat mulai terlintas di benaknya, ia bertekad untuk menyingkirkan Kania dari perusahaan dan membantu merebut kembali posisi Julio yang menurutnya adalah haknya.
Feya melangkah pergi dari kamar mandi, wajahnya dihiasi senyum licik. Ia sudah membulatkan tekad untuk menghancurkan Kania dan merebut kembali apa yang telah diambil oleh wanita itu. Permainan baru saja dimulai, dan Feya siap untuk bermain kotor. Ia yakin, dengan kecerdasan dan kelicikannya, ia akan berhasil menyingkirkan Kania dan kembali menjadi wanita yang dipuja di PT Airlangga.
***
Feya mengepalkan tangannya, dia harus mencari Kania dan meminta wanita itu untuk mencari sekretaris sendiri.
Atau dia akan meminta Julio untuk bersikap tegas terhadap Kania yang hanya bermain-main dengan ucapannya, meminta wanita itu berhenti dan mengembalikan jabatan Julio sebagai CEO.
'Aku harus bisa membujuk Julio untuk mengambil alih kursi pimpinan itu kembali, kalau sampai wanita itu yang menjadi CEO di perusahaan ini, dan aku akan terus menjadi sekretarisnya, bisa jadi Julio akan semakin jauh dari jangkauanku!!'
Feya melangkahkan kakinya dengan tergesa, hampir berlari kecil, menuju lift. Detik demi detik terasa begitu lambat. Dengan tidak sabar, Feya menekan tombol "naik" berkali-kali, jari-jarinya mengetuk-ngetuk tombol dengan gelisah. Dia harus bisa bertemu dengan Kania secepatnya dan membicarakan hal ini baik-baik. Pikirannya berkecamuk, dipenuhi dengan kekhawatiran dan kecemasan. Dia tidak mau Kania menjadi CEO, posisinya terancam, dan bayangan kehilangan segala privilese yang dimilikinya membuatnya semakin panik. Dia harus mencegah hal itu terjadi, apapun caranya.
Ting!
Suara denting lift menyadarkan Feya dari lamunannya. Pintu lift terbuka, dan Feya langsung masuk, nyaris melupakan sopan santun. Dengan cepat ia menekan tombol angka 25, tempat ruangan CEO berada, hatinya berdebar kencang. Ia membayangkan konfrontasi yang akan terjadi, kata-kata yang akan ia ucapkan pada Kania, dan harapannya agar Kania mengurungkan niatnya. Waktu terasa berjalan begitu lambat selama perjalanan singkat di dalam lift.
Setelah beberapa saat, lift pun berhenti di lantai 25. Feya langsung keluar dengan tergesa, hampir bertabrakan dengan beberapa karyawan yang lewat. Ia tidak peduli, fokusnya hanya pada satu tujuan: menemukan Kania. Wanita itu mencari Kania di ruangannya yang berada tidak jauh dari lift, langkahnya semakin cepat, didorong oleh rasa cemas yang semakin membesar.
Sementara itu, di dalam ruangan CEO yang elegan, Kania dan Julio masih bersitegang. Suasana terasa tegang, udara dipenuhi dengan aura konfrontasi. Julio merasa jika Kania saat ini seperti bukan Kania yang dikenalnya sebelumnya. Kania yang dulu penurut, lembut, dan selalu mengalah, kini berubah menjadi sosok yang berbeda. Kania yang sekarang tampak lebih tegas, berani, dan penuh percaya diri. Perubahan ini membuat Julio merasa tidak nyaman, ia terbiasa dengan Kania yang dulu, Kania yang mudah dikendalikan. Dia teringat bagaimana wanita yang berstatus sebagai istrinya itu selalu menunduk, tidak berani menatap ke arah matanya. Namun, Kania yang ada di hadapannya saat ini berbeda, tatapannya tajam dan menantang.
"Hahaha, aku tahu kalau aku ini memang cantik, apakah kamu sudah puas menatap wajahku ini?" bisik Kania dengan nada sinis, sebuah senyuman tipis menghiasi bibirnya.
Tangannya terangkat, jari-jarinya yang lentik memainkan dasi Julio, menariknya sedikit hingga tubuh mereka menjadi berdekatan. Kania sengaja memprovokasi Julio, ia ingin melihat bagaimana reaksi pria itu. Bukankah selama ini Julio sama sekali tidak menyukainya, bahkan selalu bersikap jijik bila ada di dekatnya? Kania tahu betul bahwa Julio sangat menjaga kebersihan dan tidak suka jika tubuhnya disentuh sembarangan oleh siapapun.
Julio sendiri merasa terpaku, entah kenapa dia merasa tidak bisa berkutik saat Kania menatap matanya dengan tatapan yang menurutnya penuh dengan kebencian, bukan tatapan memuja seperti biasanya. Hal itu membuat Julio menjadi sedikit linglung, ia terbiasa dengan tatapan cinta dari Kania, tatapan yang penuh kekaguman dan kepatuhan. Perubahan sikap Kania ini membuatnya bingung dan sedikit terintimidasi.
"Sebenarnya apa yang kau rencanakan, Kania? Aku tahu kau hanya ingin mencari perhatianku, tetapi semua itu tetap tidak akan pernah berlaku untukmu. Singkirkan rencanamu itu dari otak kecilmu itu, kembalilah ke rumah dan jadilah gadis penurut seperti dulu!" jawab Julio, berusaha mempertahankan ketenangannya meskipun ia merasakan gejolak emosi di dalam dirinya.
"Apakah menurutmu aku hanya bermain-main dengan semua ini?" bisik Kania, suaranya rendah dan penuh tekad.
Wanita itu semakin mendekat, wajahnya hampir bersentuhan dengan wajah Julio, hingga hangat nafasnya bisa Julio rasakan. Namun, kali ini entah mengapa Julio merasa tidak risih sama sekali. Apakah karena sikap dan penampilan Kania yang berubah? Ataukah karena tatapan Kania yang sudah tidak mencintainya lagi?
Di saat yang sama, Feya yang sudah sampai di depan pintu bertuliskan "CEO", langsung saja membuka pintu itu dengan kasar tanpa mengetuk terlebih dahulu.
Brak!!
Suara pintu yang terbuka dengan keras mengagetkan Kania dan Julio. Mata Feya membulat sempurna ketika melihat kedekatan Julio dengan Kania. Posisi mereka terlihat ambigu, Julio seakan mengukung Kania. Feya tidak percaya dengan apa yang dia lihat, hatinya terbakar cemburu. Adegan di hadapannya seperti pukulan telak, menghancurkan semua harapan dan impiannya.
Bersambung