Napas Kana tercekat melihat hal itu. Dia sampai menarik mundur tubuhnya membuat jarak dengan Dylan. Jika pria itu sudah tertawa demikian, maka dia akan ketakutan.
"Kenapa kamu mundur? Kamu takut padaku? Kamu kira aku gila? i***t? Aku tidak gila! Aku tidak i***t! Aku hanya merasa sakit kepalaku." Dylan kembali menatap Kana dengan sorot seringai plus senyum mengerikan. Lantas pria itu beralih memegang kepalanya dan terus tertawa.
Bagaimana dia tidak takut dengan sikap Dylan seperti itu? Kelakuannya memang menyimpang tidak normal, entah itu ODGJ atau down syndrome. Ia tak tahu pasti dan diperlukan tes untuk mengetahui hal itu.
Apa yang terjadi sebenarnya? Tadi ia baik-baik saja tapi kenapa tiba-tiba saja berubah jadi seperti ini? Apa penyebabnya?
Kana menghampiri Dylan kala pria itu sudah lebih tenang dari sebelumnya, tidak tertawa mengerikan seperti tadi.
"Aku mau minum," pinta Dylan.
"Aku akan ambilkan untukmu. Tunggu." Kana kembali ke meja dekat kursi roda Dylan, lalu mengambil s**u untuk Dylan.
"Aku tidak mau itu, taruh kembali. Aku mau air mineral milikmu saja." Kana mengerutkan kening, kenapa Dylan malah menolak meminum minuman yang memang sengaja dibuatkan pelayan untuknya dan malah memilih air mineral? Entah, yang jelas Kana mengambil sebotol air mineral. Lalu ia berikan itu pada Dylan.
"Coba minum sendiri." Kana menaruh botol minuman itu pada tangan Dylan yang gemetar lalu terus memegang tangan tersebut saat membantunya minum.
Dylan sedikit tersentak kala menatap Kana dari jarak sedekat ini. Jujur, ia sampai sulit menelan melihat sepasang mata bulat yang melihatnya dari dekat itu. Ada perasaan aneh yang menjalar ke hatinya.
Dylan terbatuk, tersedak. Kana segera menarik botol dari tangan Dylan, lalu beralih menepuk bahu pria itu sampai reda, tak tersedak lagi.
***
Malam hari.
Terdengar suara pintu kamar diketuk.
"Masuk," kata Dylan.
Pintu dibuka, dari balik pintu sana menyembul seorang pelayan dengan membawa troli berisikan hidangan makan malam untuk Dylan dan Kana.
"Taruh di sana," imbuh Dylan. Pelayan menaruh troli di dekat pintu kamar.
"Den, apa butuh bantuan untuk duduk?" tawar pelayan.
"Tidak. Aku bisa duduk sendiri jika masih di kasur. Pelayan kemudian undur diri karena tak ada yang perlu dibantu lagi di sana.
Setelah pelayan pergi, Kana kemudian menuju ke troli itu berada lalu menggesernya persis di depan Dylan. Nampak pada troli itu makanan untuk mereka berdua disendirikan. Kana bisa langsung membedakan yang mana makanan untuk Dylan dan yang mana untuk dirinya. Karena menunya berbeda. Ia mengambil seporsi untuk Dylan.
"Aku tidak mau makan itu," tolak Dylan. Kana menaruh piring kembali ke troli.
"Lantas kamu mau makan apa?"
"Ambilkan aku makan yang dimasak untukmu saja."
"Tapi, menunya beda dan lebih bervariasi menumu."
Menu yang dimasak untuk Dylan lebih banyak variasinya. Entah kenapa berbeda dengan menu yang dimasak untuk Kana yang hanya satu jenis saja. Mungkin karena Dylan mintanya begitu atau agar pria itu tidak bosan dengan yang dibuatkan.
"Ambilkan menumu saja," ulang Dylan karena Kana masih diam. Karena terus didesak oleh Dylan, maka Kana terpaksa mengambilkan seporsi menu yang dimasak untuknya lalu memberikan itu pada Dylan.
"Kamu bisa makan sendiri?" Dylan menggeleng. Maka Kana pun menyuap Dylan.
"Kenapa kamu lebih suka makan menu yang dimasak untukku?" Dylan berhenti mengunyah, terdiam menatap Kana. Sungguh dia bingung harus menjawabnya. Bagaimana dia memberitahu? Ia tidak tahu seperti apa responsnya Kana nanti. Akankah gadis itu berada di pihaknya?
"Aku bosan dengan menu itu," jawab Dylan. Kana tak bertanya lagi lalu melanjutkan menyuap Dylan sampai pada suapan terakhir. Barulah dia makan dengan sedikit menu yang tersisa untuknya.
Selesai makan, Kana mengembalikan lagi troli itu ke luar pintu agar pelayan mudah saat mengambilnya, tidak perlu masuk ke dalam, menganggu istirahat Dylan.
Kana kembali masuk ke dalam kamar. Di sana nampak Dylan diam menunduk. Sungguh melihat pria itu dalam keadaan begini membuatnya meremang kembali. Akankah Dylan kali ini tertawa keras dengan menatapnya tajam seperti sebelumnya?
Kana lalu menghentikan langkah seketika kala melihat Dylan mendongakkan wajah menatapnya. Jantungnya seakan berhenti kala menatap sepasang netra itu menatapnya tajam. Namun rupanya pria itu tidak tertawa mengerikan seperti sebelumnya, membuatnya lega, meski menimbulkan pertanyaan.
"Kenapa kamu menatapku seperti itu?"
"Tidak." Kana segera menarik pandangan lalu ikut duduk di kasur di sisi yang lain memunggungi Dylan.
Aneh sekali ... pria ini nampak normal kembali setelah pagi tadi kambuh seperti ODGJ. Kenapa bisa berbeda begitu? Apa yang membuatnya berbeda?
Dalam diam Kana mencoba menganalisis kondisi Dylan beberapa hari ini. Dia bisa menyimpulkan bila pria itu akan bertingkah layaknya pengidap ODGJ kala makan menu masakan yang dibuatkan khusus untuknya. Dan akan normal kala pria itu makan masakan yang dimasak khusus untuk Kana.
Apa ada sesuatu dalam makanan yang dibuat khusus untuk Dylan?
Berbagai pikiran buruk terlintas dalam benaknya, namun dia tak berani berpikir lebih jauh lagi tanpa bukti dan hanya berani berasumsi.
***
Satu minggu berada di rumah Hasan, membuat Kana mulai terbiasa beradaptasi dengan lingkungan rumah tersebut. Dia juga sudah hafal dengan seluruh pelayan yang ada di rumah ini. Yang terpenting lagi dia sudah lebih mahir mengurus Dylan, meski dia masih mengenakan sarung tangan karet kala memegang ataupun menyentuh milik Dylan. Berada di rumah ini jujur saja, dia merasa jenuh, itu pasti. Harinya hanya dihabiskan untuk mengurus Dylan seorang, tak ada waktu untuk mengurus dirinya sendiri. Tiba-tiba saja dia jadi merindukan suasana di rumah, merindukan sang nenek. Bagaimana kabar wanita itu? Sudah satu minggu ini dia juga belum menyempatkan diri mengunjungi neneknya.
"Aku mau pulang hari ini," ujar Kana pada Dylan suatu pagi. Sontak, itu membuat Dylan syok. Apakah wanita itu akan kabur darinya? Pergi darinya selamanya? Lantas bagaimana dengan hidupnya nanti? Jujur, dengan kedatangan Kana di rumah ini dia merasa hidupnya ada sedikit perubahan, meski tidak kentara. Dia merasa tubuhnya lebih enakan, sedikit.
"Tidak boleh!"
"Kenapa, aku tidak boleh pulang ke rumahku sendiri? Aku juga rindu pada nenekku di rumah sana. Usianya tidak lagi muda, harusnya aku merawatnya tapi malahan sekarang aku merawatmu." Nampak frustasi tergambar jelas pada wajah Kana.
Dia sudah dipaksa menikah dengan Dylan yang seperti, lalu mengasuhnya seperti baby sitter, dikurung di rumah ini, mungkin sebentar lagi dia akan menjadi ODGJ seperti Dylan. Ditekan dia masih bisa menahan, tapi dikurung dalam jangka waktu panjang, mungkin lambat laun nyawanya akan melayang.
"Jika kamu pergi, lalu bagaimana denganku? Siapa yang akan merawatku? Memberikan aku makan? Memandikan aku?" balas Dylan. Pria itu sendiri nampak frustasi sama seperti Kana. Bahkan terlihat lebih frustasi daripada gadis itu.
Kana mengangkat sepasang alis gelapnya menatap lekat Dylan. Celoteh apa yang diucapkan oleh pria itu padanya, untuk menahan dirinya tetap berada di sini?
"Banyak pelayan di rumah ini yang bisa membantumu. Lagipula aku tak akan pergi lama dan akan kembali. Lalu apa masalahmu?" protes Kana. Dia merasa harga dirinya ditelan oleh Dylan, pergi ke rumahnya sendiri saja tidak boleh.
"Aku tidak mau dirawat semua pelayan yang ada di rumah ini. Aku hanya mau dirawat olehmu." Bibir Kana sampai terbuka lebar mendengar itu. Apa yang kurang dari pelayan yang ada di rumah ini? Mereka semua bekerja dengan baik. Tapi kenapa Dylan berkeras menolaknya?
What's the hell! Ucapan Dylan semakin mempertegas jika dirinya hanya dijadikan sebagai pelayan di rumah ini untuknya, terus terang, itu sangat melukai harga dirinya.
Napas Kana saat itu tercekat, dia mencoba menghela napas panjang untuk menstabilkannya. Dengan cara apa lagi dia jelaskan pada Dylan agar mengerti?
"Lalu kamu mau aku bagaimana?" ujar Kana masih mencoba sabar dalam emosinya.
"Aku adalah suamimu. Bukankah sudah seharusnya Seorang istri berada di samping suaminya?" Kana ingin tertawa saja rasanya. Pria itu bicara layaknya orang waras kali ini.
"Aku mau keluar sebentar, sebentar ke rumah nenekku," tekan Kana. Melihat Kana yang berkeras, maka Dylan bisa apa? Selain menuruti gadis itu.
"Jika begitu, bawa aku pergi ke rumahmu." Kana lebih tercengang lagi mendengar permintaan Dylan.