Tubuh Kana jatuh luruh ke lantai. Dia benar-benar tak bisa menahan dengan kejutan beruntun dalam hidupnya. Dylan yang melihat itu menghela napas. Setelahnya ia tertawa kecut. Gadis yang merawatnya belum ada sehari sudah tumbang. Bagaimana dia bisa merawatnya setiap hari nantinya?
"Pelayan!" teriak Dylan keras. Cukup keras untuk didengar dunia.
Beberapa detik setelahnya terdengar suara pintu terbuka. Tiga pelayan masuk. Dua orang pelayan lelaki dan satu orang pelayan wanita. Jika Dylan berteriak, sudah pasti bukan satu pelayan saja yang datang, biasanya tiga atau empat sekaligus pelayan yang datang. Sebenarnya cukup satu pelayan saja yang datang untuk melayani tapi Dylan mintanya cepat, jadi harus lebih dari satu pelayan yang datang.
"Den, ada yang bisa dibantu?"
"Angkat dia, bawa ke tempat tidur." Dylan menatap satu pelayan lelaki saat bicara.
"Baik, Den."
"Bantu aku membersihkan diri." Dylan menatap pelayan lelaki lainnya."
"Baik, Den."
"Kamu sadarkan dia." Dylan memberikan perintah pada pelayanan wanita.
"Baik, Den."
Pelayan pria kemudian membawa tubuh Kana, membaringkan di tempat tidur persis di samping Dylan. Setelahnya pelayan wanita yang turun tangan untuk menyadarkan Kana. Sedangkan pelayan pria kemudian segera melayani Dylan. Satu pelayan membantu Dylan menuntaskan hajatnya yang belum selesai. Satu pelayan lagi kemudian memakaikan baju pria itu.
"Den Dylan ingin tetap berada di kursi roda apa berbaring di kasur?"
"Aku mau tidur saja."
"Baik, Den." Pelayan lalu membaringkan Dylan perlahan, di samping Kana yang masih belum sadarkan diri.
Pelayan wanita masih mencoba menyadarkan Kana dengan berbagai cara. Tepukan lembut di pipi tidak membuat gadis itu bangun. Guncangan di bahu juga tidak menyadarkan Kana.
"Den, permisi, saya minta sedikit parfumnya." Pelayan meminta izin pada Dylan.
"Ya, ambil saja di lemari."
Pelayan itu kemudian menuju ke lemari pakaian Dylan untuk mengambil parfum. Setelahnya dia mengoleskan parfum tersebut di area hidung Kana sembari memijat kepala juga bahu Kana. Barulah gadis itu tersadar.
"Aku ... apa yang terjadi denganku?" tanyanya kala membuka mata.
"Nona pingsan." Barulah Kana ingat apa yang terjadi padanya juga apa yang membuat dirinya sampai pingsan. Dia lantas duduk lalu menjelajahkan pandangan ke sekitar.
Ada tiga orang pelayan di sana yang masih stand by menunggu perintah. Ia menoleh ke samping, ada Dylan di sana yang berbaring di kasur, masih terjaga.
"Tugas kalian sudah selesai, kalian boleh pergi." Tiga pelayan ada di kamar kemudian keluar dari sana meninggalkan Kana dan Dylan saja.
Suasana kembali hening serta canggung kala hanya ada mereka berdua di kamar. Kana baru teringat tadi, dia belum selesai merawat Dylan. Sungguh, tubuhnya kembali meremang kala mengingat apa yang harus dia lakukan. Ia tatap kembali Dylan.
Dia sudah berpakaian lengkap, mungkin pelayan sudah membantunya. Aku beruntung kali ini. Bisa lolos dari tugas ini.
"Kamu tidak lelah? Tidur saja jika kamu ngantuk."
"Ya, Mas." Kana lalu kembali berebah di samping Dylan. Rasanya aneh tidur berdua dengan seorang pria begini. Dia biasa tidur sendiri di rumah dan kini harus seranjang dengan seorang pria.
Kana bahkan tidur miring, memunggungi Dylan. Andai saja Dylan tahu bagaimana jantungnya berdetak hebat kala bersamanya begini. Ia pun memaksa kelopak matanya terpejam meski tidak mengantuk.
Satu jam setelahnya, Kana tiba-tiba berubah posisi telentang dengan mata terpejam tanpa gerakan.
"Apakah dia benar-benar sudah tidur?" Dylan menolehkan kepala ke kanan menatap Kana. Dia perhatikan Kana dari ujung kaki hingga ujung kepala. Gadis di sampingnya itu sempurna, tak ada cacat sama sekali. Dari bentuk alis cantiknya, sampai dagunya yang terbelah, juga postur tubuhnya, sempurna, pas dan proporsional. Ada perasaan bahagia dia mendapatkan istri secantik Kana.
"Tapi, apa dia bisa selamanya bersamaku? Setia padaku? Menerima kondisiku yang minim begini?" Dylan kembali menarik pandangan dari Kana.
***
"Sekarang saatnya makan malam. Panggil Dylan serta menantuku ke sini," ucap Hasan pada Suci.
Hasan dan Suci saat ini mereka berdua ada di ruang makan. Hidangan makan malam sudah tersaji lengkap di meja. Mereka duduk bersisihan. Dua kursi lain di depan mereka kosong. Dylan sendiri biasanya tak mau makan malam bersama mereka. Pria itu lebih memilih makan malam sendiri di kamarnya atau mungkin di ruangan lain. Entah kenapa Dylan seperti itu, tak ada yang tahu.
"Bagaimana jika dia menolak?" bantah Suci. Dia sendiri sering mengajak makan bersama anak sambungnya itu, hanya saja tak pernah berhasil membujuk Dylan.
"Coba dulu saja. Sekarang ini kondisinya kan sudah berbeda dari sebelumnya. Dia sudah menikah dan ada istrinya. Sekarang, mungkin dia menolak. Tapi kalau istrinya mau tetap saja dia akan berangkat, bukan? Bisakah Dylan menolaknya?"
Suci beranjak dari tempat duduk. Ia pun menuju ke kamar Dylan. Dengan sekali dorong pintu itu terbuka. Nampak di kamar, Dylan baru saja pindah ke kursi roda dibantu oleh Kana. Sedangkan Kana duduk di kasur persis di belakang kursi roda Dylan.
"Ibu, ada apa, Bu?" Bukan Dylan yang bicara melainkan Kana.
Kana berdiri karena yang datang adalah ibu mertuanya. Masa ia tetap duduk saat mertuanya datang menemui?
"Ayahmu meminta kalian berdua untuk bergabung di makan malam kali ini. Ayo, ikut Ibu."
"Ya, Ibu." Sesuai dugaan, Kana langsung menurut saja. Tanpa bertanya pada Dylan, ia memegang kursi roda dan bersiap untuk mendorongnya.
"Aku makan di sini saja." Langkah Kana tertahan oleh ucapan Dylan.
Suci tidak terkejut dengan penolakan Dylan. Itu wajar baginya. Hubungannya dengan pria itu juga tidak terlalu dekat selama ini.
"Dylan, ini permintaan ayahmu. Dia bilang kamu dan istrimu harus makan malam kali ini." Tak ada respons dari Dylan. Yang ada malah pria itu menarik pandangan dari Suci.
"Bu, Ibu Lebih baik kembali pada ayah, aku akan bujuk Mas Dylan," tukas Kana.
Suci mengangguk tersenyum lalu keluar dari kamar tersebut kembali ke ruang makan. Dia menyerahkan tugas itu pada menantunya. Sepertinya Kana memang bisa diandalkan.
Kini tinggal Kana berdua dengan Dylan di kamar.
"Mas, tidak enak jika menolak panggilan dari ayah dan ibu untuk makan bersama. Aku tidak tahu sebelumnya hubungan kalian seperti apa. Apakah memang selama ini kamu terbiasa makan sendiri atau bagaimana? Aku kurang tahu. Tapi menurutku kurang tepat jika menolak ajakan dari ayah." Kana mencoba membujuk meski sebenarnya tak ada untungnya juga buat dirinya. Setidaknya ia harus menghormati keluarga barunya di sini.
Dylan tak merespons. Ia menatap tajam ke dalam mata Kana. Entah apa yang dipikirkan saat itu, pada akhirnya dia pun mengangguk.
"Kamu setuju, Mas?"
"Ya." Kana kemudian mendorong kursi roda Dylan menuju ke ruang makan.
Betapa antusiasnya Hasan dan Suci menyambut kedatangan mereka berdua.
"Akhirnya kalian berdua datang juga untuk makan malam bersama kami," kata Hasan dengan senyum terkembang di bibir. Dia tak menyangka sama sekali, kali ini Dylan akan bersedia makan malam bersama.
"Kana, duduk lah." Hasan menambahkan. Dia berpikir jika dirinya tak salah menjodohkan Dylan dengan Kana. Menurutnya Kana yang berpembawaan lembut bisa mengarahkan Dylan. Mungkin dengan lebih bersabar dan seiringl berjalannya waktu menantunya itu akan bisa menyembuhkan putranya ini. Ia mulai menaruh harapan tinggi pada Kana.
"Ya, Ayah." Kana menggeser satu kursi ke sisi lain agar bisa ditempati oleh kursi roda Dylan. Setelahnya dia menarik satu kursi di samping Dylan, duduk di sana.
"Mas, kamu mau makan apa?" Beberapa jam bersama Dylan membuat Kana sedikit terbiasa dengannya.
"Apa saja." Kana tidak tahu apa menu kesukaan Dylan atau pantangannya. Ia mengambil asal, lauk yang menurutnya bagus untuk gizi Dylan.
Kana selesai mengambil seporsi makanan untuk Dylan. Setelahnya ia mengambil seporsi makanan untuk dirinya juga. Namun dia mendahulukan Dylan daripada dirinya.
"Ini, buka mulutmu, Mas." Entah kenapa, Dylan menurut saja dan membuka mulutnya hingga Kana menyuapkan makanan ke sana.
Hasan dan Suci mengamati mereka berdua tanpa sepengetahuan Kana dan Dylan.
"Bagaimana malam pengantin kalian berdua?" lontar Hasan. Kana dan Dylan tak menjawab itu.
"Kana, bisakah kamu segera memberikan kami cucu?"