Eps. 8 Penolakan Dylan

1215 Words
Tentu saja Kana sampai tersedak mendengarnya. Cucu, Hasan bilang? Bagaimana pria itu meminta dengan cepat darinya? Apa dia tidak tahu bagaimana kondisi putranya? Bisakah Dylan menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami? Kana tidak yakin itu. Lagi, meskipun kondisi Dylan memungkinkan, ia belum siap mempunyai anak dengannya. Mungkin melakukan hubungan pun enggan tanpa adanya dasar cinta. "Ayah ... kami baru menikah belum genap sehari, bagaimana bisa cepat punya momongan?" balasnya lembut setelah mengambil segelas air mineral yang ada di meja. Meski jauh dalam lubuk hatinya sana bergejolak. Sebagai anak tunggal, Kana tentu bisa memposisikan diri termasuk menjaga hati lawan bicara. Meski dia sendiri harus menahan perasaannya. Dia sudah terbiasa dengan hal itu. Dari dia masih berusia sekolah dan duduk di bangku SMP, dia sudah ikut sekolah kepribadian. Bisa dibayangkan sendiri bagaimana kepribadian gadis itu. Suci yang duduk di samping Hasan, menginjak kaki pria itu dengan heels-nya. Membuat Hasan beralih menatapnya. "Ada apa?" lirih Hasan. "Kamu sebaiknya jangan bahas masalah anak dulu pada mereka, Sayang. Kamu tahu seperti apa kondisi Dylan sekarang juga seperti apa kondisi Kana saat ini yang menjalani pernikahan ini dengan terpaksa." Suci membalasnya dengan lirih pula agar tak terdengar oleh menantu dan putranya. Hasan bungkam, tak bicara lagi. Dia sering kali menurut pada apa kata Suci. Menurutnya ucapan wanita itu banyak benarnya daripada salahnya. "Ya, benar. Kalian baru menikah sehari ini. Ayah hanya terlalu senang saja dengan pernikahan kalian. Jadi wajar jika aku menginginkan cucu buru-buru. Jadi, Kana, Dylan, Ayah harap kalian berusaha untuk mewujudkan keinginan Ayah." Hasan menatap menantu dan putranya bergantian. Kana hanya mengangguk tanpa bersuara setelah menatap sekilas Dylan. Ia hanya ingin tahu saja bagaimana tanggapan pria itu. Sedangkan Dylan saat ini menatap tajam Hasan. "Apakah Ayah dan Ibu punya keturunan?" Hasan segera menarik pandangan dari Dylan. Jika ditanya hal sensitif begitu, dia tak bisa berkata. Kenapa? pasalnya Hasan sendiri semenjak menikah dengan suci selama sepuluh tahun ini, belum juga dikaruniai seorang anak. Padahal Hasan menginginkannya tapi nyatanya dia tak bisa memaksa. Mau gimana lagi, satu-satunya keturunannya hanyalah Dylan seorang. Pewarisnya Dylan seorang. Makan malam berlanjut. Selama sesi makan, Dylan tak bersuara kembali setelah terakhir kali bicara pada Hasan tadi. Dia hanya mengunyah makan dan bicara pada Kana saja saat isi mulutnya kosong. Kana menaruh piring setelah suapan terakhir dia berikan pada Dylan. Dia sendiri belum makan padahal kedua mertuanya juga sudah selesai makan. "Kana, kamu juga harus makan," ujar Suci. "Baik, Bu." Saat Kana mengambil seporsi makan, Dylan melirik dengan ekor matanya sekilas. Entah apa yang ada di pikirannya saat ini, yang jelas beberapa kali dia menatap Kana tanpa bicara. "Apa ada kesulitan di sini, jika ada tak perlu sungkan, bicarakan saja pada Ayah," ceplos Hasan tiba-tiba. Kana merasa ada kesempatan baginya. Jujur dia merasa kesulitan mengasuh Dylan. Bisa dibilang semacam shock terapi baginya merawat pria itu, terutama jika harus memandikan atau mengurus Dylan buang air kecil. Mungkin di sini suaranya akan didengar jika ia sampaikan. "Mm ... Ayah, jika boleh untuk memandikan Mas Dylan juga urusan ke kamar mandi, bolehkah jika itu diurus oleh pelayan di rumah ini saja? Itu ... aku takut Mas Dylan merasa tidak nyaman saja." Kana bicara dengan sangat hati-hati sekali agar tidak menyinggung siapapun yang ada di sana. Agak rikuh juga sebenarnya berkata demikian, namun bukankah sebaiknya menyampaikan daripada menahannya? Karena ia benar-benar tak sanggup. Hasan kembali menatap Suci. Wanita itu tanpa bersuara hanya mengedipkan mata dengan gerakan kepala mengayun ke bawah pelan. "Ya, Kana jika kamu keberatan biar itu pelayan di rumah ini mengurus. Kamu tetap bisa mengurus makan dan lainnya." "Terima kasih, Ayah." Kana merasa lega sekali mendengar jawaban yang sangat menyejukkan hatinya. Tiba-tiba saja Dylan bersuara setelah diam sejak tadi. "Aku tidak mau dirawat oleh pelayan. Aku hanya mau kamu rawat saja." Jangan lupakan senyum aneh Dylan kala menatap Kana. Sejak siang tadi Kana pikir Dylan kembali normal, nyatanya baru saja pria itu bertingkah tidak wajar seperti pertama kali dia melihatnya. Tawanya itu mengerikan sekaligus menakutkan jika dilihat, mirip dengan orang ODGJ yang sedang berkelakar. Jangan lupakan sorot matanya yang yang tajam melirik ke satu sisi dengan sinis khas ODGJ. Kana meremang mendengar perkataan Dylan. Jika pria itu tampak menakutkan seperti ini dia pun akan takut padanya. Tapi jika sikapnya normal, maka ketakutan itu sedikit sirna. "Kenapa ... Mas, aku takut ... mebuatmu tidak nyaman." Kana berkata dengan tubuh gemetar. Ia juga menarik mundur kursi membuat jarak dengan Dylan. "Aku maunya sama kamu saja. Aku tak mau lagi disentuh oleh mereka." Kana mereguk saliva dengan berat. Napasnya pun tercekat mendengar itu. "Dylan, kamu jangan paksa istrimu untuk melayani dirimu," hardik Hasan setelah melihat menantunya itu ketakutan pada Dylan. "Semua butuh proses dan Kana masih perlu belajar untuk merawatmu. Jadi biarkan pelayan di sini mengajari Kana. Setelah dia bisa, baru akan diurus oleh dia sepenuhnya." Kembali Dylan tertawa nyaring mengerikan. Membuat Kana sampai berkeringat dingin. "Kana, kamu sebaiknya bawa masuk Dylan kembali ke kamar." Bukan Hasan yang bicara, tetapi Suci. Daripada pecah keributan di ruang makan. "Baik, Bu." Dengan tubuh yang masih gemetar, Kana beranjak dari kursi. Ia lalu bergeser ke kursi roda Dylan. Dengan perasaan menahan takut dia mendorong kursi roda itu pelan menuju ke kamar. Gagal sudah permintaannya untuk mengalihkan perawatan Dylan pada pelayan. Tiba di kamar, Kana menepikan kursi roda Dylan merapat ke ranjang. Dia lantas duduk di kasur di lain sisi yang berlawanan dengan Dylan. Posisinya ia memunggungi pria itu. Sengaja. Karena ia tak ingin melakukan kontak dengan Dylan, entah itu hanya sekadar tatapan saja ataupun bicara dengannya. Ia tak mau. Ia masih takut. Tangannya pun kini meremas ujung bajunya dengan resah. Sungguh, rasanya hari di rumah ini terasa panjang sekali bagi Kana. Ia ingin waktu berlalu dengan cepat karena rasanya dia seperti tersiksa berada di rumah Dylan. Kamu tidak tahu alasanku memilih kamu untuk merawatku daripada pelayan di rumah ini. Mungkin jika aku memberitahumu pun, kamu tak akan percaya padaku. Dari sorot matamu aku bisa menilai jika kamu menganggapku sebagai orang gila. Dylan hanya bisa menatap kosong punggung Kana. Meski perkenalannya terbilang sangat singkat sekali dengan gadis itu tapi entah kenapa Dylan menaruh rasa percaya yang tinggi pada Kana daripada pelayan yang ada di rumah. Sebenarnya sudah lama ia ingin bicarakan hal itu dengan Hasan. Tapi sepertinya tak mungkin karena semua pelayan yang ada di rumah urusannya dengan Suci. Pelayan di rumah, Suci yang mencarinya. Tak ada yang tahu saat ini Kana menunduk dalam. Bukan mengheningkan cipta seperti yang dilakukan pada setiap upacara, tapi karena berduka. Sedih dengan kondisinya saat ini. Mau lari pergi tak bisa, mau jalan mendekat pun juga tak bisa. Ayah, ibu ... nenek, tolong aku ... Sejak masuk ke kamar tadi mata Kana berembun. Dan sekarang kumpulan embun di matanya itu sudah meleleh turun membasahi pipi tanpa suara. Betapa malang sekali hidupnya. Hanya terlihat dari belakang punggungnya yang bergetar. Hening sampai satu jam ke depan. Tangis Kana berhenti, dia mengusap air matanya. Sampai beberapa menit lamanya baru dia menegakkan tubuhnya kemudian bergeser ke sisi Dylan. "Aku bantu kamu berebah ke tempat tidur, Mas," ucapnya dengan menunduk. Rambut panjang tergerainya menutupi bagian mata sehingga tidak terlihat mata basah itu. Kana menegakkan tubuh Dylan, lalu membawanya pelan ke ranjang, merebahkannya di sana. setelah itu ia ikut berbaring di samping Dylan. Tanpa suara, Kana memejamkan mata hingga benar-benar tidur, membawa kesedihan. Saat itu Dylan masih terjaga, barulah dia melihat kelopak mata basah Kana. "Kamu habis menangis?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD