Perasaan

489 Words
"Hmm...kebetulan aku baru pindah, Mba. Seminggu ini..." sahutnya dan Kate pun langsung menoleh girang. "Pantes, perasaan mba yang sebelah rumah itu udah dewasa gitu wajahnya dan kayaknya udah kerja gitu..." sahut Kate lagi. Axel hanya menahan senyumnya. "I-iya, Mba..." dia meringis menatap Kate "Emang sebelumnya ngontrak dimana?" Kate terlihat tidak mencurigai pria muda itu sama sekali. "Sebelumnya kost, Mba. Deket Senayan sana..." dia menjawab cepat dengan mengalihkan pandangan matanya ke arah lain, seolah ada yang di tutupi. "Ohh! Jauh sih, kalau dari Senayan ke L-U..." sahut Kate lagi. "Iya, Mba." "Ohh, ya. Nama kamu siapa? Nomer kamu berapa? Nih, ketik deh nomer kamu...." Kate menyodorkan ponsel dengan cepat, pria itu tak menyangka akan mendapat perlakuan sedemikian rupa dari Kate. "Baik, Mba..." dia meraih ponsel dari tangan Kate dan langsung mengetik nomornya lalu mencoba mengetest ke ponsel miliknya tanpa ragu. "Yaudah. Karena kita tetanggaan gandeng rumah, kamu bareng aja sama mba setiap hari, gak pa-pa..." ucap Kate tiba-tiba membuat pria muda itu menoleh dengan sorot mata tak percaya. "Ehmm..." dia menggaruk ragu membuat Kate yang tengah memarkirkan mobilnya di carport tersenyum. "Udah tenang aja. Gak usah ngerasa terbebani. Kebetulan searah aja..." "Ehmm..." pria muda itu tersenyum tak memberi jawaban. Kate menoleh dengan dahi bertaut. "Ehh! Ada mobil parkir di depan rumah kamu. Mobil siapa itu, bagus banget mobilnya?" Tangannya menunjuk ke arah mobil mewah yang terparkir di depan rumah Axel. Pria itu menautkan dahi dan terlihat salah tingkah sejenak. "Ohh, itu. Itu..." dia menjeda kalimatnya sambil berfikir keras memberikan alasan. "Mobil pacar kamu?" Kate menggodanya sambil menyenggol bahu pria muda itu dengan gaya bercanda. "Ehmm! Enggak, Mba. Itu mobil temen aku. Salah satu donaturku, karena aku sering bantuin dia kerjain tugas. Biasanya aku di jemput buat ngerjain tugas dia, Mba..." jawabnya dengan wajah memerah dan mata menatap ke arah lain. Dia seperti memberi kode pada pria yang mengenakan safari lengkap itu. "Ohh! Gitu. Yaudah, kamu temuin dulu, gih. Lagian itu sumber rejeki kamu. Jangan di tolak, apalagi sampai lepas. Bahaya!" Sahutnya dengan polos dan tanpa curiga. "Baik, Mba. Makasih atas tumpangannya, ya?" Sahutnya dengan ramah. "Iya, aman. Besok pagi bareng mba, ya? Besok mba bangunin..." Kate terkesan memaksa karena dia merasa kasihan pada pria yang tengah berjuang menimba ilmu di tengah gempuran kehidupan mewah kampus itu. Terbayang olehnya bagaimana dirinya dulu ketika kuliah dengan bea siswa. "I-iya, Mba...permisi, Mba..." pamitnya dan Kate langsung mengangguk. "Semangat!" Kate mengepalkan tangan ke arah pria muda itu, membuatnya terhenyak menatap ke arah Kate. Sejenak ada banyak keraguan dari sorot mata pria itu, tapi entah apa yang membuatnya ragu. Kate mengabaikan instingnya dan dia langsung masuk ke dalam rumah. Menaruh barang-barang kerjaan yang belum sempat dia kerjakan di kantor. Dia tampak disibukkan dengan pekerjaannya yang belum selesai, meski waktu terus berlalu. Sampai akhirnya dia menggumam tiba-tiba. "Kira-kira, anak tadi kerja sampingannya apa, ya? Bukan gig0lo, kan?" Gumamnya sambil menggelengkan kepala cepat menepis apa yang mengganggu pikirannya mengingat betapa sempurnanya sosok pria muda yang tadi bersamanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD