Keputusan Maura

1386 Words
Kini Dimas, Andin, Maudy, dan Mutia berada di ruang rawat Maura, wanita itu masih tampak berbaring di atas ranjang tanpa dapat melakukan apa-apa karena merasakan sakit di area perut. Sebagai keluarga mereka berusaha menyemangati Maura untuk segera sembuh agar secepatnya bisa pulang ke rumah dan bertemu dengan bayinya. Namun, Maura seperti tidak memiliki semangat karena hingga detik ini yang ia pikirkan adalah keberadaan Ferdy. Entah di mana pria itu saat ia membutuhkannya. "Bunda, Mama Vania sudah tau belum ya di mana Mas Ferdy sekarang?" tanya Maura yang coba mencari tau karena Vania sempat berpamitan dengannya ketika hendak pergi mencari putranya. Raut kecewa dan sedih seketika terlihat di wajah Andin saat mendengar pertanyaan itu. Ia merasa tak suka sang putri menanyakan keberadaan Ferdy yang mungkin sedang bersama selingkuhannya saat ini. "Ra, sudah ya kamu jangan pikirin di mana Ferdy sekarang, yang penting kamu fokus sehat dulu biar bisa ketemu sama Raka secepatnya. Bukannya kamu pengen peluk anakmu dan melihat wajahnya mirip siapa?" Andin coba membujuk putrinya agar tidak terus memikirkan tentang Ferdy. "Tapi Bun, aku mau tau di mana Mas Ferdy sekarang karena aku mau minta dia buat foto Raka yang ada di ruang NICU supaya bisa mengobati rinduku. Siapa tau setelah lihat foto Raka aku langsung sembuh," jawab Maura menjelaskan keinginannya dan begitu berharap bisa melihat wajah bayinya sesegera mungkin karena untuk saat ini hanya orang tau pasien yang diperbolehkan pihak rumah sakit bertemu dengan Raka. Merasa sang ibu tidak mengetahui keberadaan suaminya, Maura pun menatap Maudy dan Mutia secara bergantian yang sejak tadi duduk di kursi samping ranjang. "Tia, Mody, kalian kan tadi diminta Bunda buat cari Mas Ferdy di masjid, ketemu nggak?" tanyanya dengan sorot mata yang menunjukkan rasa lelah. Maura lelah mencari keberadaan sosok suami yang seharusnya ada di sampingnya saat ini. "Nggak ada Ra, sudah ya kamu nggak perlu cari dia lagi. Tunggu aja, kalau dia memang peduli sama kamu pasti dia akan datang kok," ucap Maudy, kakak Maura yang usianya 3 tahun lebih tua. "Iya kak, mending kamu fokus sembuh dan nggak usah cari orang yang nggak ada di sini, yang penting kan kita semua selalu ada untuk kamu kapanpun dan di mana pun kamu butuhin kita!" timpal Mutia, adik dari Maura yang usianya hanya selisih 2 tahun. Tentu saja Maura semakin bingung karena semua orang memintanya untuk tidak perlu mencari keberadaan Ferdy, karena ia tidak tahu apa yang sudah mereka rundingkan tentang masalahnya dengan Ferdy tanpa sepengetahuannya. "Bunda, sebenarnya ada apa sih ini? Kenapa Bunda, Mody, dan Tia minta aku untuk diam dan nggak perlu cari Mas Ferdy? Apa ada sesuatu yang nggak aku tau?" tanya Maura dengan kedua alis yang saling bertaut, ia seolah dapat merasakan jika ada sesuatu yang mereka rahasiakan darinya. Maura merasa perlu tahu tentang apa yang terjadi karena tidak ingin jika orang tuanya melakukan sesuatu tanpa sepengetahuannya, terlebih semua berubah setelah Maura menceritakan tentang perselingkuhan Ferdy dengan figurannya pada sang ibu. Andin pun memilih duduk di tepi ranjang dan menggenggam tangan Maura erat-erat sebelum mengatakan hal yang sebenarnya. "Ra, setelah Bunda mengetahui permalasahan kamu dengan Ferdy, Bunda ajak ayah, kakakmu, adikmu, dan mertuamu untuk berunding. Bunda minta Bu Vania untuk mencari Ferdy supaya datang ke sini dan berkata jujur pada kita semua tentang perselingkuhannya dengan salah satu anak figurannya, lalu Bunda akan minta dia untuk mengembalikan kamu kepada ayah dan Bunda karena kita masih sangat mampu untuk menghidupimu dan membahagiakan kamu. Bunda nggak ikhlas kalau anak Bunda disakiti oleh orang lain, terlebih orang itu adalah suamimu sendiri, laki-laki yang kita percaya kalau dia akan mencintaimu dengan sepenuh hati dan akan membahagiakanmu lahir batin, tapi nyatanya dia malah mengecewakan kepercayaan yang ayah dan Bunda titipkan." Mendengar hal itu Maura tak mampu menyimpan keterkejutan sekaligus rasa kecewanya atas keputusan yang orang tuanya buat tanpa mempedulikan dirinya dan juga keberadaan Raka, bayi yang semalam baru saja lahir ke dunia. "Aku nggak mau cerai sama Mas Ferdy, Bun!" jawab Maura dengan lantang dan kedua matanya tampak berkaca-kaca. "Apa? Kamu nggak mau bercerai sama Ferdy walau dia sudah selingkuh dengan wanita lain dan menduakanmu?" tanya Andin dengan raut wajah yang menampilkan ketidakpercayaan akan jawaban putrinya. "Bun, di sini ada Raka yang butuh ayahnya. Aku nggak bisa seegois itu berpisah sama Mas Ferdy tanpa memikirkan Raka sekalipun dia sudah terbukti selingkuh. Bukan itu yang akan aku lakukan saat ini, Bun, tapi aku akan menemui wanita itu dan memintanya untuk meninggalkan suamiku. Lalu aku akan meminta Mas Ferdy untuk berhenti selingkuh dan berubah karena aku tau dia pun nggak mungkin mau kita bercerai karena ada Raka di antara kita!" jawab Maura dengan penuh keyakinan hingga air menetes perlahan demi perlahan dari kedua sudut matanya. "Ra, kamu pikir semudah itu merubah kepribadian seseorang? Kamu tau kan, Ra, kalau papanya Ferdy itu seperti apa? Dia sangat sering selingkuhi istrinya, kamu pikir dia memikirkan anak-anaknya bagaimana dan masa depan mereka seperti apa? Nggak, Ra! Dia bahkan meneruskan kelakuan buruknya sampai sekarang punya banyak istri. Sekarang Ferdy sudah ketahuan selingkuh, tapi kamu masih mau mempertahankannya? Apa kamu yakin dia akan berhenti begitu aja? Gimana kalau dia semakin menggila dan selingkuh dengan banyak wanita di luar sana? Kamu bisa apa untuk mencegah laki-laki yang memang memiliki sifat tidak puas dengan satu wanita karena sifat itu diturunkan oleh papanya?" Andin coba menyadarkan Maura yang begitu mencintai Ferdy agar mata hatinya terbuka dan tak lagi berharap untuk mempertahankan pernikahan yang sudah ternoda karena kehadiran orang ketiga. "Bun, Mas Ferdy itu bukan papanya. Aku yakin dia nggak akan mengikuti kesalahan yang papanya lakukan karena dia sendiri pun sangat membencinya. Aku mau kasih Mas Ferdy satu kesempatan karena Raka butuh ayahnya, Bun, tolong pikirkan Raka dan masa depannya kalau sampai dia tumbuh kembang tanpa didampingi seorang ayah. Tolong kasih aku kesempatan juga Bun, untuk merubah Mas Ferdy supaya dia memperbaiki kesalahannya dan setia sama aku!" pinta Maura dengan bercucuran air mata, membuat semuanya terdiam saat Maura dan Andin saling beradu argumen. Tak hanya Maura yang meneteskan air mata, begitupun dengan Andin yang tidak rela jika putrinya memilih untuk mempertahankan pernikahannya dengan Ferdy yang sudah jelas-jelas mengkhianati Maura. Dimas pun kini melangkah maju untuk mendekati istrinya, lalu ia menggenggam tangan Andin dan menangkup wajah wanita itu dengan sebelah tangan. "Bun, apa yang Maura katakan benar. Tidak ada salahnya kalau Maura masih mau memberikan satu kesempatan buat Ferdy, dan apa yang dia katakan juga benar kalau cucu kita yang baru lahir memang membutuhkan figur seorang ayah. Kita sebagai orang tua hanya perlu mendoakan yang terbaik untuk pernikahan mereka. Ayah akan bicara dengan Ferdy tentang masalah ini, dan kita harus tetap dukung Maura yang sudah membuat keputusan. Ayah yakin Maura sudah memikirkan semuanya sebelum memutuskan menceritakan masalahnya pada kita. Semoga aja Ferdy mau berubah dan benar-benar bisa setia pada Maura agar anak cucu kita hidup bahagia. Sekarang Bunda tolong tenang ya, jangan biarkan amarah dan rasa sakit hati menguasai pikiranmu. Bunda juga harus tau bukan cuma Bunda yang sakit hati dan marah begitu tau Maura dikhianati oleh suaminya, Ayah dan anak-anak pun merasakan hal yang sama. Tapi kita tidak bisa memaksa Maura untuk mengikuti keputusan Bunda karena Maura sudah membuat keputusannya sendiri dan dia tau apa yang terbaik menurutnya." Mendengar semua yang suaminya katakan membuat tangisan Andin pecah dan menghamburkan kesedihannya dalam pelukan Dimas. Sementara Mutia dan Maudy langsung memeluk Maura yang terlihat rapuh karena harus mematahkan harapan sang ibu yang menginginkannya berpisah dengan Ferdy, namun Maura masih berlapang d**a mau memberikan satu kesempatan untuk Ferdy demi buah hatinya. "Ra, apa kamu yakin dengan keputusanmu?" tanya Maudy berbisik di telinga sang adik. "Aku yakin, Mody. Tolong kamu dukung aku ya supaya aku bisa merubah Mas Ferdy," jawab Maura dengan lirih seraya memohon. "Kak, kalaupun kamu berpisah sama Mas Ferdy aku yakin Raka nggak akan merasa kekurangan kasih sayang karena aku, Kak Maudy, ayah, bunda, dan yang lain akan menyayanginya dengan tulus. Tolong pikirkan baik-baik, berpisahlah kalau memang bertahan terasa menyakitkan," ucap Mutia yang tidak ingin jika kakaknya semakin terluka. "Tia, kamu nggak akan ngerti apa yang kakak rasain. Kakak yang lebih paham tentang apa yang Raka butuhkan. Kakak masih sanggup untuk menjalani pernikahan ini demi kebahagiaan anak kakak yang baru aja lahir ke dunia. Kakak nggak mau merampas kebahagiaan yang seharusnya dia rasakan sebagai seorang anak. Tolong dukung dan kuatkan kakak menghadapai semua ini ya," pinta Maura pada sang adik, lalu ia memeluk tubuh Maudy dan Mutia erat-erat untuk meluapkan rasa sesak di d**a.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD