Berangkat ke Jakarta

1039 Words
Pagi ini, aku berangkat meninggalkan sanak saudara, kedua adikku dan tanah kelahiran tercinta. Menanggung asa tak ada ragu. Mencoba berenang ke lautan lepas yang luas nan dalam. Menerjang jalan walau curam dan bahaya. Bersikeras mengubah hidup.Saat hari itu tiba, hari ketika aku berusaha menggerakkan lidahku yang kaku untuk meminta izin dan restu dari Nenek ku yang telah merawat semenjak Bunda tenggelam di dermaga Jangari dan ayah pergi bersama dengan Pelakor itu walaupun asa terasa berat hati tak menentu tapi aku harus berubah mengubah takdir kehidupan ku dan mengangkat derajat Nenek serta kedua adikku. Berusaha membuat seribu alasan dan keyakinan yang di berikan Nenek kepada ku demi mendapatkan satu kata penuh arti dan tanggung jawab. Satu kata ' Ya'. Aku mau melanjutkan kuliah dari bibir ku. Karna kata Nenek. Itulah yang akan menentukan bagaimana kelanjutan dari hidupku yang penuh mimpi dan bermodalkan nekat ini. Namaku Mentari yaa... Orang orang memanggil ku dengan sebutan tari. Perempuan berumur 18 tahun yang masih ingusan dan nekat ingin mencoba tanah rantau di seberang selat sana. Tahun ini aku lulus dari sekolah favorit di tanah yang di sebut dengan kota santri. Atau pun kota TAUCO. Lulus dengan nilai cukup memuaskan dan menjadi yang terbaik, membuatku sedikit bangga dan percaya diri melangkah ke jenjang selanjutnya di luar zona nyamanku. Berharap mendapatkan pengalaman baru di tanah baru. yaitu kota besar dan orang orang menyebutnya sebagai ibukota negara Indonesia. “Mang irsyad, maksud. Aku datang kemari ingin meminta izin dan doa restu. Mentari ingin merantau dan melanjutkan sekolah di kota Jakarta. Insyaallah. Aku lulus di seleksi bersama untuk kuliah di salah satu perguruan tinggi dan mendapatkan beasiswa. Dan atas perintah dari Nenek untuk mengunjungi Mamang dulu. Itupun kalau Mang Irsyad dan Bi leni izinkan. Kata Mentari sebelum keberangkatan nya. “Harus di Jakarta, Nak? Apakah Tidak terlalu jauh?? Kau ini baru lulus aliyah.' Jawab BI Leni walaupun sudah mengetahui dari Nenek nya. "Mentari juga ngerti Bibi! balas nya bimbang karna takut nya bibi dan mamang nya tidak mengijinkan. Merantau bukanlah hal mudah. Terlebih lagi kerasnya hidup di kota Besar belum tentu dapat kau tangani dengan umurmu yang masih tergolong muda. Kau mau tinggal di mana?'' kata Bi Leni memberi nasehat. Bibi menatapku dalam-dalam. "Bibi percaya sama mentari. untuk tinggal aku bersama yang lainnya di asrama kampus" jawabku untuk meyakinkan bi Leni. “Aduh, Bibi khawatir, Tari. "Balas BI Leni beranjak ke kamarnya, meninggalkanku dengan Mang Irsyad di ruang tamu. Dari nada bibi bicara, sudah tampak jelas bahwa ia berat menyetujui keinginan ku. Aku tahu, umurku memang belum bulat di kepala dua untuk membuat Bibi sedikit lebih tenang melepaskan ku . Tapi Nenek dengan yakin menyuruh ku untuk melepaskan sayap nya agar terbang jauh. Apa boleh buat? Aku merasa sedikit semangat saat. Mang Irsyad menjawab dengan jawaban yang membuat hatiku lebih tegar dan bersemangat. “Nak, benar kata Bibi mu. Merantau bukan lah hal gampang. Ini serius. Semua yang akan kau lakukan di sana sangat berpengaruh untuk kehidupanmu seterusnya. Mamang tak melarang kau untuk merantau. Merantau lah sejauh yang kau inginkan, bahkan sekalipun harus berpindah negara. Kau ingat mamang pernah mengajarimu dan kepada adikmu langit. Tentang perintah Rasulullah SAW. kepada umatnya? Kejarlah mimpi walau harus ke negeri Cina. Kata Mang Irsyad memberi petuah dan nasehat yang bijak kepada keponakan nya. “Iya, Amang. Mentari selalu ingat apa yang Mang Irsyad katakan. " Jawab Gadis cantik dengan senyum manis nya. “Kapan mau berangkat?” Tanya Lelaki usia 35 tahun itu. “Hari ini jam satu siang mang. Kata mentari tujuan maksud datang meminta ijin dan doa dari mang Irsyad dan bi Leni nya. “Baiklah. Bibi mu biar mamang saja yang bujuk. Bibi mu hanya khawatir padamu. kamu itu yang kemarin masih ingusan sekarang sudah meminta izin untuk merantau,” kata mamang sambil tertawa. Aku hanya bisa ikut tersenyum. Melihat Bibi yang langsung masuk ke kamar setelah berbicara dengan nada sangat panik dan kebenaran cerita Nenek beberapa menit lalu. *** “Bibi , Mamang , Mentari pamit.” Kataku sambil menyalami kedua tangan orang tua yang membiayai aku dan kedua adikku serta Nenek. “Hati-hati, Nak. Jangan pantang menyerah. Selalu kembalikan masalahmu untuk terus bersandar dan dekat dengan Allah Swt. Ingat, sesusah atau sesenang apa pun dirimu jangan pernah kau berani jauh dari Allah.” Bibi berkata sambil terisak. “Jangan malu meminta tolong kepada sesama, tapi berusahalah untuk tidak bergantung pada orang lain apalagi sampai merepotkan mereka. Jangan pernah berhenti untuk menolong sesama, karena akan ada masanya kita membutuhkan pertolongan dari orang lain. Bersedekah jangan lupa. Salat dan puasa mu dijaga, Tari.” Kali ini, Mamang yang berbicara. “Iya, Mamang." Mentari akan selalu mengingatnya. Doakan selalu mentari ya Mang dan bibi'' kata mentari Sambil Terisak dalam tangisnya. "Aku kembali kerumah Nenek ku setelah meminta ijin dari Bibi dan mamang Irsyad. "Nek....! Mentari berangkat ya'' kata mentari seraya mencium tangan dan memeluk Nenek yang sudah merawat aku selama tiga tahun lama nya. Lalu aku beralih kepada kedua adikku'' sama halnya apa yang di ucapkan pada Nenek “Pasti. Insyaallah,” jawab keduanya hampir bersamaan. Kupeluk kedua adikku, Langit dan Embun. “Hati-hati, Kak, kalau sudah lulus jangan lupa pulang kampung.” Langit berkata. “Insyaallah, Lang,” Jawabku. Embun tak berkata apa-apa. Dia hanya menangis di balik punggung Langit “Kakak berangkat ya, Doakan Kakak.” Keduanya mengangguk. "30 menit kemudian aku Sampai di terminal. Aku di antar oleh tetangga Nenek memakai sepeda motor. "Mentari kamu hati hati di sana ya tari?" saya tau betapa kerasnya hidup di sana. Untuk kedua adikmu dan Nenek kau tidak usah menghawatirkan. Ingat pesan Nenek' jangan pernah kau melupakan pesan nya. Nasehat Mang Kasim tetangga Nenek yang sangat baik dan suka menolong. "Baik Paman,' doa kan mentari ya dan titip kedua adik adik dan Nenek'' kata mentari. "Paman Kasim mengangguk dan berkata. Kamu cepetan naik bus nya. Bentar lagi bus nya berangkat. Ucap paman. "Iya...! Mentari berangkat dulu ya paman titip mereka bertiga?" Sambil ku cium tangan Paman Kasim. "Jam di tangan kiri ku sudah menunjukkan pukul 12:30 ku langkah kan kaki menuju bus yang akan membawaku pergi ke kota besar yaitu Jakarta. Setelah duduk di kursi penumpang kulihat Paman Kasim masih menunggu keberangkatan ku. Bus mulai berjalan meninggalkan terminal. "Akhirnya Jakarta aku datang kutunggu kau apa yang ada di sana.! "Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD