"MAMA KAK RAKA JAMBAK-JAMBAK RAMBUT ADEK!!!"
Raka cekikikan dan langsung berlari menuju sofa, mengambil tempat disebelah Barga. Laki-laki ini memang kerap kali menjahili adik kembarnya itu, soalnya seru gitu katanya, kalo jahilin Aksa pasti ada reaksinya, nggak kayak Barga yang kalo dijahilin pasti cuma mengangkat sebelah alis doang, terus bilang gini.
"Lo kira lucu?"
Tuhkan.
Raka yang ditanya seperti itu oleh Barga hanya bisa cengengesan seraya mengangkat dua jarinya tanda perdamaian. Melihat Barga kembali sibuk dengan ponselnya, membuat Raka kembali bangkit mendekati Aksa yang juga asik chatting entah dengan siapa.
Dengan gerakan cepat, Raka merebut ponsel itu, dan membaca setiap kata yang baru saja Aksa kirimkan kepada Riska, si sekretaris OSIS.
"Ka, besok Nabila suruh serahin laporannya kegue─WIH APA-APAAN NIH! MAU MODUS LO SAMA NABILA?!" padahal kalimat itu belum selesai Raka baca, tapi dia langsung mengerti maksud dan tujuan adiknya mengirim pesan.
Apa lagi kalo bukan karna Nabila.
Pasti Aksa lagi cari cara biar bisa berduaan sama Nabila.
Raka tidak akan membiarkannya.
"Selangkah lebih dekat!" ujar Aksa bangga, dia sampai mengepalkan tangannya lalu memukul-mukul dadanya sendiri dengan raut sombong.
"Ngimpi lo!" sembur Raka kesal. "Lagian, mana bisa lo deketin Nana. Dia kan sekelas sama gue, yang ada juga dia bakal deketnya sama gue." Raka menaik-turunkan kedua alisnya.
"Lo lupa kalo gue ketua OSIS?" tanya Aksa tak mau kalah.
Raka berkacak pinggang, menatap adik kembarnya dengan pandangan menilai. "Emang dengan kekuasaan, lo bisa buat Nana jatuh cinta? Ya enggak lah! Dimana-mana, perempuan itu mudah nyaman sama laki-laki yang selalu ada buat dia. Kayak gue dong! Udah sekelas, duduk depanan! Huh. Iri nggak lo?"
"MAMA! KAKAKNYA LOH IH JAHAT BANGET!!!"
"Kenapa sih kalian ini ribut-ribut?" Daniel keluar dari kamar sambil menguap, acara tidurnya yang baru satu jam itu harus terganggu karena mendengar suara teriakan anak terakhirnya yang begitu membahana, hingga dia takut akan terjadi gempa bumi hanya karena teriakannya.
Sera juga baru datang dari dapur, dia tidak berkata apa-apa, sudah paham betul bagaimana sifat ketiga anak kembarnya. Dia hanya meletakkan tiga s**u cokelat yang baru saja dia buat untuk ketiganya. Hal rutin yang tidak pernah mau dia hilangkan, baik Barga, Raka maupun Aksa harus tetap minum s**u walaupun mereka sudah tua sekalipun.
Raka menghentikan aksi tawanya, lalu menyambar salah satu gelas, menghabiskan s**u itu dalam berapa kali tegukan. Seolah s**u cokelat itu adalah energinya, Raka kembali buka suara ketika energinya terisi penuh, untuk memancing kemarahan Aksa lagi.
"Nana itu suka cowok ganteng, gue kan ganteng nih, tinggal tunggu tanggal aja ntar juga gue jadian sama dia," kata Raka memanas-manasi.
Aksa mendelik tajam, tangannya terulur untuk mengambil s**u cokelat miliknya. "Mana mau Nabil sama playboy kayak lo!"
"Playboy juga manusia," sahut sang Papa enteng.
Raka nyengir lebar, menyadari bahwa kehadiran Daniel memberikan satu poin khusus untuknya. "Iya kan, Pa? Papa aja dulu playboy, tapi tetep bisa dapetin Mama."
Daniel tertawa, "iya dek, kamu hati-hati sama pesona playboy. Bisa-bisa inceran kamu itu beneran jatuh sama pesonanya Kakak."
"Jangan dengerin, dek!" Sera tiba-tiba berseru, "Mama juga mau sama Papa karna khilaf! Mama yakin, Nabila nggak bakal khilaf sama playboy kayak Kakak!" lanjutnya galak.
"Mama kok malah belain adek sih!" seru Raka kesal.
Aksa tertawa keras. "Mampus lo! Ganteng doang juga nggak cukup buat bikin Nabila bahagia. Mending lo banyak-banyakin minum s**u nih biar tinggi kayak gue." Aksa menyodorkan s**u cokelatnya yang belum diminum kearah Raka. "Apa mau tambah punya gue nih? Rela deh gue, biar Kakak gue ini makin tinggi."
"Bodo amat! Dari pada lo, jadi ketua OSIS, tapi aslinya mah kayak bocah!"
"Lah lo, artis endorse aja bangga!"
"Yee! Yang penting gue cari duit sendiri, nggak minta sama Papa!"
"Halah! Nggak minta dari mana, buat bensin mobil aja lo masih ngejer-ngejer Papa buat diisin!"
"Adek s****n!"
"Kakak ngeselin!"
BUGH!
BUGH!
"ABANG k*****t!!!" teriak keduanya bersamaan.
Barga menoleh sebentar kearah Raka dan Aksa, lalu menatap dua bantal sofa yang sekarang tergeletak di lantai. "Kena ya?" tanyanya dengan suara datar. Padahal tadi, dia cuma asal ngelempar, tapi ternyata pas juga kena kepala kedua adiknya.
"Bodo amat, bukan Abang gue!" ucap keduanya lagi.
Barga tersenyum geli, lalu kembali sibuk dengan ponselnya, mengscroll akun i********: Lalisa, teman sekelas Raka yang merupakan teman sebangku Nabila.
Aksa tiba-tiba teringat sesuatu, dia lantas beranjak menaruh susunya diatas meja lalu mengambil s**u cokelat milik Barga, dia duduk disebelah laki-laki itu.
"Minum, Bang."
Barga langsung menerima s**u cokelat itu, meminumnya pelan dengan mata yang masih fokus pada setiap foto yang muncul di akun Lalisa.
"Tadi, lo bantuin Nabil lagi ya, Bang?"
Barga langsung tersedak mendengar pertanyaan itu, Aksa yang refleks segera menepuk-nepuk punggung Abangnya. Tadi sore, ketika dia sampai di parkiran, dia sempat melihat Barga yang sudah melesat dengan motornya, lalu tidak jauh darinya ada Raka dan Zinde, gadis yang Aksa tau adalah pembully Nabila.
Mendengar bisik-bisik dari siswi yang ada disana sih, katanya Barga yang bantuin Nabila dari Zinde. Barga memang sudah sering melakukan itu, dari awal Aksa menjadi ketua OSIS. Dia kerap kali mendengar nama Barga dibawa-bawa, setiap anggotanya memberikan laporan tentang kejahatan yang dilakukan oleh Zinde. Dan isi laporan tersebut selalu mengatakan bahwa.
Barga membantu Nabila.
Sadar atau tidak, Aksa pernah memastikan sendiri waktu itu, dia berdiri jauh melihat perlakuan Zinde terhadap Nabila, tapi yang menjadi fokusnya bukanlah kedua wanita itu. Tapi laki-laki yang berada tidak jauh darinya, saudara kembar pertamanya, yang juga hanya berdiri─menonton tindakan Zinde. Namun Aksa langsung terkejut ketika melihat Barga begerak ketika Zinde sudah melakukan kontak fisik kepada Nabila, laki-laki itu mendekat dan menyuruh Nabila pergi dari sana.
Tapi, setiap kali Aksa bertanya, pasti jawaban Barga selalu sama.
"Gue cuma bantuin cewek yang disukain sama dua adek gue. Emang salah?"
Daniel yang sedari tadi menyimak ikut angkat bicara, "Nabila dibully lagi?"
Nama Nabila memang sudah tidak asing di keluarga Bagaskara, walaupun Daniel dan Sera belum pernah melihat wajah gadis yang disukai kedua putranya itu, tapi mereka selalu mendengar ceritanya seperti sekarang ini.
Raka mengangguk, "tadi waktu Kakak sampai parkiran, rambut Zinde udah basah, kayaknya Barga yang nyiram."
"Kamu siram dia, Bang?" tanya Sera pelan. Walaupun Zinde itu jahat, tapi Sera tidak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk menyakiti perempuan. Raka sih sering sebenernya nyakitin hati banyak perempuan, tapi kalo secara fisik, belum ada yang pernah.
Barga mengangguk singkat, "Barga cuma tiru perlakuan dia, Ma," belanya.
Aksa menatap Barga dengan mata berbinar, "makasih ya, Bang. Udah bantuin masa depannya Adek."
"Nana itu masa depan gue!" sahut Raka sewot.
"Udah-udah," lerai Daniel. "Kalo kalian memang suka sama perempuan yang sama, perjuangin dia pakai cara sehat. Walaupun kalian saudara, kalian nggak boleh berantem kalo dia udah nentuin pilihan dari salah satu diantara kalian."
Fokus Daniel beralih kearah Barga yang kebetulan juga sedang menatap ke arahnya, "Abang nggak ikut bersaing? Bener, cuma Kakak sama Adek doang yang mau ngerebutin Nabila?" tanyanya jahil.
"Abang suka sama Lalisa deh kayaknya! Soalnya tadi Kakak lihat, dia lagi scroll instagramnya temen sekelas Kakak itu," kata Raka tiba-tiba sambil tertawa-tawa, merasa bangga karena sudah menangkap basah Abangnya.
"Gue lihat foto Nabila, bukan foto Lalisa."
Semua orang disana langsung hening setelah mendengar jawaban Barga barusan. Raka yang lebih dulu tersadar, bahwa postingan i********: Lalisa memang rata-rata bersama Nabila, langsung berseru heboh.
"LO SUKA SAMA NANA JUGA?!" tanyanya tak percaya.
Barga tersenyum geli. "Bercanda," jawabnya singkat.
"Nggak percaya gue!" tungkas Aksa cepat, "Semalem gue nyuruh Yonda beli bunga buat gue kasihin ke Nabil. Dan gue yakin banget dia minta tolong sama lo buat beliin, soalnya kan lo deket banget tuh sama si Nilam─anak penjual bunga di perempatan perumahan─jadi, itu anak pasti ngasih diskon buat lo, iya kan?" Aksa menatap Barga penuh kecurigaan.
"Terus waktu gue ketemu Nabil, dia ternyata udah bawa satu tangkai mawar merah yang sama kayak bucket gue. Lo nyabut satu ya sebelum dikasihin ke Yonda? Terus cabutannya lo kasih ke Nabil? Iya kan?! Ngaku nggak lo Bang!"
Barga beranjak berdiri, matanya menatap lurus kearah Aksa dengan sorot geli.
"Bukan gue."
Setelah mengatakan itu, Barga segera melangkah menuju kamarnya, menyisakan keheningan dari kedua adik serta Mamanya. Tapi tidak dengan Daniel yang malah tersenyum menatap punggung Barga menghilang di balik pintu.
Daniel tahu, Barga baru saja berbohong.