bc

GADIS SEKSI MILIK MAFIA HYPER

book_age18+
801
FOLLOW
5.4K
READ
dark
contract marriage
family
HE
forced
friends to lovers
arranged marriage
playboy
badboy
mafia
gangster
heir/heiress
drama
bxg
city
cruel
musclebear
like
intro-logo
Blurb

Warning 21++!! area mengandung unsur dewasa🔞

Caroline Ines Morales, gadis cantik yang penuh kelembutan, mendadak harus menanggung beban berat saat ayah angkatnya memaksanya menggantikan putri kandungnya menikah demi menebus hutang keluarga. Tanpa pernah dibayangkan, ia justru dipasangkan dengan Alessandro Marco Romano, mafia paling berbahaya di Italia—pria dingin yang selama ini dikira gay karena tak pernah terlihat dekat dengan wanita.

Alessandro menyimpan luka masa lalu: sebuah kecelakaan tragis setelah memergoki kekasihnya berselingkuh membuatnya impoten dan membenci semua perempuan. Namun, saat Caroline hadir sebagai “umpan” untuk membawanya kembali ke jalannya, sesuatu yang tak terduga terjadi—Alessandro kembali menemukan kejantanannya. Sejak itu, ia berubah menjadi pria yang posesif, penuh gairah, dan berbahaya, memperlihatkan sisi tersembunyi yang tak pernah dilihat siapa pun.

Pertanyaannya, mampukah Caroline bertahan di pelukan mafia kejam yang kini terobsesi padanya? Ataukah justru ia perlahan jatuh cinta pada pria yang seharusnya ia takuti?

chap-preview
Free preview
1.Dijual dengan Mafia
Caroline baru saja memarkirkan mobilnya di depan rumah. Dari kaca depan, ia melihat jendela yang terbuka lebar, kursi terbalik di teras, dan suara kaca pecah terdengar samar. Jantungnya berdegup keras. Ia segera turun dan berlari masuk. “Papa! Mama!” serunya panik. Nafasnya memburu, langkahnya terburu-buru melewati ruang tamu yang sudah berantakan. Saat memasuki ruang makan, pandangannya tertumbuk pada sesuatu yang aneh. Di kolong meja, ia melihat Martin, Rubby, dan Jessica bersembunyi dengan wajah pucat. Caroline membeku sesaat. “Apa yang kalian lakukan di bawah sana? Ada apa sebenarnya?” suaranya gemetar. Martin merangkak keluar perlahan, wajahnya dipenuhi peluh. Ia menunduk, lalu menggenggam tangan Caroline. “Caroline… Papa mohon. Papa punya banyak hutang. Satu-satunya cara menyelamatkan keluarga ini… kamu harus menggantikan Rubby menikah dengan Tuan Romano.” Caroline menatap ayah angkatnya tak percaya. “Apa?! Hutang? Sejak kapan, Papa? Aku tidak pernah mendengar kita punya hutang sebesar itu! Selama ini kita memang hidup pas-pasan, tapi aku juga kerja di bar buat membantu keuangan keluarga. Kenapa kalian menyembunyikan ini dariku?” Rubby keluar dari kolong meja, wajahnya basah oleh air mata. Ia langsung memeluk Caroline sambil menangis tersedu. “Aku nggak sanggup, Caroline… aku nggak mau menikah dengan Tuan Romano. Dia sudah tua! Aku masih ingin kuliah… aku masih ingin hidupku normal. Tolong gantikan aku, hanya kamu yang bisa.” Caroline mendorong pelukan kakaknya, matanya bergetar penuh luka. “Kenapa harus aku? Aku juga kuliah, Rubby! Aku juga punya mimpi, aku juga punya orang yang kucintai! Kenapa nasibku tidak pernah kalian pikirkan?” Jessica maju selangkah, menatap Caroline dengan tajam. “Caroline, berhentilah egois! Kakakmu Rubby punya masa depan cerah. Dia punya tunangan, Alarik. Dia harus melanjutkan kuliahnya. Kau harus mengalah. Ingat, kau seharusnya bersyukur sudah dibesarkan di keluarga ini. Menikah dengan Tuan Romano adalah balas budimu pada Papa dan Mama.” Caroline tersentak, bibirnya bergetar. “Balas budi? Jadi… maksud kalian… aku bukan anak kandung kalian?” Martin menghela napas berat, sementara Jessica menunduk. Rubby menggenggam lengan Caroline erat-erat, air matanya jatuh semakin deras. “Ya… kau bukan anak kandung mereka,” bisiknya lirih. “Kau hanya anak pungut. Itu sebabnya selama ini selalu ada perbedaan… selalu ada pilih kasih.” Kata-kata itu menghantam Caroline seperti petir. Dunianya seakan runtuh seketika. Ia berdiri kaku, wajahnya memucat. “Jadi… selama ini aku… hanya orang asing di rumah ini?” Martin tiba-tiba menggenggam lengannya erat, matanya penuh tekanan. “Tidak ada waktu lagi untuk berdebat. Papa tidak ingin mendengar alasan apa pun. Sekarang ikut Papa. Kau harus menikah dengan Tuan Romano malam ini juga.” “Apa?! Tidak! Aku tidak mau—” Caroline berusaha melawan, tapi genggaman Martin terlalu kuat. Ia diseret keluar rumah, langkahnya terseret di lantai. Jessica dan Rubby mengikuti dari belakang—Jessica dengan tatapan dingin penuh keputusan, sementara Rubb tersenyum dalam hati tapi pura-pura menangis. Caroline menoleh putus asa, matanya basah. “Kenapa… kenapa aku yang harus dikorbankan?!” Namun tak ada jawaban. Hanya keheningan malam dan deru mesin mobil yang membawa Caroline menuju altar yang tidak pernah ia inginkan. Mobil sport hitam milik Martin melaju kencang menembus malam. Begitu berhenti di depan sebuah gereja megah yang diterangi cahaya lampu kristal, Caroline merasa tubuhnya membeku. Beberapa pria berjas hitam sudah menunggu di halaman gereja, wajah mereka keras dan tanpa senyum. Pintu mobil terbuka kasar. Martin segera menarik Caroline keluar, membuat gadis itu terhuyung. “Lepaskan aku! Papa, tolong, jangan lakukan ini!” jerit Caroline, matanya penuh ketakutan. Namun Martin justru mendorongnya maju ke arah pria tegap berjas hitam yang menunggu di tangga altar. Jonson—orang kepercayaan keluarga Romano—menyipitkan mata menilai Caroline dari ujung kepala hingga kaki. “Ini putri kami,” suara Martin bergetar, namun tegas. “Dia… jaminan hutang keluarga kami.” Jonson menyeringai sinis. “Dimana putri kalian? Bukankah putri kandungmu yang seharusnya ada di sini? Kenapa dia yang Anda bawa? Jangan main-main dengan tuan Romano!” Caroline menoleh cepat, menatap ayah, ibu, dan kakaknya dengan mata memohon. Namun Jessica segera maju selangkah, senyum dingin terulas di bibirnya. “Tuan Jonson, Rubby masih kuliah. Dia punya masa depan. Caroline juga anak kami, meskipun… berbeda. Percayalah, dia bisa mengurus Tuan Romano dengan baik.” Martin menimpali cepat, seolah ingin memastikan. “Ya, betul! Caroline anak yang patuh, dia akan berguna bagi Tuan Romano.” Jonson terkekeh pendek, lalu merogoh saku jasnya. Ia menyerahkan sebuah amplop tebal berisi uang ke tangan Martin. “Mulai malam ini, gadis ini milik Tuan Romano. Kalian… jangan pernah muncul lagi. Jangan pernah mencoba menemuinya.” Martin berpura-pura menolak, tangannya gemetar menyentuh amplop itu. “Ini… apa maksudnya, Tuan?” Tatapan Jonson menjadi kejam. “Anggap saja… harga organ dalamnya. Kalian sudah menjualnya, jadi terimalah. Jika terjadi sesuatu dengannya suatu saat jangan pernah menyesalinya.” Caroline menjerit panik. “Tidak! Mama! Papa! Rubby! Tolong aku! Aku mohon!” " Menurutlah Caroline sayang, Mama yakin kamu bisa. anggap ini sebagai balas budi mu nak. "Ucap Jessica ibu angkatnya dengan tersenyum bahagia. Namun Jonson menarik lengannya dengan kasar, menyeretnya ke dalam gereja. “Diam! Atau kubuat tubuhmu terpotong satu per satu,” desisnya dingin di telinga Caroline. Sementara itu, di luar altar, keluarga Caroline justru tampak lega. Jessica tersenyum puas sambil melirik Martin. “Ayo, kita pulang. Mama ingin belanja. Sudah lama mama tidak shopping.” Martin mengangguk cepat, memasukkan amplop ke saku jasnya. “Ya, ya. Malam ini kita foya-foya. Akhirnya ada gunanya juga kita memelihara anak itu.” Rubby yang sejak tadi duduk di dalam mobil ikut bersuara manja. “Mama, Papa… aku minta bagian uangnya ya. Aku sudah janji mau traktir teman-teman di bar malam ini.” Jessica menepuk pipi putrinya dengan penuh kasih. “Tentu saja, sayang. Semua demi kebahagiaanmu.” Mobil sport itu melaju meninggalkan altar, sementara Caroline dibawa masuk ke ruang ganti pengantin, wajahnya dipenuhi air mata dan hatinya hancur berkeping-keping. Caroline duduk di kursi rias, wajahnya basah air mata. Tangannya terus bergetar ketika perias mencoba mengoleskan bedak di pipinya. “Diam!” desis Jonson dengan mata dingin. “Kalau tidak, aku akan membunuhmu di sini juga.” Caroline menatapnya dengan mata merah. “Bunuh saja aku! Aku tidak peduli!” suaranya pecah, penuh kepasrahan. Jonson mendekat, menunduk di telinganya dengan nada ancaman. “Kalau itu maumu… maka orang tuamu yang akan jadi korban pertama. Mereka akan mati perlahan, satu per satu, di depan matamu. Karena mereka sudah menerima uang dari kami.” Caroline terisak hebat. Ia menggigit bibir, memaksa tubuhnya tetap diam, meski air matanya tak henti menetes. Perias terus bekerja hingga riasan selesai, lalu membalut tubuhnya dengan gaun putih pengantin yang terasa seperti belenggu. Beberapa menit kemudian, Caroline digiring ke altar. Kakinya gemetar, setiap langkah terasa seperti berjalan menuju liang kubur. Di depan altar, seorang pendeta sudah menunggu. Di sampingnya berdiri seorang pria tinggi, berwajah tampan dengan setelan jas hitam rapi. Tatapan matanya dingin, nyaris menusuk, membuat Caroline hampir tak sanggup mengangkat wajah. Dia… Tuan Romano? Caroline terpaku dalam hati. Tapi… dia masih muda… bahkan jauh lebih gagah daripada yang kubayangkan. Dia… tipeku sekali tinggi,tampan, kharismatik. Tuhan, apa ini mimpi buruk atau takdir aneh? Pendeta membuka kitab sucinya, suaranya menggaung di dalam gereja kosong. “Kita berkumpul di sini untuk menyatukan Alessandro Marco Romano dan Caroline Ines Morales dalam ikatan suci pernikahan.” Caroline tercekat mendengar namanya disebut. Alessandro menoleh sekilas, menatap wajah pengantinnya. Tatapan itu dingin, penuh penilaian. “Apakah mempelai pria, Alessandro Marco Romano, bersedia menerima Caroline Ines Morales sebagai istrimu yang sah dalam keadaan suka dan duka?” tanya pendeta. Alessandro tidak langsung menjawab. Ia menatap Caroline dalam-dalam, seakan hendak menembus jiwanya. Lalu bibirnya melengkung tipis, senyum dingin yang membuat bulu kuduk meremang. “Aku bersedia.” Suara beratnya bergema, membuat d**a Caroline berdebar tak karuan. Pendeta kemudian menoleh pada Caroline. “Dan apakah mempelai wanita, Caroline Ines Morales, bersedia menerima Alessandro Marco Romano sebagai suamimu yang sah dalam keadaan suka dan duka?” Caroline terdiam, bibirnya bergetar. Ia ingin berkata tidak, ingin berteriak, ingin melarikan diri. Namun Jonson berdiri di belakang, menatapnya tajam sambil menggerakkan tangannya seperti isyarat ingat ancamanku. Air mata Caroline jatuh, namun suaranya lirih terdengar di ruangan. “A… aku… bersedia.” Alessandro menoleh sekilas, keningnya berkerut. Senyum sinis muncul di bibirnya, seolah ia tahu gadis itu terpaksa. Pendeta mengangguk puas. “Dengan ini, aku nyatakan kalian berdua sah sebagai suami istri.” Alessandro lalu melangkah mendekat, wajahnya hanya beberapa senti dari Caroline. Ia berbisik lirih, hanya untuknya. “Selamat datang di neraka, Mrs. Romano.” Caroline terhenyak. Air matanya jatuh deras, sementara jemarinya gemetar di genggaman pria yang baru saja menjadi suaminya. “Bawa Caroline kemari.” Suara Massimo, ayah Alessandro, terdengar berat dan penuh wibawa. “Baik, Tuan.” salah satu pengawal langsung menunduk hormat dan melangkah cepat. Tak lama kemudian, pengawal itu masuk ke ruang gereja, menghampiri Alessandro yang baru saja keluar. “Permisi, Tuan Muda. Tuan Besar ingin berbicara dengan Nona Caroline.” Alessandro mendengus kasar. “Bawa dia pergi. Saya juga tak peduli.” ujarnya dingin, lalu beranjak masuk ke dalam mobilnya dan melesat pergi, meninggalkan suasana tegang di belakangnya. Pengawal itu menoleh pada Caroline. “Ikuti saya, Nona.” Suara bergetar, tapi tetap terdengar tegas. Caroline menelan ludahnya, tangannya gemetar, namun ia tetap mengikuti langkah sang pengawal. Lorong panjang itu membawanya menuju sebuah ruangan besar. Di sana, duduk seorang pria tua dengan aura yang begitu mengintimidasi—Massimo. “Caroline Ines Morales.” Massimo menyebut namanya dengan penuh tekanan. Caroline langsung menunduk. “I-iya, Tuan.” “Angkat dagumu. Aku tak berbicara dengan seorang pengecut.” Perlahan Caroline mendongak, walau hatinya berdegup kencang. “Iya, Tuan.” Massimo meletakkan sebuah map di atas meja, lalu mendorongnya ke arah Caroline. “Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu. Tandatangani ini.” Caroline mengerutkan kening, membuka map itu dengan ragu. “S-surat apa ini, Tuan?” “Kontrak pernikahan enam bulan. Kompensasi—500 Bilion.” Mata Caroline membelalak. “Lima ratus… Bilion?” Massimo mengangguk. “Saya membutuhkan kamu untuk satu hal, Caroline. Goyahkan anakku. Buat dia kembali normal.” Caroline tercekat. “Kembali normal? Maksud Tuan… dia… gay?” Massimo menyandarkan tubuhnya, wajahnya tetap dingin. “Begitulah menurut orang-orang di sekitarnya.” “Jadi… apa tepatnya yang harus saya lakukan?” Caroline bertanya hati-hati. “Goda dia. Buat dia jatuh cinta. Kalau dia sampai ter*ngsang, kau akan mendapat bonus tambahan. Dan satu lagi—aku ingin kau cari tahu apa yang sebenarnya dia sembunyikan. Anggap dirimu mata-mataku.” Caroline semakin bingung. “Apa yang sebenarnya terjadi dengan Alessandro, Tuan?” “Tidak usah banyak tanya. Fokus pada tugasmu. Goda dia, bawa dia kembali, lalu setelah itu kau bebas. Aku jamin keselamatanmu. Bagaimana, setuju?” Dalam hati Caroline berkata, “Ini kesempatan untuk pergi dari neraka ini. Aku tidak bisa menyia-nyiakan peluang.” Tangannya bergetar saat mengambil pena, lalu ia menandatangani kontrak itu. “S-sudah, Tuan.” Massimo tersenyum tipis. “Good girl.” Ia menoleh ke arah pengawal setianya. “Jonson, antar Caroline pulang ke mansion Alessandro. Mulai malam ini, dia harus tidur seranjang dengan Alessandro. Bagaimanapun caranya.” Jonson menunduk. “Baik, Tuan.” Caroline berdiri kaku, mencoba menyembunyikan ketakutannya. Dalam hati ia bergumam, “Ini pasti mudah… hanya enam bulan.” Namun, Jonson mendekat dan berbisik di telinganya. “Kau tahu, sudah banyak perempuan yang mencoba menggoda Alessandro. Dan kau tahu di mana mereka berakhir?” Caroline menoleh cepat, wajahnya pucat. “Maksudmu… apa?” Jonson mendekat, tatapannya tajam. “Di gudang bawah tanah. Mati mengenaskan. Organ tubuh mereka dijual satu per satu.” Caroline terdiam. Matanya membelalak, tenggorokannya tercekat. Ia menelan ludah dengan kasar. “Astaga… apa yang sudah aku masuki ini…”

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

The Naughty Girl

read
103.1K
bc

HASRAT TERPENDAM PAMAN SUAMIKU

read
8.8K
bc

Gadis Daddy Yang Nakal

read
38.9K
bc

Sweet Sinner 21+

read
916.9K
bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

Life of Mi (Completed)

read
1.0M
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook