Deliana menghempaskan badannya di atas sofa, ia sangat stres dengan situasi dirinya hadapi sekarang. Mau tak mau ia memilih untuk izin tak absen kerja. Setelah Agus mengantar ia pulang ke rumah, tak ada satu kata terucap dari bibirnya.
Ia memilih masuk dan tak berpaling pada mobil masih memarkir di depan pagar rumahnya. Segala isi kepala masih penuh pertanyaan. Ada apa dengan mantan dosennya, kenapa terlibat masalah yang sudah Deliana anggap itu tidak pernah ada lagi.
"Kami pulang!" Suara Sarah menggema seluruh rumah bertingkat dua lantai minimalis itu. Deliana masih memandang langit sembari merenung nasib mendatanginya.
Sarah masuk menemukan sosok tengah berdiam tak berikan sambutan rindu kepadanya. Indra menyeret koper selama sebulan dinas ke luar kota karena tugas-tugas pekerjaan tersebut.
"Loh? Delia? Kamu nggak kerja?" Sarah menegur adik perempuannya.
Deliana yang sedang merenung sembari menenangkan pikiran penuh teka-teki tentang mantan dosennya itu. Lalu ia membuang jauh-jauh, menggeserkan duduknya untuk sang kakak tercinta baru pulang dari kota seberang.
"Lagi nggak enak badan," jawabnya
Sarah langsung duduk dan menempelkan pundak tangan ke kening adik perempuannya. Deliana menjauhkan dari tangan kakaknya itu.
"Kamu sakit?" Sarah bertanya lagi, Indra keluar dari kamar setelah meletakkan barang-barang mereka itu.
Deliana tidak menjawab, dia memilih untuk ke kamar saja. Sepertinya ia memang butuh istirahat, gara-gara semalam tidak bisa tidur, sekarang ia dipersulitkan oleh mantan dosen tadi.
"Nggak! Aku ke kamar dulu, ya!" ujarnya berlalu pergi.
Indra baru saja bergabung malah bengong liat sikap adik iparnya. Indra menatap istrinya, Sarah malah sebaliknya mengangkat bahu.
"Pijitin, Mas!" pintanya manja meletakkan kedua kaki di pangkuan suaminya.
"Seharusnya kamu yang pijitan aku, bukan aku--iya-iya, aku pijitin nggak perlu pasang mata baso seperti itu!" ucapnya lalu memulai memijit istrinya.
Sarah menarik senyuman panjang, karena ia tahu suami mana bisa bantah permintaan istri, kalau jatahnya nanti dipuasakan. Ya, dari bulan kemarin sejak dinas kota. Indra memang pengin istrinya itu cepat hamil.
Tetapi selalu saja halangan membuat mereka berdua harus menunda beberapa bulan. Jikalau bukan tugas pekerjaan, tentu Indra bahagia terus bermanja dengan istrinya.
?
Sandra sedang menonton televisi di ruang tamu. Kemudian dia mendengar suara mobil depan halaman rumah. Tak lama kemudian terdengar suara pintu depan seseorang masuk.
Ia pun memundurkan kepalanya dan memperhatikan seksama, muncul sosok punggung sangat dia kenali. Seulas senyuman pun terbit oleh Sandra
"Kamu sudah pulang? Tumben? Rindu denganku, ya?" Sandra menyapa Agus.
Agus tak menanggapi, melempar tas kantornya ke atas sofa. Kemudian, ia langsung merebahkan badannya di sana sambil memejamkan matanya.
"Aku masak makanan kesukaanmu, kamu tidak ingin makan dulu? Atau aku ambilkan, pasti kamu belum makan---"
"Kenapa kamu begitu peduli padaku? Sebaiknya kamu menyerah saja, sampai kapan pun aku tidak akan bisa berpaling padamu," potong Agus melirih wanita itu berdiri tak jauh dari posisi dia berbaring.
Sandra sangat tahu, seberapa pun Agus menolaknya. Dia tidak akan pernah menyesal. "Aku tak peduli kamu menolak perasaanku. Harapanku, aku tetap sayang kamu," ujarnya berbalik pergi.
Agus tidak bertanya lagi setelah memandang punggung wanita itu menghilang.
Seandainya dia itu kamu! Mungkin, aku tidak akan mengecewakan kesempatan kedua kalinya.
****
Deliana dan sepasang suami istri sedang menikmati makan malam bersama. Selama tanpa ada mereka, Sarah dan Indra. Kehidupan Deliana semakin menggila.
"Kak, aku ingin bertanya sesuatu," Deliana kali pertama membuka suaranya.
Sarah langsung menyahut, "Soal apa?" dan juga penasaran.
"Soal ...." Deliana menggantung kata-katanya. Sarah sabar menunggu adik perempuan melanjutkan kata-kata itu.
"Ada apa? Sepertinya selama Kakak tidak di rumah. Sikapmu semakin aneh? Ada masalah apa? Soal pekerjaan? Atau ...."
"Bukan! Ini soal Pak Agus!" sambung Deliana langsung menatap Kakak perempuannya. Indra dari tadi diam memperhatikan dua perempuan di depan saling bertatapan.
Sarah bungkam tak melanjutkan lagi kalimatnya. Pasti ada hubungannya dengan teman sebayanya, Agus.
"Ada apa dengan Agus? Kamu mulai suka sama dia? Baguslah?! Jadi Kakak nggak perlu tabrak sana sini untuk ...."
"Bukan itu, Kak! Dengarkan aku dulu! Aku tetap tidak suka dengannya! Kenapa, sih, Kakak ngotot banget aku suka sama Pak Agus?" potong Deliana, kali ini suaranya menekan sembari menahan emosi. Iya, ia tidak ingin terbawa emosi walau membahas Agus di jam makan malam bersama mereka berdua.
Sarah mengerti, ia pun menyingkirkan piringnya, dan meraih tangan adik perempuannya. "Kakak bukan maksud ngotot kamu bisa suka sama Agus! Kakak hanya ingin kamu beri dia kesempatan sekali," ucapnya pelan.
Deliana sudah frustrasi kemudian menatap lekat pada kakaknya. "Maksud, Kakak? Kakak sudah tahu kalau Pak Agus?"
Sarah pindah posisi duduknya, kini telah di samping Deliana. Indra sebagai pendengar baik, dan saksi di antara dua bersaudara itu.
"Hm ..."
Deliana menghela untuk sekian kalinya, sekali lagi ia menatap lekat sang kakak tercintanya. Mungkin ia harus tau jawaban sebenarnya dari kakaknya.
"Jadi, benar yang dikatakan oleh Pak Agus. Kalau Kak Sarah sama Bang Indra meminta dia jagain aku saat kalian tidak ada di rumah?" Deliana berharap pertanyaan ia lontarkan bisa dijawab oleh Sarah dan Indra.
Sarah melepas genggaman tangan dari Deliana, ia memindah posisi lebih serius. Deliana mengerut, ia benar-benar butuh jawaban sebenarnya. Ia juga tidak peduli seberapa besar rahasia tentang mantan dosennya. Walaupun Deliana hanya tau Agus memang tipe pria yang setia. Namun, memori menyangkut dengannya sangat penasaran sekali.
"Kak, apa itu semua benar? Kak Sarah dan Bang Indra yang meminta dia menjaga aku ketika kalian mendadak dinas? Jangan diam saja, Kak?" Deliana masih bertanya, ia sangat ingin tahu. Walaupun mereka tetap bungkam untuk menjawab pertanyaan dari adiknya.
"Soal dia ...."
"Mas!" Sarah bersuara membuat Indra menggantung kata-katanya yang akan dia jelaskan. Tetapi melihat mata tajam dari istrinya, Indra bungkam.
Deliana semakin curiga atas sikap suami istri ini. Deliana pun bangkit dari duduknya, ia sendiri akan mencari kebenaran tentang mantan dosennya. Meskipun sang kakak perempuan dan abang iparnya tidak menjelaskan soal Agus. Ia bisa mendatangi rumahnya. Apa pun resiko darinya.
"Baiklah, jika kalian tidak menjelaskan sebenarnya. Aku yang akan mencari semua kebenaran itu!" ujarnya berlalu.
"Del, Delia tunggu! Oke, Kakak akan ceritakan semua tentang Agus." Sarah langsung mencegahnya untuk tidak menemui Agus untuk sekarang.
Deliana menoleh dan menatap tajam pada Sarah. Sarah mengangguk walau ia sendiri sulit untuk memulai dari mana menceritakan kisah tentang sahabatnya itu, Agus.
"Kenapa tidak dari tadi?" Deliana hampir saja lepas emosi, walau niatnya tidak ingin ke rumah mantan dosennya. Ia saja belum cukup yakin ke sana.
****