Dalam perjalanan menuju pulang ke rumah Deliana. Di mobil tidak ada satu patah kata pun keluar dari bibir mereka berdua. Agus sibuk mengemudi sembari memperhatikan depan jalan, sedangkan Deliana juga memperhatikan depan, hanya suara angin AC mobil yang dingin.
Tepat di depan zebra cross, lampu merah. Agus menurunkan kaca jendelanya, dan memanggil seseorang di luar jalan. Deliana yang terdiam turut melirih, Agus mengeluarkan selembar uang kepada penjual rokok. Setelah rokok menyala di bibirnya asap rokok itu masuk ke rongga mulut, kemudian penjual itu pergi. Agus menarik rokok dari mulutnya berserta asap rokok dari mulut keluar dengan bebas.
Agus menyadari seseorang memperhatikannya, ia pun membalas melirih, Deliana langsung berpaling pandangan lain. Agus senyum miring, setiap lepas dari pekerjaan Agus selalu mengisap satu batang rokok untuk membuang kepenatan dipikirannya.
"Saya tau kamu benci pria perokok, tetapi saya merokok di saat tertentu. Kalau kamu meminta saya berhenti, saya akan berhenti," ucap Agus membuka percakapan sedari tadi mulai meninggalkan lokasi kantor hingga perjalanan.
"Itu hak, Bapak! Tak ada hak saya mengatur," balas Deliana datar tanpa menoleh lebih sibuk melihat depan kendaraan yang bergiliran untuk lewat lampu merah berubah hijau.
Satu isapan rokok dalam-dalam, Agus pun membuang ke sembarang rokok itu. Lampu lalu lintas yang merah telah menjadi hijau, Agus pun menjalankan mobilnya namun kaca jendela sengaja dibuka karena aroma rokok masih terasa di hidung. AC sengaja ia nyalakan.
Perjalanan menuju ke rumah Deliana dua puluh menit lagi. Tak ada pembahasan lagi untuk mereka berdua. Agus kemudian membelok kiri, setelah aroma asap rokok hilang. Deliana memperhatikan jalan pun tersentak. Seharusnya mobil lurus saja. Tetapi Agus membelok tempat lain.
"Kenapa Bapak belok ke kiri? Rumah saya lurus saja?!" Deliana pun memprotes.
"Kita cari makan dulu, baru pulang. Soalnya saya baru ingat kalau Indra berpesan, kamu selalu lapar di saat jam sembilan," ucap Agus santai.
"Tapi ...."
"Anggap ini kencan pertama kita, Sayang!" kedip mata oleh Agus, tak lupa dengan senyumannya selalu untuk Deliana.
Ya, hanya untuk Deliana seorang Agus berikan padanya. Wanita mana pun tak akan ada yang bisa mendapatkan senyuman seperti Agus.
"Ke-kencan?" Deliana kehabisan kata-kata, jika ia tau begini tidak perlu mengiyakan tawaran tumpang mobilnya. Akibat ia terjebak batman.
Mobil Agus berhenti tepat di salah satu kafe Sosmed. Ya, Kafe Sosial Media yang paling unik. Tak dipungkiri banyak anak-anak remaja, dewasa, keluarga, sepasang kekasih berkunjung di tempat ini.
"Ayo, turun?!" pinta Agus membuka slebetnya dan keluar dari mobil. Deliana masih setia di tempat duduk.
Agus membuka pintu untuk Deliana. "Ayo, kenapa diam seperti itu? Oh, kamu mau saya gendong ala barat gitu ya? Biar dilihati sama orang banyak, boleh saja. Saya siap lakukan jika kamu mau."
Deliana langsung berikan mata serigala kepada Agus, lama kelamaan jiwa raganya berasap karena mantan dosen kurang ajar ini. "Jangan harap!" Ia pun turun tetapi pijakannya tak datar sehingga ia tergelincir.
Agus segera menangkap pinggang Deliana. Untung saja posisi Deliana membelakangi. Kalau saja tidak di handang sama Agus. Mungkin Deliana akan amnesia.
"Tuh 'kan. Kamu memang ceroboh. Dikasih sayang-sayang tidak mau," hela Agus masih bisa menggombali Deliana.
Deliana langsung mendorong bidang kokoh Agus menjauh, degupan jantungnya sudah tidak normal lagi. Selalu saja kejadian tidak tepat pada tempat.
"Terima kasih, bila saja Bapak tak ikhlas untuk saya turun dari mobil?!" ketus Deliana masih bisa-bisanya menyalahkan Agus.
Tetapi, Agus tidak pernah tersinggung meskipun berapa kali diketusin sama mantan muridnya. Hati Agus sudah terlalu cinta padanya. Biarlah kalau nyawanya berkorban untuk dirinya.
"Makanya jangan asyik ketus dengan saya, jadinya akibatnya begini. Bilang saja, kamu pengin saya pegang-pegang dan berpelukan, sudah tidak sabar jadi istri saya?"
Deliana langsung menyalangkan api pada Agus. Agus bisanya terkekeh terus. Deliana mendengus dongkol sama mantan dosen. Kemungkinan hidup Deliana tanpa Agus hal itu tak akan menyenangkan.
****
Saat masuk ke kafe, Deliana merasa tempatnya unik. Banyak berbagai macam boneka, apalagi boneka brown dari Line. Terus, meja makannya pun juga unik. Saat menelusuri lebih dalam lagi, ada juga ciri khas yang lebih unik lagi. Di dalam bukan hanya boneka saja, ada beberapa aneka ragam bentuk. Model pesawat di jadikan tempat makan.
Benar-benar seperti berada di dalam pesawat, terus ada lagi, Deliana menaiki anak tangga, dan terdapat berbagai keunikan. Pokoknya seperti berada wisata asli. Sejuk, dan jadilah Deliana berada di tempat makan yang paling romantis yaitu Sosmed Etalase.
"Bagaimana? Kamu suka? Saya tau kamu pasti suka tempat ini, cocok untuk kita nanti ketika menikah." Agus membuyarkan lamunan Deliana dari tadi.
Karena Agus memperhatikan sikap Deliana mendiaminya saat masuk ke kafe tersebut. Ya, Agus sering berkunjung ke sini setiap ada waktu kosong jam aktivitasnya. Bahkan kafe mana pun Agus tau.
"Jangan harap?!" gerutu Deliana masuk ke dalam, ternyata banyak serangga yang sudah membisik di telinganya.
"Diharapkan saja," balas Agus mendaratkan pantatnya di lantai.
Deliana juga mendaratkan pantatnya, posisi berhadapan dengan Agus. Deliana baru sadar tempat ia duduki terlalu romantis.
Tak lama kemudian pelayan pun datang, dan membawa buku menu andalan mereka. Agus membuka sembari melihat makanan yang selalu ia santap. Sebaliknya Deliana juga, Deliana membuka satu lembar demi lembar ia menemukan sesuatu diincarnya.
"Saya pesan ... ini satu, ya!" Deliana menunjukkan kepada pelayan itu, bentuk kue berisi aneka rasa. Agus melirih tunjukan dari mantan muridnya.
Pelayan itu mencatat, kemudian giliran Agus, ia menyebutkan, makanan berat, dan juga pencuci mulut. Agus menutup buku menu andalan. Menunggu Deliana masih melihat-lihat, Deliana bingung, dan pelayan itu masih setia menanti.
Merasa tidak nyaman terlalu lama menunggu, pada akhirnya Deliana memesan terakhir yaitu jus alpukat dicampuri krim vanila lebih banyak, Agus yang perhatikan mantan muridnya merasa hidupnya sangat bahagia. Ternyata Agus telah mengetahui makanan kesukaan Deliana.
Pelayan kafe itu mengulang kembali pesanan mereka, Agus dan Deliana menyimak. Merasa tidak ada salah lagi, pelayan kafe mengambil dua buku menu andalan bawa pergi.
Sadar dilihat oleh mantan dosen, Deliana membuang wajahnya dan memilih untuk melihat ponselnya. Agus tau, jika mantan muridnya mencoba menghindar padahal tidak dapat menghindar.
Deliana membalas chat dari teman-temannya. Ia mengadu kekesalan di kantor. Banyaklah yang ia curhatan ke dalam grup tersebut. Saking seru tidak peduli dengan sosok di depan. Agus pun dengan diam mengambil ponsel Deliana. Deliana tersentak.
"Pak! Balikin?!" teriaknya, Agus penasaran, ia turut membaca.
Balasan dari temannya bernama Adila, Agus pun membaca apa yang diketik oleh Adila di grup tersebut.
Adila
Masa? Benarkah itu?
Wah?! Benar gila, jadi kamu terima?
Sarah
Wah! Dunia benar^ sempit.
Oh ya, kmu msih ingat, ternyt dia gk nyerah jg.
Intan
Jngn tolak terus, Del.
Bisa jd jodohmu, ma dia.
Deliana saking geram ia pun menaiki meja mencoba meraih ponsel dari tangan Agus. Agus masih sibuk membalas chat-chat dari mantan-mantan muridnya. Tak merasa tersinggung apa pun, Agus mencoba meniru ketikan Deliana membalasan untuk teman-temannya.
Deliana tidak tau lagi, mungkin di luar orang-orang yang duduk menyaksikan tingkah laku Deliana saat ini telah menghalau untuk rebut hak miliknya.
Deliana terjatuh dipelukan Agus, namun Agus masih belum menyerah walau posisi saat ini Deliana berada di atas Agus.
"Pak! Please kebalikan?!"
Pelayan kafe datang membawa pesanan dari mereka berdua. Pelayan itu jadi malu senyum-senyum melihat kelakuan pasangan di depannya.
"Maaf, Mbak ..." Pelayan kafe membuka suara. Agus dan Deliana menoleh.
Pelayan kafe cuma bisa kesemsem, tidak bisa mengatakan apa-apa. Deliana mengernyit malah bingung atas sikap pelayan kafe itu.
"Apa yang Mbak senyum-senyum?" Deliana bertanya pada pelayan kafe tersebut.
"Hah? Tidak kok, Mbak. Silakan dilanjutkan?!" Pelayan itu segera beranjak pergi dari tempat itu.
Deliana malah bengong melihat sikap pelayan itu, Agus pun selesai membalas chat-chat dari teman-teman Deliana. Kemudian Agus meringis sakit bagian perutnya seperti tertekan. Saat akan berikan ponsel kepada Deliana.
"Sepertinya kamu sudah membangunkan singaku," ucap Agus membuyarkan lamunan Deliana dari tadi.
Deliana terenyak lalu menoleh arah Agus, lalu Deliana mundur mencoba bangkit tetapi kakinya kram, dan dua mata mereka bertemu.
****