7

1135 Words
Bab 7 "Non, wanita yang ada di ruang tamu itu siapa? Kenapa keliatannya Tuan sangat mesra sekali dengan wanita itu?" tanya bi Iyas yang menatap dengan penuh penasaran. Dinda menatap wajah bi Iyas kala itu, ia tidak bisa membendung air matanya saat menatap kedua bola mata asisten rumah tangga yang sudah ia anggap sebagai keluarganya itu. Bu Iyas merasa semakin penasaran kala air mata Dinda lah yang berbicara, ia duduk bersama dengan majikan nya yang kala itu belum menjawab pertanyaannya. "Non, ada apa?" ulang bi Iyas memberikan pertanyaan. "Wanita itu adalah selingkuhan mas Rehan, Bi," lirih Dinda menjawab pertanyaan bi Iyas. "Astaghfirullah, Ya Allah, Tuan selingkuh, Non!" dengan mata terbelalak bi Iyas menatap wajah Dinda, ia seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi padanya. Dinda menganggukkan kepalanya pelan, kesedihannya semakin terasa ketika bi Iyas ikut merasakan kecewa karena tuannya berselingkuh dengan wanita lain, bi Iyas merasa sangat sedih dan terpukul, ia tidak menyangka dengan kabar yang baru saja ia dengar ketika ia baru saja pulang dari kampung. "Untungnya saat mas Rehan membawa Sekar ke sini, Ibu dan Bapak sudah pulang kampung Bi, aku berusaha menutupi semua kenyataan ini pada mereka," ucap Dinda, lirih. "Kenapa tidak Non kasih tahu saja orang tua Non, biar perselingkuhan tuan dan wanita itu berakhir," seru bi Iyas yang sangat menyayangkan diamnya Dinda. "Tidak Bi, aku tidak mau melakukan itu, karena aku memiliki Arka. Arka masih membutuhkan sosok ayahnya, selain aku ibunya, dia masih sangat kecil Bi, dia membutuhkan sosok orang tuanya." jawab Dinda menyeka air matanya. Bi Iyas terdiam, ia tidak bisa memberikan solusi apapun kepada Dinda, ia tidak bisa berkata apa-apa karena merasa sangat kasihan melihat Dinda yang kala itu hanya bisa menangis. "Bi iyas!" Sebuah suara terdengar saat bi Iyas sedang berusaha menenangkan Dinda, bi Iyas terkejut lalu ia segera bangkit. Karena suara yang sangat ia kenal itu berasal dari ruang tamu. "Non, tuan memanggil ku," ucap bi Iyas pada Dinda. "Penuhilah panggilannya Bi, aku tidak apa-apa di sini," seru Dinda yang mengizinkan bi Iyas pergi. "Baik Non, setelah itu aku akan kembali lagi ke sini." jawab bi Iyas yang saat itu langsung pergi. Bi Iyas menemui Rehan yang saat itu masih duduk bersama dengan Intan, Intan terus bergelayutan di lengan Rehan dengan mesranya, tak perduli dengan pandangan bi Iyas yang merasa ingin muntah ketika melihatnya. "Bi, tolong buatkan dua gelas kopi ya, dan antar kan ke ruangan kerja saya," titah Rehan dengan nada serius nya. "Baik Tuan." singkat bi Iyas menjawab permintaan Rehan. Bi Iyas pergi ke dapur dengan wajah yang sangat kesal, mengingat saat Intan yang begitu terlihat manja pada tuannya, membuat bi Iyas ingin sekali mencabik-cabik wajah genit wanita itu. Ia menuangkan gula dan kopi di kedua gelas yang ia siapkan dengan kesal, rasanya ia ingin sekali membuatkan kopi pahit pada wanita itu, namun bi Iyas masih berusaha untuk menahan dirinya untuk tidak melakukan hal tersebut. Setelah air yang di masak mendidih, bi Iyas pun segera mengantarkan dua gelas kopi tersebut ke ruangan yang diminta oleh Rehan, di ruangan yang tertutup itu Rehan dan Intan semakin liar saja, apalagi saat itu bi Iyas masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, hingga membuat mereka terkejut ketika sedang ingin melakukan sesuatu. "M-maafkan saya, saya tidak mengetuk pintu terlebih dahulu," ucap bi Iyas segera menundukkan kepalanya. "Tidak masalah Bi, sekarang letakkan kopi itu dan keluar lah," suruh Intan bersuara. "B-baik Non." jawab bi Iyas yang saat itu tidak berani mengangkat kepalanya. Setelah meletakkan dua gelas kopi yang diinginkan oleh mereka, bi Iyas langsung pergi meninggalkan tempat itu dengan kemarahan yang tertahan, bi Iyas mengomel di sepanjang perjalanan hingga ia tidak di tempat di mana Dinda sedang duduk. "Bi, apa yang kau lihat, kenapa kau sepertinya terlihat sangat marah?" tanya Dinda menyadari kala itu. "Tuan benar-benar keterlaluan Non, aku benar-benar tidak menyukai tingkahnya," marah bi Iyas kala itu. "Keterlaluan, memangnya apa yang mereka lakukan, Bi?" Dinda bangkit dan semakin mendekati bi Iyas. Lalu Dinda mendapatkan penjelasan dari bi Iyas tentang apa yang ia lihat kala itu, hingga membuat Dinda sangat marah dan ia tidak menyangka jika semua itu dilakukan oleh Rehan. "Ini tidak bisa dibiarkan, aku tidak akan menerima semua ini!" marah Dinda setelah mendengar cerita dari bi Iyas. "Apa yang akan Non lakukan?" tanya bi Iyas terlihat takut. "Aku akan ke sana Bi, aku akan membuat perhitungan pada mereka." jawab Dinda dengan tegas. Dinda melangkahkan kakinya menuju ruang kerja Rehan, dan ia membuka pintu itu dengan kasar hingga membuat Rehan dan Intan terkejut, saat itu Dinda melihat kedua pasangan yang tidak halal itu sedang melakukan hal yang tidak pantas, Intan berada di pangkuan Rehan dan Rehan pun nampak menikmati keberadaan Intan. Dengan kemarahan yang menderu Dinda pun menghampiri Intan dan dengan kasar ia menjambak rambut Intan hingga membuat Intan pergi dari pangkuan Rehan, melihat kekasihnya disakiti oleh istrinya sendiri tentu saja membuat Rehan tidak terima, namun Dinda tidak melepaskan Intan begitu saja. "Dasar wanita gatal, apa kau tidak sadar kau sedang berada di rumah siapa, ini adalah rumah ku dengan suamiku, kau tidak bisa melakukan hal sesuka hatimu di rumah ini, kau harus ingat pelakor! Di rumah ini masih ada aku, istri sah mas Rehan," ucap Dinda dengan penuh kemarahan. "Lepaskan, lepaskan aku Dinda, sakit!" pinta Intan yang terus menahan rasa sakit itu. "Tidak sesakit hatiku saat ini yang melihat mu bisa masuk dengan leluasa di rumahku bersama dengan suamiku, Intan," seru Dinda yang semakin kuat meremas rambut Intan. "Auu.... Sakit!" Teriakan dari Intan membuat kedua telinga Rehan terasa sakit, ia tidak terima melihat cintanya itu tersakiti oleh tangan Dinda, hingga dengan kasar Rehan meminta Dinda untuk melepaskan Intan, namun Dinda terus menolak hingga Rehan harus memaksa Dinda untuk melakukan apa yang ia perintahkan. Saat itu Rehan menarik tangan Dinda dengan kuat hingga pertikaian itu tidak terhindarkan, Rehan menghempaskan Dinda dan hampir saja jatuh ke lantai, beruntung saat itu bi Iyas datang dengan tepat waktu, hingga membuat bi Iyas dengan cepat menangkap tubuh Dinda yang hampir tumbang. "Non, Non Dinda tidak apa-apa?" tanya bi Iyas cemas. "Tidak apa-apa kok Bi," seru Dinda yang berusaha untuk menyeimbangkan tubuhnya. "Bawa wanita itu keluar dari ruangan ini, Bi!" titah Rehan dengan kemarahan. "Tidak Mas, aku yang akan pergi dari sini, aku bisa mati di rumah ini, kalau kau ingin bertemu dengan ku, temui aku di apartemen ku." marah Intan yang saat itu memilih untuk pergi. Intan meraih tasnya, lalu menatap dengan penuh dendam ketika melihat Dinda di hadapannya, lalu setelah itu Intan pun berlalu pergi begitu saja. Rehan yang tidak terima itu memutuskan untuk mengejar Intan dan membiarkan Dinda di ruangan tersebut hanya bersama dengan bi Iyas, namun kepergian Intan tak terelakkan, ia sudah pergi menggunakan taksi yang melintas di depan rumah Rehan. "Argh, sial! Kenapa Intan pergi begitu saja," ucap Rehan yang sudah tidak bisa mengejar Intan lagi. "Ini semua karena kamu Dinda, kau harus diberikan pelajaran!" sambung Rehan tidak terima.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD