9

1213 Words
"Intan, tolong jangan marah padaku, aku minta maaf atas segala sikap istriku," ucap Rehan yang begitu erat memeluk Intan. "Aku tidak marah padamu Mas, aku hanya marah pada istrimu, mulai sekarang jangan lagi kita ke sana, kalau kamu kangen aku, aku mau kamu datang saja ke sini," seru Intan yang sudah tidak mau lagi bertemu dengan Dinda. "Ya, aku akan menuruti keinginan mu, sekarang kita harus fokus dengan hubungan kita, aku tidak mau kau terluka lagi sayang, aku ingin kau tetap menjadi yang terbaik." jawab Rehan pelukan eratnya. Intan melempar senyum, ia senang ketika mendengar jawaban Rehan yang begitu perduli padanya, saat itu Intan mengajak Rehan duduk dan mereka kembali berbincang mesra layaknya sepasang suami istri yang halal. "Mas, ajak aku jalan-jalan ya nanti," Intan memasang wajah manja pada Rehan. "Tentu saja aku mau sayang, kau mau jalan-jalan ke mana?" tanya Rehan yang langsung menyetujui permintaan Intan. "Ke mana aja yang penting sama kamu, atau kita ke luar negri, ke Bali? Ke mana aja," Intan dengan senang hati menyebutkan keinginannya. "Wau, kalau begitu aku akan mempersiapkannya, ya." jawab Rehan menyambut senang keinginan Intan. Intan tersenyum lega, merasa sangat bahagia ketika Rehan setuju dengan idenya, saat itu ia kembali memeluk tubuh Rehan dengan manja, saat Rehan setuju dan memenuhi keinginannya. Setelah puas bersama Intan seharian, Rehan pun pulang untuk istirahat, dan saat tiba di rumah Rehan melihat suasana rumah yang begitu sangat sepi, Dinda ada di kamar Arka dan Rehan pun masuk ke kamar pribadi nya, sejak Arka hadir dalam kehidupan di pernikahan mereka Dinda memutuskan untuk tidur bersama dengan Arka, lantaran Rehan selalu mengeluh jika Arka menganggu tidurnya saat malam tiba. Menyadari bahwa suaminya itu sudah kembali, dengan memasang wajah tidak tahu malu pada suaminya, Dinda pun masuk. Ia ingin mencoba untuk melakukan ide yang diberikan oleh bi Iyas, mencoba mengalah dan menganggap seolah tidak ada sesuatu apapun yang terjadi pada rumah tangganya. Kedatangan Dinda justru dikejutkan dengan tingkah Rehan yang sedang memasukkan beberapa baju ke koper, mengikuti keinginan Intan untuk berlibur, saat itu Dinda segera mendekati Rehan, ia berdiri di sampingnya sembari menatap tajam ke arah koper tersebut. "Mas, kamu mau ke mana?" tanya Dinda, lirih. Ketika menyadari bahwa di sampingnya ada Dinda, membuat mood Rehan berubah, ia menjadi tidak senang saat itu. "Aku mau pergi bersama Intan untuk berlibur ke suatu tempat," cetus Rehan tanpa memandang Dinda sama sekali. "Mas, kamu mau ninggalin aku dan Arka?" tanya Dinda semakin teriris, rasanya saat itu ia tidak ingin berbicara pada Rehan, namun ia sudah memulai terlebih dahulu, hingga ia harus melanjutkannya lagi. "Ya, aku mau ninggalin kamu dan Arka, kenapa? Apa kamu keberatan sama keputusan aku, tenang Dinda, aku tidak akan meninggalkan kalian berdua dengan keadaan lapar, aku akan tetap menjadi suami yang bertanggung jawab mengenai nafkah mu dan Arka, kau tenang saja." jelas Rehan melempar senyum lalu melanjutkan tugasnya. Dinda terdiam sejenak, langkah kakinya keluar meninggalkan kamar suaminya dengan derai air mata. Suaminya tidak meninggalkan dengan kalimat cerai, namun tubuhnya pergi bersama wanita lain, betapa sakitnya saat itu hati Dinda. Apa karena Rehan adalah orang kaya, sehingga ia bersikap seperti itu pada dirinya. *** Keesokan paginya, Rehan buru-buru keluar dari kamar dengan membawa koper yang sudah ia siapkan sejak semalam. Lalu ia memutuskan untuk pergi menemui Intan, sebelum ia keluar dari rumah itu Rehan bertemu dengan Dinda yang sedang menjemur Arka di teras rumah, saat itu Rehan terhenti ketika melihat Dinda yang sedang duduk memangku Arka. "Aku pergi dulu, ini uang untukmu dan Arka, 20 juta," ucap Rehan yang memberikan sebuah amplop cokelat pada Dinda. "Mas, apa kamu akan pergi lama?" tanya Dinda ikut bangkit dan menatap Rehan. "Aku tidak tahu, tapi kalau pun aku lama dan uang yang kamu pegang itu sudah habis sebelum aku kembali, maka telpon aku, aku akan mengirim uang lagi untukmu dan Arka," ucap Rehan, seolah semua akan beres hanya karena soal uang. "Ya Mas, hati-hati." jawab Dinda singkat, lalu menundukkan kembali kepalanya. Rehan melangkah pergi begitu saja, tanpa memberikan ucapan selamat tinggal pada Arka, putranya. Bahkan Rehan sama sekali tidak mau mencium Arka dengan penuh kasih sayang saat itu, hati seorang ibu mana yang kuat melihat sikap suami sekaligus ayah yang sangat dingin pada istri dan anaknya itu. Dinda masuk ke rumah sambil menggendong Arka, tidak ada hari tanpa menangis saat ini, Dinda terus saja menjatuhkan air mata sejak tahu suaminya itu tidak setia. Saat itu bi Iyas menyadari bahwa majikannya itu sedang terluka dan sedih, ia dengan cepat menghampiri Dinda dan mempertanyakan apa yang terjadi. Dinda pun menceritakan semuanya pada bi Iyas, tanpa ada yang ia rahasia kan saat itu, dan bi Iyas pun merasa kasihan pada majikannya itu. "Non, Non yang sabar ya, ini belum berakhir Non, ini baru permulaan," ucap bi Iyas yang kala itu terus memberikan semangat pada Dinda. "Bi, aku tidak kuat, rasanya aku ingin pisah saja, biarkan aku pergi membawa Arka, dan Arka akan hidup bersama ku," seru Dinda yang saat itu berpikir sangat pendek. "Non, jangan berpisah sekarang, saat ini Non tidak ada modal apa-apa untuk berpisah. Lebih baik Non fokus saja pada tujuan dan rencana yang pernah ku beritahu kan Non, memperbaiki hubungan Non dan tuan, lalu minta pertanggungjawaban tentang nafkah, berikan saja alasan untuk kebutuhan den Arka, tapi pada kenyataannya Non pakai itu untuk membangun usaha sendiri, atau bisa Non tabung sampai cukup, dan Non bisa lepas dari tuan setelah memiliki modal. Non, menjadi janda itu tidak enak, pastinya juga akan terlihat sangat buruk di mata masyarakat, untuk itu Non harus melawan rasa sakit demi masa depan Non dan den Arka." jelas bi Iyas sangat detail. Dinda terdiam sejenak, apa yang dikatakan oleh bi Iyas di serap dan di pahami oleh Dinda. Dan akhirnya Dinda setuju dengan rencana yang dibuat oleh bi Iyas, saat itu bi Iyas dan Dinda bersepakat untuk merahasiakan semua rencana mereka. Dinda berusaha keras untuk melawan sakit hatinya demi masa depan putranya, ia setuju dengan rencana bi Iyas, memanfaatkan semua kejadian ini untuk mengambil keuntungan dari Rehan. Beberapa hari kemudian Pukul sembilan malam, Rehan pulang ke rumah setelah menyelesaikan tugasnya dalam menyenangkan hati Intan yang ingin dibawa jalan-jalan, saat itu Rehan kembali dalam keadaan lelah, Dinda datang sebagai istri yang tidak lupa dengan tugas dan kewajiban nya, meskipun suaminya itu terang-terangan sudah selingkuh di hadapannya. "Mas, kamu capek banget ya pastinya, sini aku bantu bawa kopernya," ucap Dinda menyapa Rehan. "Terima kasih Dinda. Ya, aku memang capek banget hari ini, Intan terus mengajakku jalan-jalan tanpa henti, sampai aku lupa istirahat," seru Rehan yang menunjukkan wajah lelahnya. "Ya udah kalau gitu, aku usah rapihin kamar kamu, kamu bisa langsung istirahat di kamar." jelas Dinda melempar senyum. Rehan pun mengikuti arahan Dinda, ia masuk ke kamar dengan hati senang, lalu setelah Dinda membantu Rehan melepaskan sepatu yang masih terpasang di kakinya, dan setelah itu Dinda pun menutup tubuh Rehan dengan selimut. "Selamat tidur ya Mas," ucap Dinda melempar senyum. "Terima kasih Din, nanti jangan lupa matikan lampunya ya," pinta Rehan. "Ya Mas, aku keluar sekarang." jawab Dinda yang langsung melangkah pergi, lalu ia tidak lupa mengabulkan permintaan Rehan. Saat lampu itu mati, di tengah kegelapan dan dinginnya ruangan ber-ac itu, Rehan sedikit merasa bingung dengan sikap Dinda yang tiba-tiba sangat baik, ia merasa ada sesuatu yang sedang disembunyikan oleh Dinda hingga membuat dirinya berubah, tapi apa? Rehan masih tidak tahu apa rencana Dinda kala itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD