Mas Iqbal tak henti-hentinya menciumi perutku yang masih datar. Protesku tak dihuraukannya, seolah suaraku hanyalah angin lalu. Ngomong-ngomong, aku betulan hamil. Tadi siang Mas Iqbal mengantarkanku ke dokter kandungan untuk periksa dan ternyata kandunganku sudah jalan empat minggu. Rasanya amazed sekali. Aku dan Mas Iqbal sampai berkaca-kaca ketika pertama kali melihat calon anak kami di motitor. Akhirnya, usaha kami ada yang berhasil. “Mas, udah, dong. Geli ini, lama-lama.” Kali ini Mas Iqbal bangun, lalu menangkup kedua pipiku. “Bumil sehat-sehat, ya. Jangan terlalu banyak aktivitas mulai sekarang.” “Siap! Paling aku tinggal ngoreksi ujian sama ngurus nilai aja. Habis itu udah, mulai mikir apply yang tawaran Pak Zain.” “Tentang tawaran Pak Zain, apa enggak ditunda aja?” Aku