Rama mengetuk-ngetuk meja restoran tempat dia duduk menunggu dengan tidak sabar, beberapa kali dia melihat pada ponsel miliknya.
Ini sudah lebih dari setengah jam dia menunggu, tapi wanita yang dikatakan Ibunya akan datang belum juga kelihatan.
Dia juga sudah menghabiskan dua cangkir kopi, sambil sesekali melihat pada gawainya untuk melihat beberapa pesan masuk.
[ Cewek itu pakai baju biru, kulitnya putih badannya tinggi ]
[ Ibu sengaja ngak kirim fotonya biar kamu penasaran, tapi dia sudah tahu siapa kamu ]
[ Sudah Ibu kasih lihat foto kamu sama dia, cewek itu pasti suka sama kamu Karena kamu itu kan anak Ibu yang paling ganteng sedunia].
Pesan Ibunya terlalu berlebihan menurut Rama, dan hasilnya dia menjadi kesal sendiri karena menunggu.
Beberapa kali dia melihat ke arah pintu masuk di restoran berharap ada wanita muda berbaju biru masuk.
Dia hampir putus asa karena menunggu dan bermaksud pergi meninggalkan restoran saat melihat pintu restoran itu terbuka.
Seorang gadis cantik dengan pakaian midi dress tanpa lengan, berambut panjang yang di ikat ekor kuda yang di ikat asal-asalan masuk.
Rama tidak hanya terkejut tapi juga terpaku melihat gadis itu, apalagi saat melihat wajah natural tanpa makeup dengan rona pipi berwarna merah semu karena panas matahari.
Itu dia! Apakah itu dia? Tapi benarkah itu dia?
Rama langsung berdiri ingin berjalan mendekati tapi langkahnya langsung terhenti ketika melihat seorang pemuda datang dan memeluk bahu gadis itu kemudian mereka tersenyum terlihat bahagia.
Gadis dan pemuda itu duduk tak jauh dari tempat Rama berdiri.
Gadis itu duduk menghadap kearah Rama yang membuat pria itu bisa melihat jelas wajah cantik itu.
Itu benar dia, Rama merasa yakin dengan terus memperhatikan wajah cantik yang senyumnya tidak pernah lepas dari bibir, akhirnya gadis itu menyadari dengan tatapan itu melihat ke arah Rama dan mata mereka bertemu.
Cukup lama diantara mereka terpaku saling memandang sampai tak sadar Rama menarik ujung bibirnya membentuk senyum kecil yang jarang dia lakukan.
Gadis itu terlihat tersipu malu dan menundukkan kepalanya, tapi senyum di wajah Rama menghilang saat pemuda yang bersama gadis itu berpaling dan melihat Rama dengan tajam.
“Rama ya?” sapa seorang wanita yang berdiri di sampingnya.
Rama dengan enggan mengalihkan pandangannya dan melihat seorang wanita dengan pakaian super ketat juga seksi berwarna biru gelap menyapanya.
“Ya, saya Rama,” sahut Rama mengulurkan tangannya.
“Saya Nindita, saya yang punya janji bertemu sama kamu,” kata wanita sambil memperhatikan penampilan Rama dengan tatapan menilai setelah itu langsung duduk tanpa menghiraukan uluran tangan Rama.
“Kamu terlambat datang lebih dari setengah jam” ujar Rama juga seperti tidak peduli kemudian melihat jam yang ada di pergelangan tangan.
“Saya punya urusan yang tak bisa ditinggalkan,” kata Nindita sambil melambaikan tangan memanggil pelayan untuk memesan minuman.
“Kenapa kamu tidak mengabari kalau datang terlambat?” tanya Rama.
“Saya lupa,” sahut Nindita mengibaskan rambut panjang yang di biarkan tergerai.
Rama mendengus kesal, melipat tangan di dadanya dia memandang pada wanita itu dengan tajam.
“Kau lupa?” Rama mengangkat sebelah alisnya dengan heran.
“Ya, dan lagian kau di sini masih menunggu kan?” tanya Nindita sambil melihat ponsel miliknya.
“Seharusnya kau senang karena aku masih datang walaupun itu terlambat,” lanjut Nindita dengan nada sombong.
“Kenapa kau pikir aku masih senang walaupun kau datang terlambat?” tanya Rama.
“Karena aku adalah wanita yang sangat sibuk, tapi masih sempat datang untuk melakukan ini,” kata Nindita sambil sibuk dengan ponselnya.
“Jadi kau adalah wanita yang sibuk?” tanya Rama sinis.
“Ya,”
“Kalau begitu kenapa kau masih datang padahal kau sangat sibuk?”
“Karena kata Tanteku pria yang akan aku temui itu pria yang memenuhi semua kriteriaku selain tampan, mapan dan juga adalah orang yang sangat penting pemilik perusahaan besar.”
“Tapi ternyata kelihatannya..” Nindita tidak melanjutkan ucapannya sambil menatap Rama cukup lama.
Sementara Rama menunggu wanita itu melanjutkan kalimatnya.
Wanita itu kemudian tertawa meremehkan, “ternyata dari penampilanmu saja terlihat kau itu seperti apa.”
“Seperti apa?”
“Ya seperti biasa-biasa saja, bukan orang penting yang seperti di katakan oleh Tanteku,” jawab Nindita lugas, “Terlalu di lebih-lebihkan.”
Nindita sekali lagi melihat penampilan Rama yang mengenakan kemeja berwarna abu dengan lengan digulung, celana hitam dan sepatu olahraga yang lama terlihat kusam.
“Sayang sekali kalau begitu, ternyata saya di luar ekspektasi yang kamu bayangkan?” tanya Rama.
“Ya benar, ternyata kamu itu di luar dari syarat yang aku inginkan,” kata Nindita.
“Di luar syarat?”
“Ya, kalau kau tidak tampan tak masalah, tapi paling tidak kau itu harus kaya dan punya banyak uang,” kata Nindita dengan nada masih meremehkan.
“Kenapa begitu?”
“Karena biaya untuk hidupku sangat mahal,” jawab Nindita sombong.
“Sayang sekali, sepertinya aku tidak bisa memenuhi syaratmu itu, aku tidak kaya dan tidak punya banyak uang,” jawab Rama.
“Jadi bukankah ini jadi sia-sia karena aku tetap datang ke sini?” tanya Nindita mengejek.
Rama mengangguk, “Ya sia-sia.”
“Baiklah kalau begitu, aku harus pergi karena masih ada keperluan lain,” kata Nindita berdiri dan siap beranjak pergi secepatnya.
Rama pun tak peduli dengan sikap wanita itu, dia melambaikan tangan untuk memanggil pelayan, meminta nota.
Pelayan datang membawa nota dan Rama mengeluarkan kartu berwarna hitam dari dalam dompetnya.
Nindita yang sudah berdiri ingin meninggalkan Rama melihat pada kartu itu dan dia terkejut saat melihat benda itu.
Saat Nindita ingin bicara dengan Rama pria itu berpura-pura sibuk dengan ponsel miliknya berjalan berlalu melewati Nindita.
“Halo Mr Owen, How are you? So glad that you contacted me now.”
“Of course our conversation yesterday must be continued.”
Dan ketika Rama melewati gadis yang tadi di tatapnya saat masuk, dia berhenti sebentar menatap wajah gadis itu memberi sekilas senyum yang di balas dengan tatapan yang sama kemudian gadis itu menundukkan kepalanya dengan senyum tersipu dan pria setelahnya ia pun berlalu pergi.
Itu memang dia, pria itu merasa yakin dengan senyum kecil di sudut bibirnya.
**NZ***
Rama tiba dikantor dengan hati yang kesal, dia langsung pergi ke ruang kerja Danu.
Terkejut dengan kedatangan Rama yang datang dengan wajah marah membuat Danu penasaran.
“Bagaimana dengan kencannya?” tanya Danu.
“Itu bukan kencan,” jawab Rama.
“Jadi di sebut apa?”
“Tidak di sebut apa-apa.”
“Berjalan dengan lancar tidak?”
“Tidak.”
“Kenapa tidak?”
“Karena setelah menunggu lebih dari setengah jam, hasilnya mengecewakan.”
“Siapa yang dikecewakan, kamu atau wanita itu?”
“Wanita itu “
“Kenapa dia kecewa?”
“Karena aku tidak memenuhi syarat yang diinginkan olehnya.”
“Ha! Syarat? Syarat apa?”
“Wanita itu bilang, aku tak harus tampan tapi paling tidak aku harus kaya dan punya banyak uang juga orang yang penting pemilik perusahaan.”
“Jadi aku jawab sayang sekali aku tidak punya itu semua.”
“Apa? Tapi kau kan ..” Danu hanya bisa melongo saat Rama mengatakan hal itu.
Tapi kemudian tawa Danu meledak, dia terpingkal-pingkal mendengar semua perkataan Rama.
“Edan kamu Ram!” kata Danu tak berhenti tertawa.
“Biar saja, lebih baik aku bilang begitu jadi aku tahu setulus apa wanita itu padaku,” kata Rama dengan raut wajah kaku dan terlihat serius
“Betul juga itu, tapi Bude Tri pasti sangat sedih karena ini gagal lagi,” kata Danu sambil membayangkan wajah Ibunya Rama.
“Biarlah,” kata Rama berjalan hendak pergi meninggalkan ruang kerja Danu
“Rama,” panggil Danu.
“Apa?’” tanya Rama.
“Tentang karyawan baru yang rekomendasi temanku dari Jerman, kamu mau lihat dulu tidak data pribadinya?” tanya Danu.
“Nanti saja, “ sahut Rama terdengar malas.
“Sebaiknya kamu lihat dulu, rencananya Senin ini aku bakal suruh dia datang buat interview,” jelas Danu.
“Ini sebaiknya kamu lihat dulu,” kata Danu lanjut.
“Nanti saja, Senin kalau dia datang saat interview sekalian,” jawab Rama sambil berjalan keluar ruangan itu.
“Tapi Rama..” kata Danu tapi tak meneruskan karena Rama sudah menghilang di balik pintu.
Kemudian Danu memandang file dari pelamar kerja di perusahaan mereka.
“Elsa Zaila, nama yang cantik seperti orangnya,” kata Danu memandang foto yang terlampir bersama data pribadi yang lain.
Sementara Rama kembali ke ruang kerjanya, dia pun duduk di kursinya kemudian melepaskan kacamata miliknya mulai memijit pangkal hidungnya.
Rama pun membuka layar ponsel miliknya dan di sana terlihat wajah cantik sedang tersenyum.
Tidak lama pun Rama ikut tersenyum karena untuk pertama kalinya dia mengambil gambar seorang wanita dengan diam-diam.
Akhirnya Abang lihat kamu lagi.
Tapi sepertinya kamu sudah tidak kenal Abang lagi, padahal baru empat tahun lebih kita tidak ketemu.
Adik Abang ternyata baik-baik saja sekarang.
Semoga kita ketemu lagi dan Abang harap kamu ingat siapa Abang sekarang.
Rama terus membatin sendiri sambil terus memandang wajah yang tampak di layar ponsel miliknya.