BAB 7
OLIVE
Olive...
"Apa tuan putri sudah di temukan? "
Sambut ibu begitu ayahku memasuki pintu, seolah hanya kabar itu yang ditunggunya sepanjang hari.
Aku sendiri masih mengaduk sup encer di mangkukku, saat melihat ayahku menarik kursi di ujung meja, dari wajah lesunya aku sudah bisa menebak sepertinya sang Putri cukup pintar bersembunyi.
Ayahku bekerja di istana tapi jangan bayangkan perisai atau pedang yang akan membuatnya nampak gagah, karena yang dia bawa sehari-hari hanyalah tali tambang pengikat leher kuda, tentu saja karena ayahku hanya bekerja mengurus kuda-kuda istana. Karena itu meskipun Raja Roland mengumumkan keseluruh rakyat bahwa tuan Putri sedang sakit, keluargaku tau Putri bukan sakit atau diculik dia benar-benar kabur.
Tadinya aku sempat hawatir Ayahku yang sudah renta itu akan ikut disalahkan, karena bagaimanapun Putri kabur menggunakan kuda yang seharusnya di jaga olehnya.
"Olive kau mau kacang? " ibuku coba menawarkan sup kacang yang baru di tuangkannya kemangkuk Ayahku, aku menggeleng.
"Menurut Ayah bagaimana jika Putri tidak pernah ditemuka?" tanyaku tiba-tiba.
"Jangan mimpi, meskipun pangeran Artur tidak jadi menikah dia tetap tidak akan melirik gadis sepertimu! " sahut Dominik seolah meludah di mukaku.
Sial, kutatap wajah acuh saudaraku yang masih tak menghiraukan kemarahanku.
Aku hampir lupa, mulut Dominik memang susah di jaga, hanya orang bodoh yang meladeninya. Dia kakak laki-lakiku, kuharap aku memiliki saudara yang lebih baik dari pada pria pemabuk yang mungkin juga tega menjualku hanya untuk beberapa botol anggur.
"Kenapa kau masih menatapku anak kecil?"
"Tutup mulutmu! " bentakku, membuat ayah mulai ikut memperhatikan perdebatan kami.
Dominik pura-pura sibuk kembali menajamkan ujung anak panah menggunakan pisau tangan berukir yang dulu di berikan ayah kami saat usianya delapan belas tahun. Ayah memberikan benda berharga itu untuknya, dan sekarang hanya dia gunakan untuk meraut anak panah yang akan dia gunakan untuk berburu rusa yang akan di tukarnya dengan arak murahan dan beberapa gadis kotor jika dia beruntung.
"Berhentilah bermimpi !" ejeknya, belum menyerah untuk mulai memprovokasi ku.
Aku sudah hampir melompat dari tempat dudukku andai saja tidak ingat ayahku ada di meja yang sama. Hanya dia satu-satunya pria baik yang tersisa di dimuka bumi ini, dan ibu memberinya dua anak di usianya yang sudah tidak muda lagi, hal paling mustahil yang tidak akan pernah kupikirkan. Karena aku tau semua laki-laki sama barengseknya dengan Dominik, kecuali satu tentu saja Pangeran Artur. Dalam hati aku mulai kembali mengutuk kebodohan Putri Aurora yang lari dari pria sebaik Pangeran Artur.
Kadang hidup memang tidak adil setelah kekasihnya mati di bunuh saudaranya sendiri, dan kali ini Putri yang bodoh kabur dari pernikahannya.
Aku tidak ingin memimpikan seorang Pangeran Arthur akan menyukai gadis sepertiku, tapi bukannya aku tidak pernah menghayal, mungkin sama seperti yang di pikirkan seluruh gadis di penjuru negeri ini, semuanya pasti pernah memimpikan memiliki pangeran berkuda putih seperti Pangeran Artur, yang baik dan rupawan itu.
Aku hanya anak gadis seorang pengasuh kuda dan bukan siapa-siapa, gadis yang hanya akan memakan semangkuk sup encer dari kacang rebus sepanjang hidupnya, yang aku yakin Pangeran Artur bahkan tidak pernah tau makanan seperti ini pernah ada.
Dominik masih melihat ke arahku.
"Apa yang kau lihat! " bentakku.
"Sepertinya kau sudah cukup dewasa," tanpa melanjutkan kata-katanya Dominik masih melihatku, mengawasi lebih detai tepatnya.
"Cukup, kau membuatku marah Dominik! " aku bangkit dari tempat dudukku untuk mencuci mangkuk dan berniat langsung menuju ke kamarku. Saat aku melintas di depan Dominik, dia justru kembali bicara.
"Mungkin kau akan sedikit berharga jika mau sedikit belajar berdandan Olive."
Sumpah dia sedang mengejekku dengan seringainya itu, "Mungkin akan ada beberapa temanku yang mau melirikmu."
Benar-benar menguras kesabaranku, tanpa diduganya aku sudah menerjang tubuh Dominik, menyambar pisau kecil yang tadi digunakannya untuk menyerut ujung anak panah. Kali ini pisau itu sudah menempel di antara ceruk di bawah tenggorokannya.
"Kau bisa membunuhku berengsek kecil!!! "
"Kau takut! " aku tidak pernah merasa semarah ini sebelumnya, tapi Dominik benar-benar keterlaluan, aku masih ingat bagaimana dua minggu lalu dia hampir mencelakaiku andai saja Pangeran Artur dan pengawalnya datang tiba-tiba. Tentu mereka datang bukan untukku, mereka hanya sedang lewat dan tidak suka dengan kegaduhan yang di ciptakan Dominik dan teman-temannya, kakaku sendiri menjadikanku bahan taruhan.
"Aku tidak tau kenapa Tuhan menciptakan manusia sepertimu dan teman-temanmu itu," desisku dengan gigi berkerat saat berbisik di telingan Dominic.
"Hentikan Olive kau bisa benar-benar melukai saudaramu," kali ini ayahku yang bicara, ayahku jarang sekali menegurku karenanya aku tidak bisa membantah dan memilih meletakkan pisauku.
"Kau semakin liar Olive," Dominik berusaha membenahi posisi duduknya setelah tadi sempat terjengkang saat aku tiba-tiba menerjangnya.
Aku pergi meninggalkan berengsek Dominik yang tidak akan berhenti mengejekku.
Kuingat lagi saat Pangeran Artur menolongku beberapa minggu lalu, itu benar-benar kejadian paling luarbiasa dalam hidupku. Tidak pernah kulihat manusia menawan dan sebaik Pangeran Artur, mungkin dia memang keluar dari negeri dongeng. Oh.. Tidak..., tiba-tiba aku menggeleng Nort Kingdom bukanlah negeri dongeng tentu saja, negeri Utara adalah neraka yang di penuhi iblis-iblis jahat pengabdi setia Raja terkutuknya.
*****