BAB 6
Kepala Mara terasa sangat berat, meski matanya sudah mulai terbuka tapi gadis itu masih enggan untuk meninggalkan tempat tidur.
Tangannya meraih secarik kertas yang sepertinya sengaja ditinggalkan Theo di atas meja.
Akan kucari beberapa pakaian yang lebih layak untukmu..
Dan aku akan segera kembali..
"Ugh.. Seolah aku merindukannya saja..." Batin mara merasa konyol begitu membaca tulisan tangan Theo barisan.
Tulisannya indah, benar-benar seperti tulisan yang di tulis untuk seorang kekasih setelah melalui malam luarbiasa bersama.
Mara segera meletakkan kembali tulisan tangan Theo tersebut di atas meja sebelum membuat otaknya semakin sinting. Marra memutuskan untuk turun dari tempat tidur untuk sekedar memeriksa keluar.
Dia benar-benar sudah pergi.. Mara kembali mengoreksi, dan telah nyata dirinya benar-benar di tinggal seorang diri, di gubuknkecil, di tengah hutan, pula. Tapi entah kenapa? bukannya takut Mara justru hanya ingin tidur lagi, tidak pernah dia merasa sepemalas ini, tulang-tulangnya serasa ikut mencair. DEngan mengabaikan rasa laparnya, gadis itu kembali merangkak ke atas tempat tidur dan baru kembali terbangun saat matahari sudah lebih tinggi. Marra akhirnya keluar juga dari bilik kamarnya berjalan coba mencari bak mandi untuk membersihkan diri, dan tidak memukan apapun kecuali pancuran air dengan ember kecil.
Mara tidak ingin mandi di pancuran air seperti itu, tapi ini jauh lebih baik dari pada dia harus menyeburkan tubuhnya kedalam danau di belakang rumah yang jelas orang seperti Theo akan lebih menyukainya. Mungkin itu alasannya kenapa dia tidak memiliki kamar mandi. Konyol nya, kenapa Mara justru mulai membayangkan d**a telanjang pemuda itu yang sedang berenang di tepian danau. Marra coba menggelengkan kepalanya berulang kali karena merasa mungkin dirinya masih mabuk setelah semalam.
karena tidak memiliki pilihan, Marra segera membersihkan dirinya dengan cepat dan segera mengganti bajunya dengan baju yang sudah Theo tinggalkan di atas pesan singkatnya tadi.
Hampir tengah hari saat Theo kembali membawa beberapa pakaian dan makanan, dia juga membawa roti seperti kemarin.
"Kau suka? "
Mara mengangguk, ternyata Mara merasa menyukai roti itu meskipun tidak sedang terlalu lapar.
"Aku tidak tau darimana kau mendapatkannya? "
"Tenanglah, aku tidak mencuri untuk itu."
"Aku serius, aku tidak pernah menemukan roti seenak ini pernah dibuat di kota."
"Kau berlebihan, Mara."
Jujur Marra agak kesal dengan tanggapan Theo yang selalu acuh dengan keseriusannya.
Mara segera berganti pakaian dengan pakaian barunya, tidak buruk. Ternyata Theo cukup pintar untuk memilih pakaian yang dilengkapi dengan celana panjang di dalamnya sehingga Marra tetap leluasa bergerak atau menunggang kuda. Sialnya Mara sadar dia nampak benar-benar seperti seorang wanita di balut pakaian yang melekat ketat di tubuhnya tersebut.
"Sudah kubayangkan pakaian itu akan sangat pas di tubuhmu."
"Jangan bilang kau membayangkan bentuk tubuhku saat kau memilihnya tadi."
sial ! kutuk Marra dalam hati karena sepertinya bukan hanya dirinya saja yang membayangkan hal macam itu tadi.
Theo masih mengoreksi pakaiannya dan tersenyum, jujur Mara mulai khawatir ini akan berjalan buruk, karena sepertinya Mara juga mulai menyukai senyum pemuda itu.
"Ingat Mara dia hanya pemuda yang tega mencuri hanya untuk bersenang-senang," otak waras Mara kembali mengingatkan, "simpan hatimu baik-baik, gadis bodoh !" sampai ingin sekali rasanya Mara menendang kaki meja di depannya.
*****
mari luangkan untuk memberi dukungan untuk cerita ini, kasih Like sebagai hadiah yang sangat berharga buat penulis