7. Teh Racikan Khusus

1482 Words
“M—Mas Atlantis ....” “Udah, pake semua. Wanita kampung yang sakit karena leher, tangan, dan juga kakinya kebanyakan perhiasan. Lebih mulia ketimbang mereka yang kena tipes karena kurang gizi atau malah nahan sakit hati, Ay!” Masih tentang perhiasan. Ayana yang belum terbiasa memakai perhiasan, hanya berani memakai satu gelang dan satu cincin emas. Namun, Atlantis yang mengetahuinya langsung mengajak istri dadakannya itu masuk ke dalam kamar. Atlantis dengan sengaja memakaikan tiga kalung di leher Ayana. Dua gelang masing-masing di tangan Ayana. Cincin di setiap jari. Juga dua gelang kaki di masing-masing kaki Ayana. Selama pemakaian perhiasan yang Atlantis lakukan. Dari luar, Aishar yang datang dengan tampang kacau dan matanya merah basah karena menangis, makin ngenes saja. Kenyataan kedua jendela kayu kamar Ayana yang masih terbuka sempurna, menjadi alasan Aishar menyaksikan interaksi Ayana dan Atlantis. Interaksi yang bagi Aishar terlalu manis, tapi juga sukses membuat hati maupun kehidupannya seolah kebakaran dadakan. “Shar, ... di rumah Ayana heboh banget. Ternyata suami dadakan Ayana memang kaya raya, Shar! Mau bikin acara syukuran sekaligus rame-rame panjat pinang berhadiah fantastis tuh. Ini, aku sama anak-anak juga mau bantu-bantu. Acara pesta bebas buat siapa saja, Shar. Semuanya boleh makan sepuasnya, mana ada sate dan gulai kambing! MANTAP!” Sekitar lima belas menit yang lalu, kabar tersebut Aishar dengar dari anak buahnya. Sementara kini, menggunakan kepala dan kedua matanya sendiri, Aishar sungguh membuktikannya. Di rumah wanita yang petang kemarin ibu Aishar hina habis-habisan, tengah ada persiapan pesta akbar. Semuanya tampak sangat bersuka cita. Mereka yang sedang bantu-bantu di sana tampak sangat menikmati kesibukan mereka. Apalagi di tengah kesibukan tersebut, suguhan minuman dan juga makanan, amat sangat memanjakan perut. Namun dari semua fakta yang sangat berbeda tiga ratus enam puluh derajat dari kehidupan Ayana sekeluarga. Yang paling membuat Aishar tertampar tentu kebersamaan Ayana dan Atlantis di dalam kamar sana. Di tengah terik mentari yang sedang panas-panasnya. Aroma kambing bakar yang begitu harum. Kebersamaan di dalam kamar Ayana sungguh menghancurkan hati Aishar hingga tak berupa. “Mas, ...?” panggil Ayana kepada Atlantis yang masih jongkok di hadapannya. Atlantis tinggal memasangkan gelang kaki di kedua kaki Ayana. “Hm ...?” refleks Atlantis berdeham sangat lembut sambil fokus memasang gelang kaki. “Penelitianku membuktikan, bahwa orang kaya gadungan dan orang stres alias orang enggak waras. Bedanya sangat tipis, Mas!” balas Ayana dan melah membuat Atlantis menertawakannya. Atlantis beranjak dan belum bisa menyudahi tawanya. Ia merasa sangat geli dengan ucapan sang istri dan membuatnya menggeleng beberapa kali. “Aku buktikan. Ini aku mau ngaca!” ucap Ayana segera melipir ke sebelah. Di sana ada cermin rias cukup besar yang menghiasi dinding dan keberadaannya tidak begitu jauh dari jendela. “Kan ... lebih cantik kalau dipakainya giliran. Satu-satu gitu,” ucap Ayana sambil menatap Atlantis yang baru saja menghampirinya. “Lihat, jariku mirip jari-jari pengoleksi jimat berupa perhiasan!” Atlantis yang memiliki humor receh tinggi, tidak bisa untuk tidak ngakak. Meski ketika akhirnya Atlantis memergoki Aishar di depan sana, dirinya buru-buru menutup jendela. “Eh, ... sebentar. Jangan ditutup dulu! Aha!” batin Atlantis. Seolah Tuhan memberi Atlantis kesempatan untuk meremukkan hati Aishar seremuk-remuknya. Atlantis tak jadi menutup jendela di hadapannya. Jendela yang juga menjadi alasan Aishar melihat kebersamaan Atlantis dan Ayana dengan leluasa. Terlebih dulu, sebelum jadi menutup jendela, Atlantis sengaja membingkai wajah Ayana menggunakan kedua tangannya. “I-ini, apa ini?” panik Ayana bersama jantungnya yang seolah langsung mendadak loncat-loncat. Selain itu, kedua mata Ayana juga jadi menatap takut Atlantis. “Di luar ada Aishar. Ternyata, Aishar sedang memperhatikan kita. Kita harus melakukan sesuatu. Kamu ikuti saja aku, aku janji semuanya aman!” lirih Atlantis meyakinkan. Ayana makin panik saja. “Hah? Percaya ke kamu? Kamu kan ada gila-gilanya," ucap Ayana yang hanya bisa mengucapkannya di dalam hati. Di mata Aishar, apa yang akan terjadi di hadapannya, lebih tepatnya yang akan terjadi di dalam kamar Ayana. Tentu mengenai Atlantis yang sangat tidak sabar untuk mengeksekusi Ayana. Lihatlah, betapa bangga dan semangatnya Atlantis mengabsen wajah, kepala, maupun leher Ayana dengan kecupan menggebu-gebu. “Nyium istri kok kayak menabuh kendang!” batin Aishar refleks menunduk lemas. Sebab pada akhirnya, Atlantis menutup tuntas jendela kamar Ayana. Sudah bisa dipastikan, apa yang akan Atlantis lakukan kepada Ayana. Waktu yang sedang terik-teriknya. Maupun kondisi rumah yang sedang ramai-ramainya. Dirasa Aishar, tak menjadi penghalang bagi suami Ayana. Terlebih selain Atlantis sudah bebas melakukannya. Laki-laki mana yang tahan membiarkan Ayana lama-lama? Ayana terlalu sayang untuk didiamkan. “Hah! Akhirnya ... aku ngantuk. Aku tidur dulu biar batreku jadi full dan nanti malam, aku bisa lebih bikin Aishar stroke bahkan ayan!!” ucap Atlantis tanpa tahu, lawan bibirnya mendadak linglung bahkan seolah amnesia dadakan. Kejadian yang berlangsung sangat cepat tersebut, sukses membuat seorang Ayana linglung. “Itu ... itu, tadi apa yang terjadi?" batin Ayana masih berdiri di depan jendela kamarnya. Jendela kamar yang kali ini sudah tertutup rapat. Suasana di dalam kamar Ayana, jadi terbilang gelap. Karena pintu kamarnya saja sengaja ditutup bahkan kunci. Tak ada lagi sumber cahaya di sana, selain sela langit-langit kamar yang belum sampai dipasang. “Mmm, ... alamatnya bisa tidur pulas. Itu, tadi ekspresi si Ayana, lucu banget!” batin Atlantis. Sambil meringkuk membelakangi Ayana, Atlantis jadi senyum-senyum sendiri. Lain halnya dengan Ayana yang merasa rugi karena wajah, kepala, bahkan lehernya sudah diabsen oleh bibirnya Atlantis. “Mau bilang rugi, ... ini perhiasan saja sampai bikin badanku pegal,” batin Ayana. ••• Semuanya hampir sesuai rencana. Acara syukuran yang disusul dengan acara panjat pinang, benar-benar meriah. Bukan hanya tetangga saja yang datang menjadi peserta. Karena dari RW sebelah bahkan kecamatan yang sama, juga berdatangan. Sebagai tuan rumah, serta agar makin meyakinkan, Ayana dan Atlantis nyaris tidak pernah berjauhan. Apalagi Aishar dan teman-temannya nekat datang. Hanya saja, rombongan Aishar dan pemuda kampung menuntut adanya minuman oplosan untuk melengkapi acara. Hal yang dianggap biasa oleh warga sana, tapi dengan tegas Ayana melarang. “Mau ngamuk? Kalian enggak terima dan merasa tersinggung? Oke, aku lapor polisi!” tegas Ayana tak segan menentang. Ia berdiri sambil bersedekap dan membuat Atlantis yang masih duduk di sebelahnya, menganggapnya badas. “Demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Kami sepakat untuk tidak menyediakan yang begitu. Makan dan minum yang sekiranya sudah disediakan saja. Lihat, di sebelah, prasmanan masih full. Bahkan acara panjat pinang saja masih berlangsung,” ucap Atlantis terdengar tenang bahkan di telinganya sendiri. Ia tak sampai meledak-ledak layaknya Ayana. Aishar yang duduk di kursi sebelah Ayana, diam-diam akan mengambil gelas berisi teh manis milik Ayana. Ia melakukannya dengan hati-hati, seolah dirinya tak berniat mengambil gelas berisi teh milik Ayana dan masih tersisa setengah lebih. “Ayana, masuk!” ucap pak Supri yang awalnya menemani warga di acara panjat pinang. Di pekarangan sebelah halaman rumah orang tua Ayana, di tengah malam yang makin larut, acara panjat pinang belum selesai. Apalagi, hadiah utama berupa kulkas dan televisi belum berhasil didapatkan. Alasan pak Supri meminta putrinya masuk karena pria itu paham tensi emosi putrinya. Jangankan pemuda kampung yang berniat rusuh dengan dalih minuman untuk pelengkap acara. Ibu Sharmila saja, tak segan Ayana banting karena berani bertingkah. Tanpa pikir panjang, Ayana pergi dari kebersamaan. Begitu juga dengan Atlantis yang menyusul. Kepergian Ayana yang tak sampai meminum habis teh manis yang ia geser saja, sudah membuat Aishar bengong. Apalagi ketika teh tersebut justru diminum habis oleh Atlantis. “Hih, ... ini teh kenapa sih. Kok pengar beda dari punyaku dan tadi aku puji-puji seger? Ada alkoholnya, kah?” pikir Atlantis jadi merem melek. Dengan refleks, tatapannya tertuju kepada Aishar. Pemuda itu langsung ketakutan hanya karena ia tatap. “b******n! Dia ...? Dia macam-macam ke minuman Ayana?” batin Atlantis yang bergegas mempercepat langkah. Atlantis menyejajarkan langkahnya dengan Ayana, kemudian merangkul punggung istri dadakannya itu erat. “Kepalaku pusing loh. Itu tadi tehnya aneh. Kalau dicampur sereh dan air perasan jeruk nipis, rasanya enggak gitu, kan?” ucap Ayana. Atlantis yang menyimak dan menatap saksama kedua mata Ayana, refleks teringat ekspresi ketakutan dari Aishar, ketika ia tatap. “Rasa teh Ayana memang beda dengan tehku. Jangan-jangan, teh Ayana memang sudah dimacam-macam sama kurcaci Aishar! Fatalnya, Ayana minum, aku ya ikut minum dan sengaja ngabisin!” batin Atlantis. Masuk ke dalam kamar, yang langsung Atlantis lakukan ialah mengunci pintu maupun jendela. “Biar nanti aku yang tidur di lantai. Kamu yang di tempat tidur saja," sergah Atlantis ketika Ayana sudah bersiap menaruh bantal di lantai sebelah kasur lengkap dengan dipan. “Mas yakin?” lirih Ayana yang mulai sulit mengontrol diri. “Kok aku jadi gini? Pusing, enggak jelas!” batinnya. “Gimana aku bisa boyong Ayana, dan bikin aku yang menghabiskan malam dengan Ayana. Sementara anak-anak bertugas mengamankan Atlantis. Kalau mereka berdua justru masuk ke dalam kamar? Yang ada justru nikmat buat mereka, gagal buat aku yang sudah susah payah meracik teh itu! Sial!” batin Aishar. Kedua tangannya yang mengepal kencang refleks memukul meja kayu dan satu set dengan tratag hajatan di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD