Sang Iblis

1601 Words
Alena mengenakan pakaian yang disediakan oleh pihak kerajaan. Sebuah dress selutut yang sopan dan anggun. Sangat bukan tipe pakaian Alena namun karena sudah diputuskan oleh pihak kerajaan maka ia memakai apa yang diberikan. Jadwal pagi ini adalah sarapan bersama. Alena melihat Nuri dan memutuskan duduk di samping wanita itu. Nuri tersenyum saat melihat Alena menarik kursi di sebelahnya. “Hai, Len.” “Hai. Gimana, tidur kamu nyenyak semalam?” Nuri mengangguk dengan antusias. “Kamarnya indah, bangunan kastilnya mewah. Apalagi aku juga ngga sabar ketemu sama raden mas.” Bisik Nuri agar tidak terdengar oleh peserta lain. Alena menahan dirinya untuk tidak mengatakan bahwa ia sudah bertemu Radit lebih dulu semalam. Ia hanya tersenyum menanggapi ocehan Nuri. Beberapa waktu kemudian, ia melihat Radit memasuki ruangan dengan ekspresi datar. Pria itu bahkan tidak menyambut para kontestan seperti yang dilakukan ratu sebelumnya. Alena mengerutkan kening melihat sikap pria itu. yang berada di dalam ruangan ini adalah calon istrinya namun pria itu sama sekali tidak menaruh perhatian pada mereka. Termasuk dirinya. Pikir Alena. “Selamat pagi mas.” Sapa wanita berbaju kuning yang jika Alena tidak salah ingat, berasal dari Sumatera. Radit mengangguk kaku lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh peserta. Radit menatap Alena lebih lama dari kontestan lain namun tidak menunjukan perbedaan yang berarti karena pria itu juga tidak berbicara apapun setelahnya. Mereka melanjutkan sarapan pagi dengan hening. Radit sepertinya tipe pria yang tidak suka berbicara saat makan. Entahlah. Alena juga sibuk menghabisi hidangan untuk membayar jatah makan malam yang tidak ia dapatkan semalam lantaran niatnya terganggu oleh Radit. Setelah semua hidangan disajikan dan Radit menyantap habis yang diberikan pelayan. Ia berdiri lalu berdeham seolah ingin semuanya memperhatikan dirinya padahal sedikit gerakan darinya saja sudah pasti mengundang perhatian dari para peserta. Derit kursi terdengar saat pria itu memundurkan benda tersebut agar memberi ruang. “Saya akan menemui kalian satu persatu, hari ini.” Radit memandang seluruh peserta lagi, lalu kembali ke ALena. “Keputusannya akan keluar esok hari. Tiga orang akan dipulangkan dari sini. hanya dua yang akan saya pilih untuk proses selanjutnya agar saya dapat fokus mencari mana yang terbaik diantara kalian.” Ucap pria itu, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh ibunya di hari pertama kedatangan mereka. “Saya akan memulai dengan peserta bernama Nuri. Temui saya satu jam lagi di ruang baca.” Suara tarikan napas terkejut terdengar jelas dari telinga Alena. Setelah pria itu mengumumkan berita itu, ia pergi meninggalkan ruangan. Alena tiba-tiba saja merasakan cengkraman di tangannya. “Len, gimana nih?” Alena iri pada Nuri karena sebentar lagi akan menghabiskan waktu berdua dengan Radit namun ia tersenyum untuk menyemangati teman barunya itu. “Kamu pasti bisa. Raden mas akan suka sama karakter kamu.” Ucapnya meyakinkan hati Nuri. Bagaimanapun wanita itu memang memiliki kepribadian yang ramah. Setelah acara sarapan dibubarkan, masing-masing peserta kembali ke kamar menunggu gilirannya untuk dipanggil. =-= Entah bagaimana Alena dapat bertahan selama ini di dalam kamar. Hari sudah menjelang malam namun masih belum ada orang yang memanggilnya untuk bertemu dengan pangeran. Membuatnya kesal dan tidak sabar. Alena melihat jam kecil yang bertengger di atas nakas samping tempat tidurnya. Ini sudah larut malam. Berjam-jam ia memikirkan keputusan bodohnya ini. hanya karena ia terobsesi ingin mendekati pangeran itu, ia menjadi bodoh. Untuk apa ia rela mengorbankan kehidupannya demi mengikuti kontes ini? padahal sungguh mati ia tidak tertarik dalam kehidupan kerajaannya. Orangtuanya justru berbanding terbalik dengan Alena. Mereka mendukung putrinya melakukan kebodohan ini karena inilah yang diinginkan Ayah dan Ibu Alena. Menjadi seseorang yang memiliki kedudukan di masyarakat. Walaupun mereka pengusaha, mempunyai banyak uang namun tetap saja haus kekuasaan. Alena sudah membulatkan tekad. Ia akan berhenti dari acara bodoh ini. siapa yang peduli pangeran itu akan menikahi wanita mana? Alena tidak akan peduli. Ia akan menganggap rasa penasarannya pada pria itu hanya karena sebatas gadis perawan yang memiliki keingintahuan lebih tinggi. Ia bisa mendapatkan itu dari pria lain jika dirinya mau. Mengapa harus bertindak sejauh ini demi memuaskan rasa penasarannya pada seorang pria? Kakinya menyentuh permukaan lantai yang dingin, mengenakan sandal rumah yang disediakan kerajaan. Ia memutuskan akan mencari pria itu malam ini dan mengutarakan keputusannya bahwa ia akan berhenti dan keluar dari sini. jika bisa, malam ini juga. Seperti biasa, ruangan di dalam istana pada jam-jam seperti ini memang selalu sepi. Alena tidak tahu harus pergi kemana untuk mencari Raditya namun karena kemarin ia bertemu pria itu di bagian belakang istana maka kesana lah kakinya melangkah. Alena sudah berada di luar bangunan untuk menuju gedung belakang dari istana ini. terpisah oleh taman yang luas, keberadaan gedung itu memang sedikit agak jauh. Penerangan di taman itu sedikit redup, jika tanpa bantuan terang bulan mungkin Alena tidak dapat melihat bebatuan di sepanjang jalan setapak itu dengan jelas. Angin malam meniup rambut Alena dan membuat kulitnya kedinginan. Untunglah kali ini ia tidak lupa mengenakan mantel berbulu yang cukup tebal untuk menjaga tubuhnya sedikit hangat. Tanpa sadar ia sudah sampai di ujung jalan taman itu. gedung istana bagian belakang sedikit kecil jika dibandingkan dengan gedung lainnya. Arsitekturnya pun terkesan gelap dan menyeramkan seolah tidak ada yang tinggal di bangunan ini. Apa ini area khusus raden mas tinggal? Jika dipikir lagi, bangunan ini sesuai dengan kepribadian pria itu yang mengesalkan. Alena mendengus saat memikirkan lagi tingkah lakunya semalam. Tangan Alena membuka pintu masuk gedung itu dengan perlahan seolah takut akan membangunkan singa tertidur. Ia melongokkan kepalanya ke dalam dan mengedarkan pandangan. Tidak ada siapapun di dalam. Sebaiknya ia pergi. Pikir Alena. Ia tidak ingin terjadi sesuatu. Bagaimana jika tiba-tiba ada seseorang memergokinya dan ia dikira pencuri? Alena bergidik lalu membalikkan tubuhnya. Baru saja ia hendak membalikkan tubuhnya. Alena mendengar suara jeritan. Gerakannya terhenti, tangannya mengurungkan niat untuk menutup pintu itu. Alena melongokkan lagi kepalanya ke dalam ruangan gedung istana yang sepi dan terpencil itu. Terdengar lagi suara dari kejauhan, kali ini bukan jeritan. Lebih terdengar seperti erangan kesakitan. Apa ada seseorang yang terluka di dalam sini? jangan-jangan ini adalah gedung untuk merawat orang sakit? Otaknya berpikir keras memikirkan kemungkinan yang ada. Namun sepertinya tidak mungkin. Jika ada yang sakit, akan lebih mudah mereka mengirimnya ke rumah sakit khusus yang ditunjuk kerajaan untuk menanganinya. Terkutuklah rasa penasaran Alena yang begitu tinggi. Tanpa menunggu lama, tubuhnya tiba-tiba berjalan ke dalam dan mencari sumber suara tersebut. Semakin dalam langkahnya, semakin jelas suara teriakan yang ia dengar. Hingga langkahnya terhenti di depan pintu kayu jati berukuran tinggis dengan ukiran rumit di permukaannya. Alena menempelkan telinga di daun pintu tersebut, ia yakin suaranya berasal dari dalam sini. Alena membuka pintu tersebut dengan perlahan, ia khawati seseorang kesakitan dan membutuhkan pertolongan di dalam sana. Nahas, detik selanjutnya setelah ia melakukan itu, matanya membelalak dan tubuhnya membeku seolah kehilangan tenaga untuk memproses yang ia lihat di hadapannya. Seorang pria dan wanita sedang berada di atas ranjang tanpa busana, bergulat memadukan tubuh mereka berdua dengan sekuat tenaga. Atau awalnya itulah yang Alena percayai. Hingga pada saat gerakan itu terhenti karena salah satu dari mereka menyadari keberadaan Alena. Wanita yang setengah tubuhnya sedang ditindih oleh pria itu menoleh pada Alena, memandangnya dengan tatapan memelas. Cahaya yang temaram awalnya tidak dapat memberikan penglihatan yang jelas untuk ALena. Namun lama kelamaan ia dapat melihat wajah wanita itu dipenuhi memar dan air matanya mengalir. “Tolong..” Rintih wanita itu pada Alena terdengar amat kesakitan. Sadar ada seseorang di dalam ruangan itu, sang pria menghentikan aktivitasnya dan menoleh pada Alena. Alena terkesiap saat mereka bertatap muka. Pria itu, Raditya, sang pangeran. Ia berada di sana menatap Alena dengan tatapan seolah ingin mencabiknya saat itu juga karena mengganggu kegiatan yang sedang ia lakukan tersebut. Pria itu bangkit dari tempatnya. Membuat Alena dapat melihat bahwa kedua tangan wanita itu terikat pada tiang ranjang. Sialan. Pria itu seorang monster yang tidak punya hati. Alena tidak akan menang melawan pria itu. ia harus memanggil bantuan untuk menyelamatkan wanita itu. Radit menarik jubah tidurnya, secepat kilat Alena sadar bahwa pria itu akan menghampirinya maka detik berikutnya ia berlari dari kamar dan keluar dari tempat menyeramkan itu. Di tengah pelariannya menuju gedung istana tempat kamarnya berada, Alena bertemu seseorang yang membawa tumpukan selimut. “Per.. misi.” Ucap Alena dengan napas terengah-engah akibat berlari. Wanita paruh baya itu berhenti lalu mengernyitkan kening bertanya-tanya mengapa ada wanita berlarian di tengah malam seperti ini. “Ada yang anda perlukan, nona?” Alena menggeleng dengan cepat dan tangannya menunjuk ke gedung bagian belakang. “Itu..” Wanita itu menoleh pada arah yang ditunjuk Alena namun masih tidak mengerti. “Ya?” “Ada seseorang yang butuh bantuan. Dia kesakitan.” “Di mana?” tanya wanita itu khawatir. “Gedung belakang.” Ucap Alena cepat. “Wanita itu terluka dan..” “Ssssh..” Wanita di hadapannya menarik Alena masuk lebih dalam. “Jangan berbicara lagi. Sebaiknya anda cepat tidur dan jangan keluar dari kamar pada malam hari.” “Apa?” Wanita itu mendorong bahu Alena dengan pelan, mengarahkannya untuk pergi ke kamar. “Tapi di gedung itu ada..” “Saya tahu tapi akan lebih baik untuk anda jika tidak berbicara apa-apa. lebih baik cepat masuk ke dalam kamar.” Wanita itu menepuk punggung Alena dengan lembut dan mengangguk. “Ayo masuk.” Akhirnya dengan bingung Alena masuk ke dalam kamar dan berusaha untuk tidur. ia kesulitan mencerna apa yang terjadi malam itu. Awalnya ia kira, ia memergoki sepasang kekasih bercinta dengan penuh gairah. Namun setelah beberapa saat diperhatikan, nampaknya hanya pria itu yang menikmati sedangkan si wanita terlihat terpaksa dan kesakitan. Apa pria itu melakukan pemaksaan? Tapi tingkah laku wanita tua tadi pun mencurigakan. Seolah wanita itu tahu apa yang sedang Alena bicarakan. Anehnya lagi, wanita tua itu nampak tidak terkejut sama sekali dengan kejadian yang baru ditemukan Alena.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD