Malam Pertama

2079 Words
Alena kesal namun harga dirinya tersentil dan merasa direndahkan oleh pria itu. Maka akhirnya ia mengambil langkah besar untuk menunjukan apa yang akan pria itu dapat dari dirinya. Alena mendekat dan berhadapan dengan pria itu, ia menatap matanya dengan berani sebelum akhirnya menempelkan bibirnya dengan milik sang pangeran. Menciumnya seolah ia kelaparan dan merindukan ciuman itu. Dadanya menempel pada tubuh keras yang terpahat sempurna itu. Alena tersenyum saat pria itu merespon dan membalas ciuman sama rakus dengannya. Perlahan ia merasakan lengan pria itu memeluk tubuhnya untuk melenyapkan ruang di antara mereka. p******a milik Alena melekat sempurna padanya. Alena menarik wajahnya untuk bernapas dari ciuman mereka namun pria itu justru menurunkan bibirnya pada leher jenjang Alena. Mengecup dan menjilat area sensitif wanita itu. Tangan di punggungnya bergerak ke depan untuk menangkup p******a ranum yang sedari tadi menggoda pria itu. Desahan berhasil lolos dari mulut Alena saat pria itu meremas gundukan itu. “Aaahh..” Salah satu jari pria itu membuka kancing gaun di belakang punggung Alena dan menurunkan bajunya hingga setengah badan. Lantas pria itu menyingkap bra berwarna navy yang melindungi kedua asset indahnya lalu menundukkan kepala untuk mencicipi salah satu puncak berwarna coklat kemerahmudaan. Begitu mulut pria itu melingkupi putingnya, Alena memejamkan mata dan merasakan sensasinya dengan nikmat. Belum lagi saat jari pria itu turun dan menyentuh pusat gairahnya di bawah sana, rasanya Alena ingin berteriak saat itu juga. Untuk menahan teriakkannya, Alena mengalihkan perhatian pada tubuh pria itu. Ia juga ingin merasakan bagaimana rasanya menyentuh pria itu. Alena mulai menjalarkan tangannya menyusuri d**a bidang yang berotot lalu perlahan turun hingga ke bawah. Merasakan sesuatu yang sudah mengeras dan dari apa yang ia rasakan di tangannya, milik pria itu jelas lebih besar dari pada Adi. Untuk memastikan, Alena menyusupkan tangan ke balik celana pria itu hendak memeriksa lebih jauh. Namun, tangannya terhenti oleh sang pemilik tubuh. “Aku belum bilang kamu boleh menyentuhku.” Alena kebingungan. “Tapi kamu udah sentuh aku dimana-mana dari tadi.” “Aku harus memeriksa kelayakanmu terlebih dulu.” Pria itu berkata sambil meneruskan hisapannya pada d**a Alena. Sial! Pria ini mahir menggunakan lidahnya. Batin Alena. “Oke, cukup!” Seru Alena. Ia mendorong pria itu menjauh dari dadanya. “Uji kelayakan ngga seharusnya sejauh itu. Mau atau engga?” Pria itu menatap Alena seolah-olah sedang menilai dirinya. Ditatap seperti itu membuat Alena jengah. Akhirnya ia merapikan branya dan juga gaun yang sudah berada jauh di pinggangnya. “Kamu sedang aktif berhubungan dengan pria lain?” Tanya pria itu. Kening Alena berkerut tapi akhirnya ia menggeleng. “Siapa namamu?” Alena baru sadar bahwa sedari tadi ia belum mengenalkan dirinya pada pria itu. “Alena.” Pria itu mengangguk. “Kamu sudah tahu siapa aku?” Alena mengangguk. “Raden mas Raditya.” Jika Alena tidak salah ingat, itu memang nama pria itu. “Panggil aku Radit.” “Tapi bukannya itu ngga sopan kalo aku manggil nama depan seorang pangeran?” “Apa menurutmu kamu sudah berlaku sopan sejak pertama kali melemparkan dirimu padaku?” Ah, benar juga. Tapi tetap saja ia merasa tidak enak. “Hmm, gimana kalo raden mas?” “Radit saja cukup.” Alena lagi-lagi mengangguk. “Oke, baiklah. Sekarang kita pergi dari sini?” Tanya Alena tidak sabar. Radit menatapnya seperti memikirkan sesuatu. Alena menaikkan alisnya seraya menunggu. Pria itu maju lagi mendekati Alena. Lalu tanpa aba-aba ia memasukkan jarinya ke balik gaun Alena. Mencari sesuatu yang tidak seharusnya ia sentuh. Jemarinya seperti sudah hafal kemana ia harus pergi. Mata Alena membulat. “Dit! Tunggu, kamu ngapain?” Jari itu menyelinap dengan mudah ke dalam inti tubuhnya karena Alena sudah mulai basah oleh permainan Radit beberapa menit lalu. Alena melenguh. Ia merasakan hal aneh karena pertama kalinya seorang pria melakukan hal itu padanya. Selama ini ia selalu melarang Adi untuk melakukannya karena tidak ingin orang lain menyentuhnya lebih jauh sebelum ia yakin untuk memberikannya pada orang tersebut. Namun pria ini seolah tanpa ragu melakukannya. Alena mencengkram baju Radit ketika satu jari pria itu berada didalamnya. Radit menatap Alena. Tatapannya seolah pria itu marah. “Kamu perawan.” Sial. Batin Alena. Memangnya pria bisa langsung tahu dengan cara seperti itu ya? Radit menarik jarinya dari tubuh Alena dan membantu merapikan pakaian wanita itu. “Kembalilah pada teman-temanmu.” Radit berbalik dan hendak meninggalkan kamar mandi itu. Alena menarik lengan pria itu. “Eh, tunggu, tunggu!” Alena menghalangi jalan pria itu. “Emangnya kenapa kalo aku perawan?” “Aku tidak ingin berurusan dengan perawan. Merepotkan.” Alena mengerucutkan bibirnya membuat Radit ingin mencium bibir itu lagi namun ia menahan dirinya. Demi kebaikannya sendiri. “Aku janji ngga bakal minta apapun dari kamu. Hanya sekali, setelah itu kita kembali pada kehidupan masing-masing.” Ujarnya meyakinkan pria itu namun ia tahu dari mata Radit bahwa ini takkan berhasil. Dengan lembut pria itu menggeser tubuh Alena agar tidak menghalangi jalannya lalu ia melangkah pergi dari sana meninggalkan Alena sendirian. =-= Alena mengerjapkan matanya karena tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Pria itu menolaknya dan membuang Alena saat ia tahu bahwa dirinya seorang perawan. Dasar kurang ajar! Dengan rasa malu dan kesal ia berjalan keluar hendak kembali ke mejanya. Saat melewati meja yang tadinya diduduki Radit, Alena menoleh dan mendapati meja itu kosong. artinya Radit sudah pergi dari tempat itu sekarang. Echa menatapnya dengan penasaran. “Gimana?” tanya Echa sesampainya Alena di sana. “Gagal.” Jordan dan Echa terbelalak. “Lo di dalem tadi ngapain dah? Gue kira udah mulai dari tadi.” Ujar Echa, Jordan pun mengangguk sepedapat. “Udah foreplay.” Alena duduk dan menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa empuk itu. “Tapi dia kabur begitu tau gue masih perawan.” Setelahnya Alena hanya dapat mendengar Echa tertawa terbahak-bahak hingga ia mengambil potongan kentang goreng dan melemparkannya pada wajah Echa karena kesal. “Lo ditinggalin karena perawan? Emang dunia udah semakin terbalik sekarang.” Echa menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kata mami gue, dulu di tahun-tahun 2000 awal, cewek kalo pas nikah udah ngga perawan itu aib banget.” “Udah deh, Cha. Jangan malah bikin gue tambah malu.” Alena mengangkat lengannya dan menutup mata. Meredam semua kebisingan di tempat itu termasuk tawa Echa dan Jordan. “Jadi apa rencana lo setelah ini Len?” Kali ini jordan yang bertanya. Alena menghembuskan napasnya. “Balik lagi ke Adi kali. Daripada ujung-ujungnya cuma buang waktu nyari sana sini yang mau merawanin gue.” “Serius lo mau balik lagi sama Adi?” Alena diam. Sebenarnya ia ragu. Ciuman Adi bisa dikatakan oke tapi setelah ia melihat milik pria itu secara langsung entah mengapa harapannya turun. Ia tidak yakin ingin memberikan malam pertamanya pada pria itu. jika ada cinta diantara mereka sih, Alena tidak apa-apa. namun dalam kasus ini, ia tidak mencintai pria itu sehingga jika tidak mendapatkan yang terbaik, yang rugi hanya dirinya saja. Argh! Menyebalkan. Alena membawa tasnya dan memasukan ponsel ke dalamnya. “Mau kemana Len?” “Balik! Gue mau tidur aja di rumah.” ucap Alena tegas. Lalu ia melangkah mencium pipi Echa sebagai tanda perpisahan lalu pergi dari tempat terkutuk itu. =-= Alena datang ke tempat ini dengan mengendarai mobilnya sendiri namun ia sadar telah menenggak beberapa gelas alkohol sehingga ia lebih memilih untuk meninggalkan mobilnya disini dan datang esok pagi untuk menjemput kendaraannya itu. Ia berdiri menunggu taksi di depan kelab malam itu. di jam-jam yang sudah larut ini memang agak sulit mendapatkan taksi namun ia bersikeras menunggu di sana dengan kedua tangan memeluk dirinya sendiri melindungi tubuh dari angin malam yang menusuk. Baru saja Alena hendak menyerah dan berniat mengambil ponselnya untuk memesan taksi online, seseorang menarik pergelangan tangannya hingga tubuh Alena sedikit limbung dan menabrak d**a bidang pria itu. Alena mendongak dan melihat Radit berdiri menunduk padanya dengan tatapan dingin. “Aku tarik ucapanku tadi.” Ucap pria itu singkat. Sebelum Alena bereaksi, tubuhnya sudah di dorong masuk ke dalam mobil pria itu yang tanpa Alena ketahui sudah terparkir beberapa menit lalu di dekatnya. Radit membawa Alena ke sebuah hotel mewah. Nampaknya pria itu sudah biasa mengunjungi tempat ini sehingga resepsionis dengan cepat memberikan kunci padanya begitu mereka datang tanpa harus mendaftar terlebih dahulu. Sebuah kamar luas dengan interior menakjubkan dan pemandangan gedung-gedung tinggi tersaji di hadapan mata Alena. “Waah..” Tanpa sadar ia mengucapkannya saat melangkahkan kaki lebih jauh ke dalam. “Aku ngga bawa kamu kesini untuk menikmati pemandangan.” Ucap pria itu memperingati. Alena berbalik dan menatapnya dengan senyuman cerah. “Maaf.” Radit mengeluarkan ponselnya dan menyodorkan benda itu pada Alena. “Nomor rekeningmu.” “Hah?” Alena kebingungan. “Untuk apa?” “Kamu bilang butuh uang. Aku akan membayarmu sekarang.” Alena menggeleng. “Nanti aja. Kita bahkan belum mulai.” “Aku ngga suka menggunakan sesuatu tanpa membayar lebih dulu.” Terdengar seperti Alena adalah barang yang harus ia bayar untuk digunakan. Namun. Alena hanya tersenyum dan mengikuti perintah pria itu untuk mengetikkan sejumlah nomor pada ponselnya. Setelah selesai, Alena mengembalikan benda pipih itu dan kembali membalikkan badan untuk mengagumi pemandangan di bawah yang terlihat dari kaca jendela lebar hotel itu. “Aku sudah mengirimmu uang.” Ucap pria itu. “Hm.” Alena tidak peduli akan uang itu. Ia tidak membutuhkannya. Matanya tidak berhenti mengagumi keindahan langit saat sebuah lengan melingkar pada tubuhnya. “Kamu bisa menikmati pemandangan setelah aku menikmatimu.” Pria itu mencium pundak Alena yang terbuka lalu membalikkan tubuhnya agar Alena menghadap padanya. Membelakangi jendela. Jemari pria itu menelusuri pipi halus Alena. Menyelipkan beberapa helai rambut ke belakang telinga dan berlanjut membuka kancing gaun itu. Tatapan matanya sangat intens saat melihat Alena berdiri di sana. Seolah pengalaman b******u Alena mendadak hilang. Seolah-olah apa yang ia lakukan bersama Adi sebelumnya tidak pernah terjadi dalam hidup Alena. Gaunnya meluncur hingga ke pergelangan kakinya. Disusul dengan bra yang baru saja dilepaskan oleh Radit dari dadanya. Alena merasa tangannya salah tingkah. Ia ingin menutupi tubuhnya namun Radit mencegahnya. “Jangan ditutupi.” Lalu pria itu mulai menyelipkan satu jari di celana dalamnya dan menurunkan kain tipis itu dari tempatnya hingga kini ia berdiri telanjang di hadapan Radit. “Indah.” Ucap pria itu dengan suara parau. Alena menelan ludah dan dengan berani jemarinya mulai membuka kancing kemeja yang pria itu kenakan hingga terlepas dari tubuhnya. Lalu tangannya turun untuk membuka kancing celananya namun Radit menghentikan gerakan tangannya. Pria itu membawa Alena ke tempat tidur yang beralaskan sprei mewah. Sprei itu terasa sejuk dan dingin di kulit telanjang Alena. Radit mencium seluruh kulit Alena dengan perlahan. Membuat wanita itu mengepalkan tangan saking nikmatnya. Pria itu mencium, menjilat dan menghisap apa yang dilewati bibirnya di atas kulit Alena. Jemarinya berhenti di atas kewanitaan Alena. Menggosok dengan lembut lalu perlahan memasukan satu jari ke dalamnya. “Ahh.. Dit. Please, stop.” “Stop? Kita bahkan belum mulai, Alena.” Ini pertama kalinya pria itu menyebut namanya. Dan terdengar sangat indah diucapkan olehnya. Saat jari itu bergerak meningkat semakin cepat, Alena memejamkan matanya kembali. “Ini hanya jari dan kamu terasa sempit.” Bisik Radit di telinga Alena sambil mencium leher wanita itu, terasa napas hangatnya di kulit Alena. Alena sudah tidak tahan. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh milik Radit yang masih berada di balik celananya. “Sekarang, Dit.” Radit menyeringai pada Alena dan mengecup dahinya sebelum ia bangkit dari tempat tidur untuk melepaskan celananya. Mata Alena membelalak saat itu juga. Apa yang ia lihat benar-benar diluar dugaannya. Ia tidak bisa bilang milik pria itu lebih besar dari Adi, namun bisa dikatakan milik Radit dua kali lebih besar dari Adi. Maupun dari pria yang sering ia tonton bersama Echa di film biru itu. Alena bersorak dalam hati. Jadi ini yang dinamakan durian runtuh? Atau mungkin, pisang runtuh lebih tepatnya. Ia ingin terkekeh namun Radit sedang menatapnya. Bentuk badannya yang tinggi dan berotot sangat proporsional dengan milik pria itu dibawah sana. Sangat pas dan sesuai, nilai Alena. Radit naik ke atas ranjang dan Alena yang sedari tadi tidak tahan ingin menyentuhnya akhirnya benar-benar mengulurkan tangan untuk merasakan milik pria itu. Radit bersandar pada kepala ranjang yang beralaskan bantal dipunggungnya sementara Alena menatap miliknya dengan seksama. “Kenapa?” Tanya pria itu. Alena menggeleng sambil tersenyum lalu mulai melingkari milik pria itu dengan tangannya. “Gede, Dit.” Jawabnya jujur sambil tertawa geli. “Ngga pernah melihat  yang seperti ini?” Tanya Radit sedikit angkuh. Namun Alena tanpa pikir panjang menjawab jujur. “Ngga pernah.” Radit hendak mengatakan sesuatu namun Alena terlanjur menggerakan tangannya dan membuat pria itu berhenti berbicara dan memejamkan mata dengan seketika.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD