Dua

1094 Words
“sayang...”. “sayang…”. “sayang…” ucap Fajrin sambil menyentuh lengan Irana. Irana terkejut dan langsung tersadar dari lamunannya. “Eh iya Pa” ucap Irana dengan napas tak beraturan sangking terkejutnya. “Kamu kenapa sih sayang? Kenapa melamun seperti itu? Kamu bisa mengingat kejadian masa lalu, tapi jangan melamun seperti itu, awas nanti kesambet loh” ucap Fajrin, lalu ia tertawa kecil. “Apaan sih Pa, udah ah, ayo kita makan, mama sudah lapar” kata Irana. Baru saja Irana dan juga Fajrin masuk ke dalam Café, tiba-tiba Fajrin melihat salah satu teman lamanya sedang makan di sana bersama keluarga kecilnya. “Eh Farhan, kamu di sini?” tanya Fajrin. “Eh Fajrin, apa kabar kamu? Sudah lama ya nggak ketemu” sapa Farhan. Lalu mereka saling berpelukan. Lama tidak bertemu karena kamu langsung terbang ke Bali kan? Bahkan komunikasi pun nggak pernah lagi, nggak nyangka bisa bertemu di sini lagi” kata Fajrin, sementara Irana dan Susi-Istri Farhan, sudah langsung berbincang karena sebelum keberangkatan Farhan dan istrinya ke Bali, mereka sudah sempat bertemu bahkan bertetangga. “Oh iya, Bagaimana dengan penelitian kamu? Masih di lanjut?” tanya Farhan. Farhan adalah sahabat dekat Fajrin, sudah sejak lama mereka melakukan penelitian itu, namun tak kunjung membuahkan hasil, hingga akhirnya Farhan mendapatkan pekerjaan di Bali dan memilih untuk tinggal di Bali. Sejak saat itu, Farhan tidak lagi melakukan penelitian dengan Fajrin, ia berpikir kalau apa yang telah mereka lakukan tidak akan berhasil. “Tidak pernah lupa kalau untuk itu, bahkan aku merasa kalau laboratoriumnya itu adalah kamar hotel untuk dia berbulan madu bersama istrinya” kata Irana. ‘”Istrinya? Kak Fajrin nikah lagi kak?” tanya Susi tak percaya. “Bukan nikah lagi, tapi sudah dari dulu sebelum nikah sama kakak” jawab Irana. “Kakak serius? Sama siapa? Kok aku nggak tau kak?” tanya Susi lagi-lagi tak percaya. “Iya kak, nggak mungkin Fajrin selingkuh dan punya istri lagi. Dan kalau memang benar, kenapa kalian bisa akur-akur begitu sementara sudah jelas-jelas Fajrin memiliki istri?” timpal Farhan. “Akur kalau di luar, tapi kalian tidak tau kan bagaimana kami kalau di rumah?” kata Irana balik bertanya. “Sudahlah Ma, kenapa jadi bahas itu sih?” protes Fajrin. ‘Maksud kakak apa sih? Jadi kak Fajrin beneran sudah punya istri selain kakak?” tanya Susi lagi-lagi tak percaya. “terus istri kamu di mana Faj? Kenapa tidak ikut ke mari?” timpal Farhan. “Di rumah dong, masa harus ikut juga dinner bersama kami? Ares aja nggak ikut, masa istrinya harus ikut, yang ada itu mengganggu kami dong” kata Irana. “What? Kok kakak santai banget sih jawabnya, kayak nggak terjadi apa-apa gitu, bener nggak sayang?” tanya Susi kepada suaminya, yang di jawab dengan anggukan oleh Farhan. “Kan sudah biasa” jawab Irana, masih dengan nada santainya. “Yang mana sih orangnya Faj? Aku kenal nggak? Kamu hebat ya bisa punya dua istri tapi akur begitu, satu rumah lagi”. Susi langsung menatap Farhan tajam, bukan hanya tatapan saja, namun ia juga langsung mencubit bagian perut suaminya itu. “Terus kamu mau  seperti kak Fajrin punya istri dua, begitu?” tanya Susi. “Nggak kok sayang, aku nggak bilang begitu, bukan? Nggak mungkinlah aku ingin punya istri lagi, kamu dan juga kedua anak putri kita ini sudah cukup untuk aku” kata Farhan mengelak. “Kamu tau kok Farhan” kata Irana. “Siapa?” tanya Farhan terkejut. “Siapa lagi kalau bukan penelitiannya itu? Setiap hari dari pagi siang sore malam, selalu saja pergi ke sana. Bahkan, dia suka lupa hanya untuk sekedar makan saja” kata Irana. Fajrin hanya bisa tertawa mendengar ucapan istrinya dan juga ekspresi Farhan dan Susi, sementara Farhan dan juga Susi, mereka hanya bisa tepuk jidat melihat Irana. “Ya Allah kak, aku pikir kak Fajrin beberan punya istri baru” kata Susi. “Iya bener, ternyata hanya cemburu buta terhadap sesuatu yang bukan manusia” kata Farhan, lalu ia tertawa kecil bersama Fajrin. “Bilangin tuh Farhan sama kakak kamu supaya dia menghentikan penelitiannya itu, sampai ubanan juga itu nggak bakalan berhasil” kata Irana, lagi-lagi mereka hanya tertawa kecil. Fajrin tak ingin meyakinkan istrinya lagi, ia hanya bisa bersabar dengan celotehan Irana yang selalu memarahi dirinya, karena yang ingin ia berikan kepada Irana adalah sebuah bukti yang akan membuat Irana tak mampu berkata sepetah katapun. Mereka berbincang dan menikamti makan yang terhidang di meja, sesekali kedua bersahabat itu mengenang masa lalu, bagaimana mereka bisa memikirkan ide yang menurut istri keduanya hanyalah ide konyol, namun Fajrin masih tetap yakin meski Farhan sudah tak memiliki sedikitpun keyakina atas penelitian yang pernah ia mulai dengan Fajrin. Kedua bersahat itu saling bersalamat dan berpelukan saat mereka akan kembali ke rumah masing-masing, begitu juga dengan istri keduanya. “Kalau kamu ada waktu, datanglah ke rumah ku, aku akan menunjukkan perubahan itu kepada mu” kata Fajrin. “Baiklah, tapi aku harus fokus dengan pekerjaan baru ku dulu” jawab Farhan. “Oh ya? Itu artinya kalian akan menetap di sini?” tanya Fajrin yang di jawab degnan anggukan oleh Farhan. “Kalau boleh tau, di mana kamu bekerja?” lanjut Fajrin. “Aku bekerja di perusahaan X, meski hanya sebagai staff, setidaknya itu sudah lebih dari cukup untuk saat ini” kata Farhan. “Benarkah? Aku juga bekerja di sana, aku di sana sebagai manager” ucap Fajrin sambil tersenyum. “Benarkah? Ternyata kita bekerja di perusahaan yang sama. Kalau begitu, sampai ketemu besok di perusahan” kata Farhan yang di jawab dengan anggukan oleh Fajrin, lalu ia melajukan mobilnya mendahului Fajrin. Fajrin melajukan mobilnya menuju rumahnya, ia benar-benar tak sabar untuk membuktikan kepada Irana dan juga sahabatnya itu tentang apa yang akan ia hasilkan. ‘Waktunya sudah tepat, itu artinya penelitian ku sudah berhasil. Aku yakin, kali ini aku tidak akan gagal lagi seperti sebelum-sebelumnya , dan aku akan buktikan kepada kalian kalau penelitian ku telah berhasil’ batin Fajrin dengan sangat percaya diri. Tak lama, mereka tiba di rumah. Irana langsung menuju kamar Ares, dan ia mendapati Ares sedang tertidur pulas di sana. “Sudah tidur Pa, padahal kita membawa makanan untuknya” kata Irana. “Sudah biarkan saja, sepertinya dia sangat kelelahan, nanti saja kalau dia sudah bangun” ucap Fajrin, lalu kecuanya keluar dari kamar Ares. Baru saja Irana menutup pintu kamar Ares, tiba-tiba Fajrin langsung meminta Irana diam dengan meletakkan jari telunjuknya di bibir sebagai isyarat. Irana yang sedikit panik hanya bisa terdiam, lalu ia menggenggam tangan suaminya dengan erat. “Ada apa Pa?”.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD